Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Pantik Perdagangan Ilegal, Benarkah Sisik Trenggiling adalah Obat?

3031
×

Pantik Perdagangan Ilegal, Benarkah Sisik Trenggiling adalah Obat?

Share this article
Manis javanica atau trenggiling sunda merupakan trenggiling asal Indonesia. | Foto: Chien C. Lee/iNaturalist
Manis javanica atau trenggiling sunda merupakan trenggiling asal Indonesia. | Foto: Chien C. Lee/iNaturalist

Gardaanimalia.com – Trenggiling masih menjadi satwa liar yang terus diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Fakta masih banyaknya perburuan itu tak lepas dari kepercayaan masyarakat yang menganggap trenggiling sebagai obat tradisional.

Satwa ini diyakini dapat mengobati berbagai penyakit, terutama pada bagian sisiknya. Lantas, apakah benar sisik trenggiling bisa mengobati berbagai penyakit? Simak ulasannya dalam artikel berikut!

pariwara
usap untuk melanjutkan

Penggunaan Trenggiling sebagai Obat Tradisional di Beberapa Negara

Selama beberapa dekade terakhir, perdagangan ilegal terhadap trenggiling terus meluas ke berbagai negara, bukan hanya di Cina. Namun, menjangkau ke Asia Tenggara dan kini juga di Afrika.

Melansir dari laman Guardian, setidaknya ada 200.000 ekor trenggiling yang dikonsumsi di Asia setiap tahunnya. Pendorongnya? Ya, pengobatan tradisional.[1]https://www.theguardian.com/environment/2020/oct/13/china-still-allowing-use-of-pangolin-scales-in-traditional-medicine

Beberapa negara berikut menjadi negara dengan tingkat konsumsi trenggiling terbanyak, di antaranya:

1. Vietnam

Permintaan yang berasal dari obat tradisional merangsang pasar berkelanjutan untuk perdagangan satwa liar ilegal secara global.

Vietnam adalah negara transit penting dalam jaringan perdagangan ini sekaligus negara dengan angka konsumen yang cukup tinggi. Ini disebabkan terutama karena tradisi lama mereka dalam mengonsumsi produk satwa liar sebagai obat tradisional.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Rebecca Sexton, Trang Nguyen, dan David L. Roberts dengan melakukan 51 wawancara berbasis kuesioner terhadap para praktisi pengobatan tradisional Vietnam di Hanoi, Vietnam.[2]https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1940082920985755

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi rekomendasi resep trenggiling pada pengobatan mereka.

Hasilnya, para praktisi pengobatan tradisional telah menjadi pendorong utama penggunaan trenggiling dalam resep obat. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang meskipun ada undang-undang yang jelas melarangnya.

Para praktisi juga biasanya lebih banyak meresepkan obat dengan penggunaan trenggiling untuk mengobati penyakit yang berkaitan dengan laktasi, abses dan sirkulasi darah.

Adapun faktor yang memengaruhi para praktisi terus menggunakan trenggiling dalam pengobatannya adalah karena nominal uang yang cukup tinggi untuk satwa ini.

Ditambah, kesadaran akan peraturan dan penegakan hukum yang masih rendah turut mendorong pengobatan tradisional Vietnam dengan trenggiling masih terus ada.

Namun, belum lama ini Vietnam mulai memperketat aturan terkait kejahatan terhadap satwa liar. Masa hukuman maksimal ditingkatkan terhadap para terpidana, yaitu menjadi 15 tahun dari yang sebelumnya hanya 7 tahun penjara.

Sementara, denda juga dinaikkan hingga USD 86.000 (atau 1,3 miliar rupiah) dari mulanya USD 21.500 (atau sekitar 300 juta rupiah).

Selain itu, terhitung sejak 1 Januari 2018, Vietnam menambahkan status “kepemilikan” satwa liar dilindungi sebagai perbuatan tindak pidana.

Kini penggunaan trenggiling dan produk turunannya dilarang sepenuhnya di Vietnam. Meski tetap tidak menutup kemungkinan bahwa kejahatan terhadap satwa dilindungi seperti trenggiling masih ada sampai sekarang.

2. Cina

Penggunaan sisik trenggiling sebagai obat tradisional sudah dilakukan di Cina sejak ribuan tahun lalu. Banyak masyarakat Cina yang percaya bahwa sisik trenggiling memiliki khasiat obat.

Adapun pada pengolahannya, biasanya masyarakat akan memanggang sisik trenggiling sampai kering kemudian dihaluskan dan diayak. Bahan berbentuk bubuk itu lalu dimasak dengan minyak, mentega, cuka, dan air seni anak laki-laki.

“Ramuan” ini digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, seperti mengurangi rasa gugup berlebihan, menyembuhkan tangis histeris pada anak-anak, mengobati wanita yang kerasukan, demam, malaria hingga mengobati penyakit tuli.

Hal itulah yang menyebabkan sisik trenggiling sangat dicari-cari oleh para praktisi pengobatan Cina tradisional, sementara dagingnya dianggap sebagai makanan lezat.

Sebelum lahir peraturan larangan perdagangan trenggiling, sisik dari 4.000 hingga 5.000 ekor trenggiling bahkan diimpor setiap tahunnya dari Jawa.[3]https://www.nature.com/articles/141072b0

Larangan terhadap perdagangan dan ekspor trenggiling dari Jawa membuat proses jual beli tidak serta-merta berhenti dan hilang. Pemburu satwa liar beralih dengan melakukan jual beli secara ilegal tanpa takut ancaman hukuman ada di depan mata.

3. Afrika

Trenggiling menjadi salah satu satwa yang terdaftar dalam undang-undang konservasi margasatwa 1972 yang melarang siapa pun untuk berburu dan memeliharanya. Namun, perburuan liar terhadap satwa ini masih terjadi seiring penggunaannya sebagai obat tradisional.

Melansir dari laman, sebuah penelitian dilakukan oleh Maxwell K. Boakye dan teman-temannya. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai 63 praktisi pengobatan tradisional yang menggunakan trenggiling sebagai pengobatan di daerah Sierra Lione, Afrika.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagian yang mana saja dari tubuh trenggiling yang sering digunakan sebagai obat.[4]https://ethnobiomed.biomedcentral.com/articles/10.1186/1746-4269-10-76

Hasilnya adalah 22 bagian dari tubuh trenggiling digunakan sebagai obat, tetapi sisik menjadi bagian tubuh trenggiling yang paling banyak dimanfaatkan.

Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa sisik trenggiling kerap digunakan sebagai obat yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit yang berkaitan dengan spiritual atau hal-hal yang berkaitan dengan makhluk halus.

Hal yang sama juga terjadi di daerah Ghana. Melansir dari laman National Center for Biotechnology Information, masyarakat di Ghana juga masih mengandalkan pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit.

Peneliti juga melakukan wawancara dalam bentuk kuesioner terhadap praktisi pengobatan tradisional di Ghana. Penelitian itu menunjukkan sisik dan tulang trenggiling adalah bagian tubuh trenggiling yang sering dijadikan bahan obat yang berkaitan dengan spiritual, misalnya sebagai jimat, obat rematik, kejang bahkan digunakan untuk kegiatan ritual tertentu.[5]https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4300090/

Lantas, Benarkah Sisik Trenggiling Memiliki Khasiat sebagai Obat?

Kemasan obat tradisional Tiongkok yang berbahan sisik trenggiling. | Foto: Wildlife justice
Kemasan obat tradisional Tiongkok yang berbahan sisik trenggiling. | Foto: Wildlife justice

Populasi trenggiling di Cina terus menurun akibat kepercayaan yang tidak memiliki bukti klinis bahwa kaldu yang mengandung sisik trenggiling dapat mengobati penyakit, seperti untuk mengatasi masalah laktasi pada ibu menyusui.[6]https://www.theguardian.com/environment/2020/oct/13/china-still-allowing-use-of-pangolin-scales-in-traditional-medicine

Dalam laman ScienceDirect, sebuah penelitian menuliskan bahwa tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa Squama Manitis atau sisik trenggiling memiliki khasiat pengobatan khusus.[7]https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213422020301189

Penelitian dilakukan oleh Xinyao Jin dan teman-temannya dengan cara menelusuri enam basis data elektronik yaitu dari PubMed, Embase, Cochrane Library, China National Knowledge Infrastructure Database (CNKI), WanFang Database dan SinoMed.

Hasilnya adalah tidak ada fakta yang dengan pasti mengungkapkan bahwa sisik trenggiling memiliki khasiat sebagai obat. Melansir dari China Health Times dalam laman BBC, Cina akhirnya menghapus trenggiling dari daftar resmi obat tradisional Tiongkok pada 2020.[8]https://www.bbc.com/indonesia/majalah-52988728

Padahal sebelumnya Cina adalah negara yang melegalkan bahkan membuat hak paten sisik trenggiling dalam resep obat baik di rumah sakit maupun klinik pengobatan tradisional yang ada di Cina.[9]https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1940082920985755

Trenggiling Masih Jadi Mamalia Paling Banyak Diperdagangkan di Dunia

Meskipun tidak terbukti secara medis bahwa sisik trenggiling memiliki khasiat obat, faktanya perdagangan ilegal satwa yang satu ini masih sering terjadi hingga saat ini.

Sekitar 206,4 ton sisik trenggiling berhasil dicegat dan diamankan dari 52 penyitaan secara global selama periode 2016 hingga 2019.[10]https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1940082920985755

Melansir dari laman National Geographic, tim konservasionis yang dipimpin oleh University of Cambridge berhasil mendapatkan data terkait perdagangan sisik trenggiling dari Nigeria, yaitu sebanyak 190.407 kilogram sisik trenggiling sejak 2010 hingga September 2021.

Para peneliti menilai bahwa perdagangan trenggiling yang berasal dari Afrika sudah sangat mengkhawatirkan. Adapun negara tujuannya adalah Vietnam, Tiongkok, dan Hongkong.[11]https://nationalgeographic.grid.id/read/132980099/obat-tradisional-tiongkok-dan-trenggiling-yang-terancam-punah?page=all

Di Indonesia sendiri, pelaku kejahatan satwa liar dilindungi diancam dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Tertulis pada Pasal 40 Ayat 2 Jo. Pasal 21 Ayat 2d dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. Miris, adanya aturan tersebut tidak serta merta membuat perdagangan sisik trenggiling berhenti dan hilang.

Terbukti, sejak 2015 hingga 2019, sebanyak 17 ekor trenggiling dalam kondisi hidup, 1.840 ekor trenggiling kondisi mati, dan 67,06 kilogram sisik trenggiling berhasil diamankan dalam operasi sebanyak 13 kali yang dilakukan pemerintah dengan pihak-pihak terkait.

Perlu diketahui, terdapat delapan jenis trenggiling di dunia. Tiga jenis di antaranya berstatus Critically Endangered, yaitu Manis pentadactyla, Manis culionensis, dan Manis javanica.

Tiga lainnya berstatus Endangered, yakni Manis crassicaudata, Smutsia gigantean, dan Phataginus tricuspis. Sementara, dua sisanya berstatus Vulnerable adalah Phataginus tetradactyla dan Smutsia temminckii.[12]https://www.iucnredlist.org/

5 2 votes
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
FATWA: Orangutan juga merantau! | Ilustrasi: Hasbi Ilman
Edukasi

Gardaaniamlia.com – Garda Animalia mengeluarkan FATWA (Fakta Satwa) pertama. Sebuah seri fakta singkat di dunia persatwaliaran. Yuk, simak!…