[caption id="attachment_16420" align="aligncenter" width="1200"] Kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea) yang sempat dipelihara warga di Jawa Barat, lalu diserahkan ke BKSDA. | Foto: Donny Iqbal/ Mongabay Indonesia[/caption]
Gardaanimalia.com - Jalan dari papan kayu masih basah oleh guyuran hujan yang turun semalaman. Tas noken dari bekas karung beras dia selempangkan di pundak. Isinya, berbagai macam perlengkapan, mulai ketapel, tali senar hingga botol minuman. Tangan kanan menggenggam parang, dan kiri memegang kasturi kepala hitam (nuri) dengan kaki terantai pada sepotong bambu.
Matahari belum muncul, saat Boni, bukan nama sebenarnya menyusuri belantara Cagar Alam Pulau Salawati Utara, Sorong, Papua Barat, pertengahan Juni lalu.
Jumat pagi itu, Boni memulai perburuan. Bukan hendak berburu rusa, celeng atau kanguru tanah (Dorcopsis veterum) atau lau-lau kata orang lokal, tetapi sedang mencari peruntungan dengan menjerat urip. Urip nama populer masyarakat Papua menyebut nuri kepala hitam (Lorius lory).
Boni mengandalkan jerat dari tali senar yang dirajut sedemikian rupa pada ranting kayu. Ranting jerat dia pasang pada dahan di ketinggian pohon. Dia ikat dengan tali dengan panjang mengikuti tinggi pohon. Nuri jinak dia tenggerkan dekat jerat, sebagai umpan mengundang urip liar.
Cara ini, Boni klaim lebih ramah pada alam. Hanya burung sejenis dengan umpan, yang bisa dijerat dan dibawa pulang. Berbeda dengan perburuan dengan jaring, semua satwa angkasa yang melintas akan meringkuk perangkap.
"Biasa ada juga juga yang datang pake jaring. Itu bisa dapat banyak," kata Lerus Manfanyiri, pemilik hak ulayat di kawasan ini.
Cagar Alam Pulau Salawati Utara, jadi salah satu tempat favorit para pemburu paruh bengkok, rusa, babi hutan (celeng) maupun lau-lau. Cagar alam ini terbagi dua administrasi, Sorong dan Raja Ampat.
Beragam satwa endemik ada di cagar alam ini
Aneka satwa ini dilindungi Undang-undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta.
Ancaman bui dan denda tak menakutkan bagi para penangguk untung paruh bengkok. Perburuan dan perdagangan terus berlangsung.
Tito, bukan nama sebenarnya, pemburu burung dari Distrik Moisigin, Sorong, Papua Barat mengaku, kebutuhan ekonomi keluarga mengalahkan rasa takut saat masuk hutan untuk berburu. Dia bilang, waswas tetap ada dan berusaha selalu waspada.
"Yang penting hati-hati," katanya.
Untuk jaga keamanan dia pun bawa pulang hasil buruan ketika hari menjelang gelap. Rumahnya, berada jauh dari keramaian kota.
Berbeda dengan Boni, Tito memburu satwa endemik ini pakai jaring. Dalam tiga sampai lima hari di dalam hutan, dia biasa membawa pulang aneka jenis burung tidak sedikit. Kadang dia berhasil tangkap urip, kakatua jambul kuning maupun kakatua raja.
Di pasar gelap dua jenis kakatua itu masuk kelas premium dengan harga jauh di atas nuri kepala hitam. Tito biasa mematok harga Rp1,5 juta per kakatua raja, atau Rp1,2 juta untuk kakatua jambul kuning.
Kalau sudah di tangan penampung, harga jual kakatua raja bisa tembus Rp5 juta dan Rp3 juta untuk jambul kuning. Sedangkan nuri kepala hitam, biasa dia jual Rp230.000-Rp 250.000, tergantung pengambilan. Harga nuri bayan Rp200.000 dan black lory Rp150.000.
"Kalau masih anak, bisa Rp500.000," katanya menyebut harga nuri kepala hitam anakan.
[caption id="attachment_16423" align="aligncenter" width="1200"]
Akun di Facebook yang menawarkan paruh bengkok dari Papua. | Foto: Tangkapan layar Facebook[/caption]
Dia biasa banyak tangkap kasturi (nuri) kepala hitam. Dalam sekali turun berburu, biasa dia hasilkan Rp5 juta.
Di kampung itu, tak hanya Tito pemain di jaringan satwa. Ada juga 'Bang Widhi,' begitu lelaki ini sebagai sosok yang diduga membeli hasil tangkapan pemburu. Widhi oknum TNI Angkatan Laut bermarkas di Sorong, dengan nama lengkap W Widhi A.
Hasil penelusuran tim kolaborasi, Widhi berpangkat prajurit satu (pratu) bertugas di Batalyon Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL) dengan jabatan Wadanmes.
Pemburu bilang, dalam satu bulan, bisa tiga kali Widhi datang ke kampung untuk ambil burung-burung tangkapan. Sekali bawa, tak kurang 30 burung yang terbungkus dalam karung. Kalau dia berhalangan datang, ada rekan yang ditugaskan mengambil.
"Ada anak buahnya atau apanya gitu yang datang ngambil," kata Tito.
Seperti pada pengambilan 2 Juli 2022 itu, Widhi diduga memboyong 25 black lorry, empat nuri kepala hitam, dua kakatua hijau, nuri ara besar (nuri masda) dan beo nias.
Saat dikonfirmasi tim kolaborasi media 23 Agustus lalu, Widhi membantah terlibat dalam perdagangan paruh bengkok di Sorong dan bertindak sebagai penampung.
"Saya sih karena hobi aja, seneng aja pelihara. Kalau kirim-kirim saya ngga pernah," jawab Widhi.
Laksamana Pertama (Laksma) TNI Imam Musani, Komandan Lantamal XIV Sorong, kepada wartawan menampik tudingan keterlibatan tentara AL dalam perdagangan satwa endemik Papua.
"Beberapa kali kami melakukan patrol gabungan dengan BBKSDA untuk mencegah penyelundupan TSL (tumbuhan dan satwa liar) dari Papua Barat," katanya.
Oknum anggota TNI lain yang diduga juga menampung satwa dilindungi ini adalah Agung Wahyudi. Kalau Widhi diduga menampung dari penjerat di Kabupaten Sorong, Agung diduga bermain di Kabupaten Raja Ampat dan Kota Sorong.
Paruh bengkok yang diduga dikumpulkan Agung di Kota Sorong, adalah hasil tangkapan para penjerat dari Raja Ampat. Di wilayah ini, kantung perburuan paruh bengkok teridentifikasi di Kabare, Cagar Alam Batanta dan Cagar Alam Salawati Utara.
Untuk setor ke penampung, penjerat membawa hasil tangkapan ke Kota Sorong melalui jalur laut. Ada yang naik longboat pribadi, ada pula pakai jasa penyeberangan, Kapal Motor Sabuk Nusantara 56. Mereka biasa bertransaksi di Dermaga Rufei, tempat sandar longboat, atau di Pelabuhan Rakyat Jalan Baru, tempat Sabuk Nusantara, sandar.
Agung Wahyudi yang tercatat sebagai prajurit Infrantri di TNI AD ini cukup aktif menawarkan paruh bengkok melalui grup media sosial seperti di Facebook 'SORONG PARROT LOVERS'.
Pada penawaran yang diposting 13 Juli 2022, dengan nama akun Facebook, Agung Wahyudi, dia menawarkan sepasang nuri bayan Rp750.000, 10 black lorry satu Rp270.000 dan enam nuri kepala hitam satu seharga Rp290.000.
Dari video puluhan paruh bengkok terkurung dalam kandang. Agung Wahyudi menulis keterangan, "Yang minat paltem. Mw kosongkan kandang, serius inbox".
[caption id="attachment_16424" align="aligncenter" width="857"]
Nuri kepala hitam atau Black-capped lory, salah satu keindahan alam di dalam hutan di bumi Papua. | Foto: Rhett A. Butler[/caption]
Sepuluh hari berlalu, pada 23 Juli 2022, akun Facebook Agung Wahyudi kembali menawarkan puluhan nuri kepala hitam, dengan caption 'Maaf edisi ketinggalan Bus..utamakan partai'.
Selain nuri kepala hitam, Agung juga pernah menawarkan kakatua raja. Saat tim kolaborasi mengkonfirmasi pada 23 Agustus lalu, dia menolak disebut penampung besar.
"Hanya membantu menjualkan aja, satu dua ekor milik masyarakat. Kadang juga membantu kalau ada teman yang mencarikan untuk komandan," katanya.
Beberapa hari setelah tim mengkonfirmasi kepada Agung Wahyudi, postingan di akun Facebook sudah dihapus. Meski begitu, rekam jejak digital akun itu dalam tawarkan paruh bengkok cukup populer.
Seperti postingan 24 Juli 2022, nama Agung Wahyudi ditandai oleh pemilik akun 'Ngaran dalam kolom komentar, saat pemilik akun 'Rachmad Spartan' mencari nuri melalui lini massa grup Facebook 'SORONG PARROT LOVERS'.
"Cari burung nuri, kalo cocok saya ambil 2, kalo bisa paruh orange," begitu bunyi postingan pemilik akun Rachmad Spartan. Pemilik akun 'Ngaran' dan 'Jack Papua' yang mencolek nama Agung Wahyudi dalam kolom komentar, dibalas oleh Agung Wahyudi dengan kalimat "Terima kasih om. Tp maaf sdh kosong".
"Lagi kosoooong" dengan emoticon tertawa, kata akun Facebook Agung Wahyudi saat 'Pitu Papat Wolu Loro' memposting tawaran posting di Grup SORONG PARROT LOVERS pada 5 Februari 2022.
Oknum tentara lain yang diduga aktif menawarkan paruh bengkok di Facebook adalah pemilik akun Yudi Harwanto. Pada 8 Juli 2022, pemilik akun yang menggunakan foto profil seseorang berseragam loreng ini, menawarkan puluhan kasturi kepala hitam.
"Yg jauh silahkan mendekat, yg dekat silahkan merapat hrg bisa kordinasi kan monggo," begitu kalimat penawaran yang tertulis di atas video yang merekam kasturi kepala hitam dalam kandang dalam posting di grup yang sama, "SORONG PARROT LOVERS".
Mayor Inf Bambang Triyono, Kepala Penerangan Korem 181/PVT mengaku belum tahu ada oknum TNI AD di Sorong yang terlibat perdagangan satwa ini. Sebagai pejabat baru, dia meminta tim kolaborasi untuk menunjukkan siapa saja oknum TNI AD yang terlibat.
"Saya masih baru menjabat di sini. Kalau ada informasi seperti itu, akan kami telusuri dulu di lapangan," katanya 23 Agustus lalu.
***
Prasasti deklarasi pencegahan dan pemberantasan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar dan kerusakan hutan di Papua Barat, terpampang pada dinding luar ruang kerja Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat. Ia menempel persis di samping pintu masuk ruangan. Prasasti itu merupakan komitmen bersama menjaga kelestarian alam di Papua Barat. Para pejabat yang tanda tangan dalam deklarasi itu ada Kepala BBKSDA Papua Barat R Basar Manulang, Panglima Kodam XVIII/Kasuari Mayjen TNI Joppy O. Wayangkau. Lalu, Komandan Lantamal XIV Sorong Brigjen TNI (Mar) Amir Faisol, dan Kapolda Papua Barat, Brigjen Pol Rudolf A. Rodja. Deklarasi komitmen juga ditandatangani Wiratno selaku Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan, kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Komitmen ini seakan tak bermakna apa-apa ketika perburuan dan perdagangan satwa liar seperti paruh bengkok terus menggila dengan pelaku antara lain oknum aparat negara. Budi Mulyanto, Plt Kepala BBKSDA Papua Barat, Juli lalu mengatakan, masih ada oknum-oknum aparat negara di Sorong yang berupaya menyelundupkan tumbuhan dan satwa liar. Bahkan, katanya, ada modus mengatasnamakan pejabat sebagai pemilik satwa agar bisa lolos. Temuan terakhir dari hasil pengawasan gabungan petugas BBKSDA Papua Barat, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) dan PT Pelni pada 14 Oktober lalu, sebanyak 16 kasturi kepala hitam diamankan dari atas KM Labobar saat berlabuh di Pelabuhan Sorong. Kapal ini sebelumnya melakukan perjalanan dari Jayapura-Serui-Nabire-Manokwari. Dari Sorong, kapal ini akan melanjutkan perjalanan ke Ternate-Bitung-Pantoloan-Balikpapan dan Surabaya. Dari pengawasan selama empat jam, petugas menemukan sembilan kasturi kepala hitam dalam kandang besi dan kardus. Satwa yang dinaikkan dari Pelabuhan Nabire tujuan Bitung ini disembunyikan di bawah tempat tidur Dek 5 area penumpang.
