Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Kucing Batu, Kucing Kecil Nan Pandai Memanjat

2238
×

Kucing Batu, Kucing Kecil Nan Pandai Memanjat

Share this article
Kucing Batu, Kucing Kecil Nan Pandai Memanjat
Kucing batu (Pardofelis marmorata) dikenal sebagai pemanjat ulung. Foto: IUCN/Terry Whittaker

Gardaanimalia.com – Indonesia mempunyai berbagai jenis kucing hutan yang sangat menarik. Tercatat ada 9 kucing hutan yang semuanya merupakan satwa liar dilindungi. Kesembilan kucing hutan tersebut yaitu macan tutul, harimau sumatera, kucing kuwuk, kucing merah, kucing emas, macan dahan, kucing batu, kucing tandang, dan kucing bakau. Semua jenis kucing hutan ini memiliki kekhasan masing-masing, seperti dari segi ukuran yang besar, hingga ukuran kecil yang tidak berbeda jauh layaknya kucing domestik.

Kucing hutan yang berukuran kecil salah satunya adalah kucing batu (Pardofelis marmorata) atau dalam bahasa Inggris biasa disebut marbled cat. Disebut demikian karena motif bulunya mirip dengan bentuk batu yang disusun menjadi sebuah pola.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dikutip dari catsg.org, kucing ini pernah dianggap sebagai kerabat dari macan dahan karena kesamaan morfologi. Namun, secara genetik spesies ini menunjukan lebih dekat dengan kucing emas dan kucing merah (Johnson, W. E. et al., 2006).

Secara morfologi, kucing batu sering dibandingkan dengan macan dahan, tetapi berukuran lebih kecil dan hampir sama dengan kucing domestik (Felis catus), hanya saja lebih panjang dan ramping. Panjang tubuh dan kepalanya sekitar 45-61 cm dengan tinggi bahu rata-rata 28 cm.

Bulunya lebat dan halus dengan motif yang sangat bervariasi. Warna dasarnya kuning kecokelatan dan bulunya ditutupi bercak-bercak besar yang di bagian tengahnya lebih pucat dan bergaris hitam. Bercak pecah berukuran besar terdapat di panggul dan garis kehitaman terdapat di kepala, leher, serta punggung.

Pola-pola tersebut mirip dengan macan dahan, namun cenderung lebih kecil dan tersusun menyerupai batu. Corak garis terputus terdapat di kepala bagian sudut atas mata. Telinganya pendek, bulat, dan berwarna hitam dengan garis abu-abu, serta adanya bintik putih di bagian belakang telinga. Motif ekornya juga berbintik dengan bagian ujungnya berwarna hitam yang memiliki panjang sekitar ¾ dari panjang tubuhnya.

Kucing batu memiliki kaki yang relatif besar. Begitu pula gigi taringnya juga terlihat besar bila dibandingkan dengan ukuran tubuhnya.

Sementara perilaku kucing batu sendiri kurang diketahui. Awalnya spesies ini dianggap sebagai hewan nokturnal. Namun dikutip dari wildcatconservation.org, berdasarkan pengamatan di Kalimantan, spesies ini juga aktif di sore hari. Kurangnya data lapangan membuat hal ini sulit untuk menarik kesimpulan tentang pola aktivitas kucing kecil ini.

Kucing batu juga dikenal sebagai pemanjat ulung dan menghabiskan sebagian besar waktunya di pepohonan. Sehingga hal tersebut mendasari kemunculannya yang cenderung jarang terlihat. Bahkan berdasarkan pengamatan yang sama, satwa tersebut pada malam hari beristirahat di cabang pohon dengan ketinggian 25 meter di atas tanah dan hidup secara soliter. Meski pernah ditemukan dua kucing batu berpergian bersama di Thailand, namun tidak diketahui pasti apakah satwa tersebut merupakan pasangan kawin atau saudara kandung.

Sedangkan untuk reproduksinya, hanya didapatkan data pada dua kucing batu berdasarkan pengamatan di penangkaran. Kematangan seksual dicapai sekitar usia 21-22 bulan dengan masa kehamilan antara 66-81 hari. Satu induk kucing batu betina dapat melahirkan antara 2-4 ekor.

Anakan kucing batu memiliki berat badan sekitar 100-115 gram, dengan masa telinga terbuka dari kepala pada usia 5 hari dan mata terbuka di usia 14 hari. Setelah itu, spesies ini akan mulai belajar berjalan sekitar usia 15 hari, dengan kematangan berjalan dan gerakan lainnya terjadi di usia 65 hari.

Anakan kucing di penangkaran mulai mengkonsumsi makanan padat pada usia 59 hari, yang menandakan masa awal penyapihan di alam liar. Untuk repertoar vokal kucing ini pada dasarnya mirip dengan kucing domestik, yaitu bersuara “meong” namun menyerupai panggilan burung berkicau dan jarang mendengkur. Sementara itu, masa hidup kucing batu bisa mencapai usia 12 tahun.

Kucing batu tersebar dari timur India, Nepal, Cina, hingga Asia Tenggara, khususnya wilayah Pulau Kalimantan dan Sumatera di Indonesia.

Di seluruh dunia, populasi spesies ini diperkirakan hanya sekitar 10.000 ekor dan termasuk dalam status hewan yang terancam punah berdasarkan Red List IUCN. Untungnya, di Indonesia hewan ini termasuk satwa liar yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Meski dilindungi, kucing batu menghadapi ancaman kepunahan yang semakin nyata. Rusaknya hutan akibat pembukaan lahan mengakibatkan hilangnya habitat aslinya sehingga berdampak pada populasi yang makin berkurang. Keadaan ini semakin diperparah dengan perburuan dan perdagangan ilegal yang tinggi akibat dari masih adanya masyarakat yang memelihara satwa liar ini.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
FATWA: Orangutan juga merantau! | Ilustrasi: Hasbi Ilman
Edukasi

Gardaaniamlia.com – Garda Animalia mengeluarkan FATWA (Fakta Satwa) pertama. Sebuah seri fakta singkat di dunia persatwaliaran. Yuk, simak!…