Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Tiga Hari Perangkap Terpasang, BKSDA Ceritakan Tantangan Mengevakuasi Beruang Madu

160
×

Tiga Hari Perangkap Terpasang, BKSDA Ceritakan Tantangan Mengevakuasi Beruang Madu

Share this article
Pemasangan perangkap dalam upaya mengatasi konflik beruang dan warga di Burnia Raya, Kalteng. | Foto: BKSDA Pos Jaga Sampit
Pemasangan perangkap dalam upaya mengatasi konflik beruang dan warga di Burnia Raya, Kalteng. | Foto: BKSDA Pos Jaga Sampit

Gardaanimalia.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah (Kalteng) pasang dua perangkap dalam upaya mengatasi konflik beruang madu dan warga Gang Burnia Raya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Senin (19/8/2024) lalu. 

Komandan Pos Jaga Sampit BKSDA Kalteng Muriansyah menjelaskan bahwa pemasangan dilakukan sekitar pukul 09.00 sampai 12.30 WIB.

“Dua personil Resor Sampit melakukan pemasangan dua unit perangkap beruang madu dengan umpan buah nanas dan gula merah,” ucapnya.

Pemasangan perangkap juga dilakukan bersama Komunitas Reptil Sampit dan warga yang melaporkan kemunculan mamalia tersebut.

Muriansyah mengatakan, pemasangan dua unit perangkap itu berdasarkan laporan warga yang melihat beruang dewasa dan anakan. 

“Kenapa sekaligus dipasang dua buah perangkap? Karena dilaporkan ada beruang yang berukuran besar dan berukuran sedang,” tutur Muriansyah.

Namun, hingga pagi hari ini, Rabu (21/8/2024), belum ada tanda-tanda kemunculan beruang.

Tantangan Mengevakuasi Beruang Madu

Muriansyah kemudian menjelaskan, pemasangan perangkap untuk beruang memang membutuhkan waktu yang lama.

“Pemasangan perangkap biasanya berlangsung lama, bisa bulanan,” ucapnya kepada Garda Animalia, Rabu (21/8/2024).

Sulitnya memerangkap satwa bernama latin Helarctos malayanus karena satwa selalu berpindah-pindah dan memiliki penciuman yang sangat kuat.

“Satu minggu setelah dipasang perangkap, beruang biasanya tidak akan datang, walaupun sebelum dipasang perangkap, pelapor menginformasikan setiap malam beruang datang,” sambungnya.

Muriansyah juga menambahkan bahwa lokasi pemasangan perangkap yang dipilih merupakan jalur atau jalan beruang.

“Dan saat pemasangan perangkap, harus sedikit mungkin aktivitas pergerakan di lokasi tersebut. Semakin banyak pergerakan, semakin banyak pula jejak bau yang ditinggalkan, dan ini akan berpengaruh pada aktivitas beruang,” tuturnya.

Selain itu, ia mengungkapkan perilaku satwa berambut hitam ini sudah berubah, terutama pada yang berusia remaja.

“Seharusnya beruang aktif di malam hari atau nokturnal. Di sini, di siang hari pun beruang bisa terlihat berkeliaran mencari makan. Kemarin, pukul 14.00 WIB, ada warga yang melapor bertemu beruang,” terangnya.

Muriansyah sebut, serangan beruang pada tim yang bertugas juga rawan terjadi. Sebab, beruang madu sering berada di semak-semak sehingga menyulitkan tim mendeteksi posisinya.

“Kecuali ketika beruang ada di atas pohon, kita bisa melihatnya,” tuturnya.

Kronologi Kemunculan Beruang

Sebelumnya, pada Jumat (16/8/2024), BKSDA mendapat laporan dari seorang warga bernama Burhan yang melihat kemunculan 5 ekor beruang, yang terdiri dari 2 beruang dewasa dan 3 anak beruang.

Atas laporan tersebut, keesokan harinya, Muriansyah bersama tim turun ke lokasi untuk melakukan observasi.

Selama observasi, tim menemukan tanda-tanda kemunculan beruang di lokasi yang dilaporkan Burhan.

“Dari pengamatan petugas di lokasi gangguan, terdapat tanaman yang rusak dan buah-buahan yang sudah dimakan, seperti nanas, kelapa dan sarang tawon,” ucap Muriansyah.

Selain itu, tim juga menemukan bekas sarang beruang madu dan cakarannya di sebuah pohon.

Sebelum datang kembali ke lokasi untuk memasang perangkap, tim memberikan arahan kepada pelapor dan keluarga terkait perilaku beruang madu.

“Mengingatkan untuk berhati-hati saat beraktivitas di luar rumah terutama saat malam hari, mengingat beruang itu nokturnal atau aktif di malam hari,” pesan Muriansyah.

Peristiwa beruang madu mendekat ke area kebun, ladang, atau permukiman Muriansyah klaim selalu terjadi setiap tahun saat musim kemarau.

Penyebabnya adalah kekurangan makan dan minum di hutan, serta upaya satwa menghindari titik-titik api di hutan atau semak belukar.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments