Tersisa 50 Ekor, Gajah Sumatera Kini Makin Terdesak di Habitatnya

Gardaanimalia.com - Konsorsium Bentang Alam Sebelat sebut populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) di Bengkulu kini hanya tersisa 50 ekor, Kamis (24/2).
"Populasi gajah di Bengkulu saat ini ada 50 ekor. Kawanan ini terpencar di beberapa kawasan hutan. Dalam 15 tahun terakhir, sekitar 19 ekor mati," ungkap Ali Akbar, Penanggung jawab Konsorsium Bentang Alam Sebelat.
Kematian satwa dilindungi tersebut, menurut Ali tidak terjadi secara alami. Di antara penyebab kematiannya ialah dikarenakan satwa itu diracun, ditembak, dan diburu.
Tak hanya itu, berdasarkan analisis Konsorsium Bentang Alam Seblat, kasus-kasus kematian satwa endemik Sumatera tersebut diakibatkan masih dominannya stigma bahwa gajah adalah hama.
Pandangan ini kemudian menjadi alasan utama bagi para pemangku perkebunan untuk membunuh kawanan satwa langka yang berhabitat di Pulau Sumatera tersebut.
Akibatnya, jelas Ali, kawanan gajah yang hidup di Bentang Alam Seblat terpencar menjadi kelompok kecil, yang mana itu berpengaruh pada terjadinya perkawinan satwa yang dekat pertalian darah (inbreeding).
"Kondisi ini memicu turunnya fungsi genetik gajah yang kemudian bermuara pada cepatnya laju kepunahan gajah di Bengkulu," lanjutnya.
https://youtu.be/WI6hLyHK1Rw
Sejak 2018, ujarnya, pemerintah telah menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera seluas 29 ribu hektare di Bengkulu.
Kawasan tersebut meliputi Hutan Produksi (HP) Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, dan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.
Lalu, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan sebagian konsesi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.
Akan tetapi, Ali menyebut bahwa koridor yang sudah diproyeksikan sebagai jalur satwa nyatanya terus mengalami kerentanan dengan berbagai ancaman yang ada.
Seperti perambahan, pembalakan, aktivitas perkebunan sawit skala besar, hingga pertambangan batu bara yang membuat jalur penghubung itu terus tergerus dan memperbesar ancaman kematian satwa dilindungi tersebut.
Konsorsium Bentang Alam Seblat yang merupakan kerja kolaboratif tiga lembaga nonpemerintah sejak 2021, yakni Yayasan Kanopi Indonesia, Yayasan Genesis, dan Lingkar Inisiatif menemukan bahwa kondisi ini disebabkan oleh lemahnya pengawasan negara terhadap kawasan yang akan dijadikan koridor tersebut.
"Implikasi dari inilah yang kini membuat 'benteng terakhir' gajah sumatera kini makin terdesak," ungkap Ali.
Dalam melakukan penyelamatan populasi dan perlindungan terhadap habitat satwa langka tersebut, Ali ingin penegak hukum mendukung upaya ini dengan memberikan efek jera terhadap orang yang melakukan pelanggaran.
"Penegak hukum harus memberikan sanksi tegas kepada para pihak yang merambah ataupun melakukan pembalakan liar di kawasan hutan yang menjadi habitat gajah sumatera," ujarnya.
Berdasarkan temuan lapangan, ia menyebut bahwa pihaknya mengetahui beberapa praktik pembukaan kawasan hutan justru difasilitasi oleh aparat desa, oknum di pemangku kawasan, dan warga yang memiliki modal.
"Jika ini dibiarkan berlarut, konflik antara gajah dan manusia akan semakin sering bermunculan. Pastinya, akan menimbulkan korban di kedua belah pihak," imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah mesti segera menetapkan koridor penghubung bagi satwa dilindungi tersebut. Karena hal itu akan membantu proses penyelamatan gajah sumatera.
"Tanpa koridor, habitat yang selama ini sudah menyempit akibat aktivitas manusia dan industri perkebunan ataupun pertambangan akan semakin tergerus dan memicu kematian gajah di Bengkulu semakin cepat," tutup Ali.

Gajah Mati di Sawah Warga, Kabel Listrik Ditemukan di Sekitar Lokasi
11/04/25
Bangkai Gajah Ditemukan di Perbatasan Kebun Sawit dan TN Gunung Leuser
07/04/25
Belasan Gajah Liar Masuk Sawah, Warga Berharap ada Solusi
25/03/25
Jual Sepatu sekaligus Pipa Rokok Gading Gajah, FS Diringkus Polisi
13/03/25
Bayi Gajah yang Tersesat di Kebun Sawit Dievakuasi ke PLG Minas
11/03/25
Harapan Baru, Gajah Septi Lahirkan Anak dalam Kondisi Sehat
20/02/25
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
