Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Gardaanimalia.com - Deforestasi atau penggundulan hutan, telah menjadi isu lingkungan yang mendalam dampaknya.
Selain mengancam keanekaragaman hayati, deforestasi juga sering disebut memiliki hubungan erat dengan peningkatan risiko zoonosis, penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia. Apakah benar begitu? Berikut adalah penjelasan lengkapnya!
Definisi Deforestasi
Deforestasi adalah proses konversi hutan menjadi lahan non-hutan, seperti untuk pertanian atau permukiman. Proses ini tidak hanya mengurangi luas hutan, tetapi juga mengubah ekosistem secara signifikan.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)–saat ini dipecah menjadi Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup–tingkat deforestasi di Indonesia mulai dihitung sejak 1990. Hasilnya, deforestasi tertinggi mencapai 3,5 juta hektare per tahun pada periode 1996 hingga 2000.
Deforestasi bruto 2021-2022 mencapai 119,4 ribu hektar, dengan 71,3 persen terjadi di kawasan hutan dan sisanya di luar kawasan hutan.
Sementara itu, menurut data yang dirilis oleh Auriga, deforestasi Indonesia pada 2024 teridentifikasi seluas 261.575 hektare. Angka itu meningkat 4.191 hektare dari deforestasi tahun 2023, yakni seluas 257.384 hektare.
Definisi Zoonosis
Ilustrasi perpindahan penyakit dari satwa ke manusia. | Foto: UN Environment Programme
Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan antara satwa dan manusia. Beberapa penyakit zoonosis yang sudah familiar di telinga kita, antara lain flu, nipah, virus Hendra, rabies, malaria, leptospirosis, COVID-19, dan cacar monyet.
World Health Organization (WHO) menyebut sekitar 6 dari 10 penyakit menular yang ada saat ini merupakan zoonosis. WHO juga melaporkan ada lebih dari 200 jenis penyakit zoonosis.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jones KE, Patel N, Levy M, dan rekan-rekan (2008), diperkirakan setiap tahun terdapat sekitar satu miliar kasus penyakit dan jutaan kematian yang disebabkan oleh zoonosis di seluruh dunia.
Sekitar 60 persen dari penyakit menular yang baru muncul secara global adalah zoonosis. Selain itu, lebih dari 30 patogen manusia baru terdeteksi dalam tiga dekade terakhir, dan 75 persen di antaranya berasal dari hewan.
Bagaimana Deforestasi Meningkatkan Risiko Zoonosis?
Banyak penelitian menunjukkan bahwa penghilangan atau konversi hutan menjadi lahan pertanian atau permukiman mengubah pola interaksi antara manusia, satwa liar, dan lingkungan mereka, yang pada gilirannya meningkatkan peluang penularan penyakit.
Hal ini diamini oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Taufiq P. Nugraha. Dalam sebuah wawancara dengan Antara News, ia menjelaskan bahwa deforestasi membuka akses antara manusia dan satwa liar, meningkatkan kemungkinan penularan penyakit.
Untuk memahami bagaimana deforestasi berhubungan dengan zoonosis, kita perlu melihat beberapa faktor yang mempengaruhinya.
1. Gangguan Habitat Satwa Liar
Deforestasi sering kali memaksa satwa-satwa liar untuk meninggalkan habitat aslinya dan mencari tempat tinggal baru, yang sering kali berada lebih dekat dengan permukiman manusia.
Ketika ini terjadi, peluang interaksi antara manusia dan satwa pembawa patogen meningkat. Salah satu contoh yang jelas adalah hubungan antara deforestasi dan penyebaran virus Nipah di Asia Tenggara.
Penelitian menunjukkan bahwa pembukaan hutan untuk pertanian kelapa sawit meningkatkan kontak antara kelelawar buah (pembawa virus Nipah) dan manusia sehingga meningkatkan risiko penularan virus tersebut (Daszak et al., 2001).
Kelelawar yang kehilangan habitatnya dalam hutan tropis kemudian sering mencari makan di perkebunan buah yang dekat dengan pemukiman manusia, memperbesar kemungkinan penularan.
Sementara itu, Asisten Profesor Massey University, David Hayman, menyoroti bahwa perusakan hutan tropis mengakibatkan manusia dan satwa liar berada pada lingkungan yang saling berdekatan sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit.
“Melalui penggerogotan kita sendiri ke ruang gerak mereka, kita membawa bendungan penyakit–habitat tempat pembawa penyakit biasanya hidup, tumbuh dan berlipat–makin dekat ke diri kita sendiri," terangnya, dikutip dari Antara News.
2. Perubahan Pola Penyebaran Patogen
Deforestasi juga mengubah pola penyebaran patogen. Sebagai contoh, perubahan iklim mikro di dalam hutan yang terdegradasi bisa menciptakan lingkungan yang lebih sesuai untuk vektor penyakit seperti nyamuk.
Di wilayah Asia Tenggara, pembukaan lahan hutan untuk pertanian sering mengarah pada peningkatan populasi nyamuk pembawa malaria.
Penelitian oleh Liu et al. (2020) mengungkapkan bahwa deforestasi berkontribusi terhadap perubahan pola distribusi nyamuk Anopheles yang membawa malaria karena lahan terbuka yang baru menyediakan habitat yang lebih baik bagi nyamuk.
3. Penyakit yang Meningkat Seiring Deforestasi
Penyakit-penyakit yang muncul akibat deforestasi tidak hanya terbatas pada virus seperti Nipah dan Ebola. Malaria, yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia dalam merusak hutan.
Ketika hutan ditebang, spesies satwa yang mengendalikan jumlah vektor penyakit—seperti pemangsa nyamuk—berkurang, memberikan ruang bagi nyamuk untuk berkembang biak dan menyebarkan penyakit ke manusia (Fearnside, 2017).
Ilustrasi bagaimana deforestasi mengubah struktur hutan, termasuk kanopi, paparan cahaya, curah hujan, dan paparan terhadap permukaan tanah yang sebelumnya terlindungi. Hal ini meningkatkan risiko zoonosis. | Foto: The Impact of Human Activities on Zoonotic Infection Transmission
Solusi dan Tindakan Pencegahan
Untuk mengurangi risiko zoonosis yang dipicu oleh deforestasi, berbagai langkah pencegahan perlu diambil.
Pertama, penting untuk memperkuat kebijakan konservasi dan perlindungan hutan. Menjaga keutuhan habitat alami akan membantu mengurangi kontak antara manusia dan satwa pembawa penyakit.
Selain itu, perencanaan pembangunan yang lebih ramah lingkungan, seperti membatasi konversi hutan menjadi lahan pertanian, sangat penting untuk mengurangi dampak deforestasi.
Pemerintah dan masyarakat juga perlu berinvestasi dalam pemulihan hutan (reforestasi) untuk mengembalikan habitat satwa liar dan mengurangi kemungkinan patogen beralih ke manusia.
Secara keseluruhan, deforestasi meningkatkan risiko zoonosis dengan mengubah hubungan antara manusia, satwa liar, dan lingkungan.
Penyakit yang ditularkan oleh satwa akan semakin menjadi ancaman besar jika kita tidak mengubah cara kita berinteraksi dengan alam.
Oleh karena itu, tindakan untuk melindungi hutan dan mengurangi deforestasi sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit yang dapat mengancam kesehatan manusia.

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis
20/05/25
Kangkareng Hitam Masuk Kebun Segera Dilepasliarkan
15/01/24
Menanam Pohon dalam Peringatan dan Slogan
31/12/22
Karena Deforestasi, Harimau Masuk Desa Tiga Hari Berturut-turut
26/12/22
Nasib Primata Kini
13/10/22
Berkabar dengan Hutan Dunia
01/04/22
Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!
