Microhyla Sriwijaya, Pelompat Asal Belitung dan Lampung

Gardaanimalia.com - Pada 2018 dan 2019 lalu, tim herpetologi menemukan spesimen katak (Microhyla sriwijaya) di empat lokasi perkebunan kelapa sawit di pulau kecil Belitung, serta dari perkebunan kopi dan hutan sekunder di Lampung.
Para herpetologi menyebut, katak ini masih bertalian erat dengan Microhyla achatia dan Microhyla orientalis. Namun setelah diteliti lebih lanjut melalui analisis morfologis, molekuler, dan akustik, terdapat perbedaan dan mereka mengidentifikasi katak ini sebagai spesies baru.
Penemuan spesies baru ini akhirnya dipublikasikan pada jurnal Zootaxa pada 2 September lalu dengan nama Microhyla sriwijaya. Spesies ini juga dikenal dengan sebutan katak kecil bermulut sempit.
Badan Riset dan Inovasi Nasional, merupakan nama baru dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menerangkan bahwa kata “Sriwijaya” pada nama katak ini merujuk pada nama Kerajaan Sriwijaya.
Peneliti herpetologi Pusat Penelitian Biologi, BRIN, Amir Hamidy mengatakan, pemberian nama ini dilakukan sebagai penghormatan pada kerajaan yang berbasis di Sumatera tersebut.
Karena dalam sejarah, Sriwijaya tercatat sebagai kerajaan pemersatu pertama yang mendominasi sebagian Asia Tenggara antara abad 7 dan 11.
Katak berjenis kelamin jantan dari spesies ini memiliki moncong kecil dengan ukuran 12,3-15,8 milimiter. Moncongnya kecil dan berbentuk bulat.
Selain itu mereka memiliki tanda di punggung berwarna coklat kemerahan atau oranye dengan tuberkel yang tampak menonjol di kulit.
Ciri fisik lainnya adalah jari pertama katak ini panjangnya kurang dari setengah panjang jari kedua mereka.
Selain itu, terdapat perbedaan durasi vokal antara katak jantan dan betina. Katak jantan, mereka akan menghasilkan suara dengan durasi yang cukup singkat berkisar antara 31,8-62,6 detik.
Nah, yang menarik juga ialah katak mengandalkan sumber eksternal untuk mengatur suhu tubuh mereka. Jika tidak dapat menjaga suhu tubuhnya di bawah batas suhu maksimum, mereka tidak akan bisa mengembangkan populasinya.
Ditambah, jikalau katak tersebut adalah katak tropis, maka ia sensitif pada perubahan iklim.
Amir menjelaskan bahwa perubahan iklim dan penggunaan lahan dapat mengurangi daerah layak huni bagi katak tersebut. Ketika spesies ini menghadapi suhu cukup panas, itu dapat membahayakan perilaku reproduksi dan fisiologisnya.
Hidup Microhyla Sriwijaya Terancam
Nah, mirisnya! Status konservasi habitat amfibi ini terancam karena kegiatan antropogenik yang merusak. Antropogenik merupakan bahan pencemar yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, seperti kegiatan domestik, urban, maupun industri.
Sehingga penting adanya pengontrolan aktivitas yang membahayakan kehidupan amfibi seperti pencemaran. Tujuannya adalah untuk mengatur intensitas pencemaran agar selalu berada dalam ruang yang terkendali.
Amir mengatakan, penemuan spesies baru ini adalah tanda bahwa kita perlu melestarikan habitat alami.
Saat ini, ancaman habitat tidak hanya berupa kegiatan antropogenik, tetapi tempat tinggal katak kecil bermulut sempit ini juga terancam karena kegiatan penambangan timah, pembalakan yang dilakukan secara intens, perkebunan kelapa sawit, dan kegiatan pertanian umum lainnya.
“Perkebunan ini kadang mengubah lanskap alam, begitu juga pertambangan. Bila hal ini dibiarkan, tentu banyak spesies satwa yang terganggu bahkan bisa saja punah,” terang Amir.
Microhyla yang Dimiliki Indonesia
Indonesia rupanya sudah memiliki sembilan spesies Microhyla, yaitu M. achatia (Sumatera), M. berdmorei (Kalimantan dan Sumatera), M. mukhlesuri (Sumatera), M.gadjahmadai (Sumatera), M. heymonsi (Sumatera), M. malang (Kalimantan), M. orientalis (Jawa, Bali, Sulawesi, dan Timor), M. palmipes (Bali, Jawa, dan Sumatera), serta M. superciliaris (Sumatera).
Empat di antara sembilan itu merupakan satwa endemik Indonesia, yakni M. achatina, M. gadjahmadai, M. orientalis, dan M. palmipes.
Terkait satwa di Indonesia, khususnya Microhyla, Amir menceritakan bahwa nama Sriwijaya yang diberikan pada spesies katak baru tersebut mengandung harapan.
Harapannya, penemuan katak ini dapat membuat kita bersatu dalam upaya menjaga kelestarian hutan di setiap pulau Indonesia, tuturnya.

Spesies Baru Katak-pohon Sematkan Nama Herpetolog Indonesia
06/11/24
Pertama Kali, Katak Pohon Mutiara Ditemukan di Sanggabuana
15/09/23
SCF Temukan Katak Bertanduk di Pegunungan Sanggabuana
20/04/22
Microhyla Sriwijaya, Pelompat Asal Belitung dan Lampung
13/11/21
Baru Ditemukan, Katak-pucat Pantai Selatan Statusnya Sudah Kritis?
13/08/21
Mengenal Katak Pohon Mutiara yang Ditemukan Setelah 8 Tahun Hilang
26/03/21
Berkarya dengan Visi: Merekam Kekerasan di Balik Topeng

FATWA: Taring Babirusa dapat Membunuh Dirinya Sendiri!

Bangkai Gajah Ditemukan di Perbatasan Kebun Sawit dan TN Gunung Leuser

Tiga Opsetan Tanduk Rusa Diamankan saat Arus Balik Mudik

Seorang Pria Paruh Baya Ditangkap setelah Ketahuan Berdagang Penyu

Macan Dahan yang Masuk Gudang di OKU sudah Dievakuasi
![Berpacu dengan Kepunahan [3]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742879417_fd2dc5f16700a5b9fff5.jpg)
Berpacu dengan Kepunahan [3]
![Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875241_b9bd802809c6c35df99a.jpg)
Ambulans untuk Harimau Sumatera [2]
![Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]](https://gardaanimalia.cloudapp.web.id/uploads/1742875243_39937082cc8949808434.jpg)
Bisnis Cuan Berbalut Kepahlawanan [1]

Belasan Gajah Liar Masuk Sawah, Warga Berharap ada Solusi

Dua Opsetan Tanduk Rusa Diamankan di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon

Akan Dibawa ke Pulau Jawa, 34 Burung Diamankan di Sampit

FATWA: Komodo Malas Merantau!

Petugas Gabungan Sita 72 Satwa Dilindungi di Mimika

Buntut Konflik di Riau, Harimau Masuk Boxtrap untuk DIevakuasi

Teka-Teki Keberadaan Baza Hitam si Predator Cilik

Gakkum Beroperasi, Puluhan Tengkorak Satwa Liar jadi Barang Bukti

FOTO: Perbedaan Orangutan Tapanuli dan Orangutan Sumatera

Labi-labi Ditemukan di Pulau Bawean, BKSDA: Penting untuk Terus Dijaga

Sebanyak 5 Penyu Diamankan dari Penyelundupan, 1 dalam Kondisi Stres
