Sering Dikira Mirip Belut, Populasi Ikan Sidat Terus Menurun

Gardaanimalia.com - Pernah dengar nama Ikan Sidat? Sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin masih asing dengan nama ikan sidat. Dalam bahasa ilmiah disebut Anguilla spp. Terdapat 22 jenis ikan sidat di dunia dan 7 di antaranya tersebar di perairan Indonesia yaitu ikan sidat jenis Anguilla marmorata, A. borneensis, A. celebesensis, A. interioris, A. bicolor bicolor, A. bicolor pacifica dan A. nebulosa nebulosa.
Meski tidak cukup terkenal di Indonesia, namun ikan sidat memiliki tingkat popularitas yang sangat tinggi di wilayah Asia Timur, khususnya Jepang dan China. Hal ini dikarenakan daging ikan sidat memiliki kandungan vitamin A setara dengan 7 kali yang ada pada telur ayam, yakni 4700 IU/100 gram. Selain itu, ikan sidat juga memiliki kandungan energi sebesar 270 kkal/100 gram, yang mana diketahui kandungan energinya lebih besar daripada telur ayam.
Di Indonesia, ikan sidat sering kali dikira ikan belut. Hal ini disebabkan bentuk tubuh ikan sidat yang bulat dan memanjang seperti belut. Ikan sidat memiliki sisik yang halus di permukaan tubuhnya, dan perut yang terletak jauh dari kepala. Rata-rata ruas tulang belakang ikan sidat berjumlah 100-110 ruas. Meski begitu, setidaknya ada satu ciri yang bisa mempermudah kita mengenali ikan sidat yaitu sirip kecil yang serupa daun telinga yang terletak di belakang kepalanya. Kendati demikian, ikan sidat tetap dipanggil atau sering disebut belut bertelinga.
Ikan sidat berkembang biak di dua jenis perairan, yaitu air tawar dan air laut. Telur-telur bakal calon ikan sidat, akan dikeluarkan oleh induknya di lautan. Kemudian setelah menjadi glass eel (ikan sidat transparan tanpa pigmen), ikan sidat akan mulai berimigrasi ke air tawar. Ketika di air tawar, fase glass eel akan berubah menjadi yellow eel di mana pigmen ikan mulai terbentuk. Selanjutnya, ikan sidat akan memasuki fase grey eel, yang mana ikan akan kembali berimigrasi ke air laut untuk kemudian menuju fase dewasa. Perlu diketahui bahwa sidat dewasa hanya akan memijah sekali seumur hidup, dan sesaat setelahnya ikan akan mati.
Sesaat Setelah Berkembang Biak, Ikan Sidat Dewasa Akan Mati
Pijah ikan sidat yaitu proses melepaskan telur dan sperma untuk pembuahan hanya terjadi sekali seumur hidup. Populasi ikan sidat walaupun belum langka, namun jika perdagangannya tidak dikendalikan maka bisa membuat jenis ikan ini masuk kategori terancam punah.
Di sisi lain, Indonesia menjadi salah satu pemasok ikan sidat terbesar di negara-negara Asia Timur. Tingginya minat masyarakat mancanegara terhadap ikan sidat menyebabkan lajunya perdagangan tidak seimbang dengan perkembangbiakan ikan sidat. Hal ini ditandai dengan menurunnya populasi ikan sidat di perairan Indonesia.
Dalam merespon situasi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang terkandung pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 80/KEPMEN-KP/2020 Tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Untuk mencegah terjadinya kepunahan dan krisis hidup ikan sidat khususnya di perairan Indonesia.
Isi dari peraturan tersebut di antaranya berisi larangan penangkapan ikan sidat pada fase glass eel setiap bulan gelap yakni pada tanggal 27–28 Hijriah. Hal lain yang diatur dalam Keputusan Menteri tersebut adalah larangan penangkapan sepanjang waktu pada ikan sidat jenis Anguilla bicolor dan Anguilla interioris yang memiliki berat di atas 2 kilogram. Kemudian, ikan sidat jenis Anguilla marmorata dan Anguilla celebesensis dewasa juga termasuk dalam daftar jenis ikan sidat yang dilarang untuk ditangkap.
Selain peraturan di atas, terdapat pula kebijakan yang mengatur tentang larangan membawa benih ikan sidat keluar dari wilayah Indonesia. Kebijakan ini terkandung dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.19/MEN/2012.
Ikan Sidat Masuk Kategori Apendiks II
Berdasarkan keterangan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti yang dilansir dari Tempo.co pada 4 Maret 2021, jenis ikan sidat sudah termasuk Apendiks Kedua dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora.
CITES merupakan perjanjian internasional tentang perdagangan jenis-jenis flora dan fauna yang terancam punah. Tujuannya adalah untuk menjaga dan melindungi serta mencegah kepunahan flora dan fauna di muka bumi yang salah satunya disebabkan oleh perdagangan internasional. Sehingga sistem ini diciptakan untuk mengendalikan perdagangan internasional yang tak terbatas tersebut agar kelangsungan hidup flora dan fauna tetap lestari.
CITES terdiri dari 3 kelompok berdasarkan kelangkaannya, yaitu:
Apendiks I tentang spesies satwa dan tumbuhan liar yang sudah sangat langka sehingga dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional
Apendiks II tentang spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi akan terancam punah apabila perdaganganya tidak dikendalikan.
Apendiks III tentang spesies satwa dan tumbuhan liar yang dilindungi suatu Negara tertentu karena kondisi populasi di negara tersebut terancam.
Dalam wawancaranya bersama Tempo.co, Susi berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat menjaga agar ikan sidat tidak mengalami kepunahan.

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
