Trenggiling, Satu Langkah Menuju Kepunahan

Gardaanimalia.com - Ciiiiittt! Suara rem mobil mendadak membangunkan Alya dari tidurnya. Alya yang saat itu masih berusia 14 tahun dan bersekolah di salah satu sekolah asrama di kota tetangga dalam perjalanan menuju rumahnya.
Desember adalah bulan di mana anak-anak di sekolah Alya selalu pulang ke rumah untuk menikmati liburan akhir semester. Sama seperti yang dilakukan oleh Alya saat ini.
“Kenapa berhenti mendadak Pak? Ada apa?,” tanya Alya kepada sang supir taksi.
“Ada binatang nyebrang Dik, bapak periksa dulu ya,” jawab si bapak sembari mencari payung karena di luar sedang hujan lebat.
Perjalanan dari sekolah asrama ke rumah Alya memang cukup jauh. Harus menempuh waktu sekitar 8 jam dan melewati hutan.
Alya hanya duduk dan memicingkan mata berusaha melihat hewan yang sedang diperiksa oleh si bapak melalui kaca dashboard mobil.
Maklum, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam dan hujan lebat cukup membuat Alya kesusahan untuk mengikuti gerak-gerik si bapak.
“Hmm, bersisik dan berbentuk seperti bola. Lah, kakinya mana? Kok lucu?,” gumam Alya.
Tidak lama kemudian si bapak tergesa-gesa mengambil karung dan memasukkan hewan tersebut ke karung. Setelah itu menaruhnya ke bagasi mobil.
“Loh, kenapa dibawa pak? Apa gak bahaya?,” kejar Alya.
“Gapapa dik, itu mahal. Mau bapak jual. Lumayan, hehe,” tutur si Bapak.
Alya pun terdiam dan melanjutkan tidurnya.
Tanpa Alya tahu bahwa mungkin saja saat itu adalah kesempatan terakhirnya melihat trenggiling di alam liar.
Karena berdasarkan data yang diperoleh dari Wildlife Conservation Society, sebanyak 26 ribu ekor trenggiling (Manis javanica) diselundupkan dari Indonesia ke China dalam 10 tahun terakhir.
Tidak mengherankan, sebab trenggiling adalah mamalia yang paling banyak diperdagangkan secara ilegal di dunia.
Baru-baru ini misalnya, pada 20 oktober lalu, KLHK berhasil menggagalkan perdagangan sisik 140 ekor trenggiling di Kalimantan Barat.
Pelaku dibekuk oleh aparat setempat setelah petugas Gakkum KLHK mengumpulkan informasi dan melakukan proses intelijen.
Barang bukti yang diamankan dalam kasus tersebut yaitu berupa 14 kg sisik trenggiling yang disimpan di dalam karung putih, satu unit sepeda motor dan dua ponsel.
Kasus itu terjadi belum genap sebulan setelah Polda dan BKSDA Jambi menangkap dua pelaku penjual sisik trenggiling seberat 8,2 kg.
Di mana diketahui bahwa salah satu faktor penyebab tingginya perdagangan ilegal trenggiling yaitu karena adanya permintaan pasar, dan rendahnya pemahaman terhadap nilai atau arti penting satwa liar yang dilindungi.
Oleh karena itu, mari kita mengenal satwa yang punya julukan mamalia jutaan dollar ini.
Makna Nama Manis Javanica
Manis javanica memiliki sejarah nama yang cukup unik. Manis berasal dari kata Manes yang berarti hantu dalam bahasa latin. Hal ini disebabkan karena pada saat ditemukan dan diidentifikasi, trenggiling masih dianggap aneh dan menyeramkan.
Sedangkan Javanica berarti Pulau Jawa. Meskipun demikian, sebaran trenggiling cukup luas meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Kepulauan Nusa Tenggara.
Selangkah Menuju Punah
Berdasarkan data dari IUCN Red List, trenggiling berstatus kritis (CR), selangkah lagi menuju kepunahan. Populasinya turun 80% selama 21 tahun terakhir. Penurunan drastis ini karena perburuan.
Bagas Dwi Nugrahanto, Manager Friends of The National Parks Foundation (FNPF) Borneo, mengatakan bahwa Kalimantan memiliki puluhan spesies satwa yang dilindungi.
"Mulai dari orang utan, beruang madu, macan dahan, juga ragam spesies burung dan trenggiling," ujarnya, Jumat (5/3/2021) dilansir dari Kompas.com.
Perdagangan satwa ilegal di Kalimantan terus terjadi dan menjadi momok menakutkan bagi keberlangsungan satwa dilindungi. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah perburuan dan perdagangan satwa liar trenggiling.
Menurut data FNPF selama tiga tahun terakhir, ada 60.624 ekor trenggiling yang berhasil diamankan dari perdagangan ilegal di Kalimantan.
Data tersebut terkumpul dari lima provinsi, yaitu: Kalimantan Barat 16.128 ekor trenggiling; Kalimantan Tengah 9.324 ekor trenggiling; Kalimantan Selatan 3600 ekor trenggiling; Kalimantan Timur 12.600 ekor trenggiling; Kalimantan Utara 18.972 ekor trenggiling.
Morfologi
Adapun morfologi trenggiling adalah sebagai berikut:
Bagian kepala trenggiling (Manis javanica) lebih panjang daripada trenggiling Tiongkok dan Filipina. Ia memiliki cakar depan, kemudian bagian belakang juga memiliki bentuk dan ukuran yang mirip.
Ekornya dapat memegang sempurna; telinga luar berbentuk sempurna; sisik membesar bertahap di belakang telinga; warna kulit lebih terang daripada sisik; memiliki rambut yang tegak di antara sisik; terdapat 28-32 sisik membujur di kepala dan badan; panjang badan trenggiling dewasa berkisar antara 40-65 cm; panjang ekor 35-57 cm.
Trenggiling adalah hewan nokturnal atau menghabiskan waktunya untuk beraktivitas malam hari. Pada siang hari, hewan ini tidur di dalam liang-liang bawah tanah atau pada lubang pohon yang menempel pada tanah.
Pakan alami trenggiling adalah semut dan rayap yang kerap bersarang di bawah tanah. Untuk memperoleh pakannya, trenggiling memanfaatkan cakarnya untuk menggali tanah.
Aktivitas ini tentu memberi dampak bagus bagi keseimbangan ekosistem karena penggalian tersebut, tanah di hutan akan menjadi gembur. Selain itu, rayap yang sering menggerogoti pepohonan juga akan berkurang sehingga regenerasi ratusan pepohonan akan terjaga.
Trenggiling menjadi hewan dengan status perdagangan ilegal tertinggi di dunia dan selangkah lagi menuju kepunahan.
Kelangsungan hidup spesies ini sepenuhnya berada dalam keputusan manusia. Karena aktivitas perburuan dan perdagangan ilegal yang dilakukan oleh manusia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keberlangsungan hidup trenggiling terancam.
Namun kita perlu menyadari bahwa manusia dan trenggiling adalah makhluk hidup yang memiliki keterikatan dan saling bergantung untuk memenuhi keseimbangan ekosistem di muka bumi ini.

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
09/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
06/05/25
Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan
02/05/25
Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI
02/05/25
Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka
28/04/25
Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan
26/04/25
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
