Menjarah
Menjarah
Menjarah
Investigasi

Bagaimana Jejaring Pemburu Burung Langka Bekerja

2107
×

Bagaimana Jejaring Pemburu Burung Langka Bekerja

Share this article
Sonny Sapulete saat berada di hutan keluarga. | Foto: Muhammad Jaya
Sonny Sapulete saat berada di hutan keluarga. | Foto: Muhammad Jaya

Gardaanimalia.com – Raihan Waleuru terlihat piawai membuat jerat tali berserat sintetis. Jemari tangannya lincah menganyam simpul untuk membentuk lubang. Lelaki 27 tahun itu lalu mengambil potongan kayu dari teras rumah kebunnya dan mencontohkan cara jerat dipasang.

“Tali nilon ini bernomor 80, untuk menjerat burung betet,” ujarnya kepada Tirto, Selasa (19/9).

pariwara
usap untuk melanjutkan

Raihan sejatinya petani. “Memanen” betet semacam selingan untuk tambahan penghasilan. Dia biasanya menjerat betet di pohon bintangur dan ketapang. Dari rumah kebun, pepohanan itu berjarak 500 meter di hutan pantai Batu Mari, Negeri Tamilouw, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah.

Musim menjerat Psittacula alexandria, nama ilmiah betet, antara April-Mei. Saat itu sehari Raihan bisa mendapat 2-3 ekor. Per ekor harganya Rp500 ribu—sebelumnya Rp250 ribu. “Dibeli Bapa Uceng,” ungkapnya. Uceng adalah nama karib Husein Said, salah satu pengepul paruh bengkok ternama di Pulau Seram.

Pemasok burung kepada Husein bukan hanya Raihan. Ada pula Bahudin Hayoto. Dengan Husein, Bahudin sudah berkongsi sejak 2011. Yang ia jual di antaranya kakatua maluku (Salmon-crested cockatoo) dan nuri kepala hitam (Lorius domicella).

Pada Juni 2022 lalu, Husein–melalui kaki tangannya, Iksan Pattimura–membeli 3 kakatua maluku darinya. Per ekor dilego Rp700 ribu.

Saat itu Iksan datang malam hari, mengemudi mobil Toyota Avanza berkelir merah tua. Entah mobil siapa, karena Husein kerap berganti mobil. Cara itu untuk menghindari petugas Balai Taman Nasional Manusela, Resort Saunolu, yang berjarak 3 km dari Negeri Yaputih, Kecamatan Tehoru, tempat tinggal Bahudin.

Kaki tangan Husein lainnya adalah La Udin. Perannya sama persis dengan Ikhsan.

Nama La Udin dan Iksan tersohor sebagai anak buah Husein di kalangan pemburu yang mendiami negeri-negeri Kecamatan Amahai, Tehoru dan Telutih. Belakangan, La Udin dan Iksan, disebut tidak lagi bekerja untuk Husein.

Baik La Udin maupun Iksan membawa burung itu ke rumah Husein, tempat penampung terakhir di Negeri Tumalehu, Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Dari rumah Husein, burung-burung itu diselundupkan ke Ambon.

Jumat malam, 6 Agustus 2022, Tirto mendatangi rumahnya. Melewati pagar pekarangan, Tirto disambut kicauan burung yang bersahutan. Salah satu kandang itu, sepanjang 1 meter, terisi nuri maluku (Eos bornea) dan perkici pelangi (Trichoglossus haematodus). Kandang diletakan di samping beranda menuju pintu utama masuk rumah.

Menurut Bahudin, Husein bisa menampung banyak burung. “Kalau Bapa Uceng, burung sebanyak apapun dibeli,” kata Bahudin. Burung-burung itu dibeli Rp50-100 ribu per ekor.

Meski kerap menjual kepada Husein, Bahudin mengatakan, aktivitas berburu hanya musiman menunggu durian berbuah, tak rutin lagi seperti pada 1990-an. Ketika itu ia bisa di hutan seminggu.

Kala itu, hasil buruan dijual ke Wa Sia, warga Desa Lafa. Dari sana dibawa ke Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku. Para pemburu waktu itu, disebut Bahudin, tersebar di Negeri Peliana, Saunolu, Lafa, Dusun Suplesi, Mahu, dan Saptamarga. Penelusuran Tirto Juli-Agustus 2022 menemukan, pemburu yang mendiami Negeri Yaputih, Moso, Telutih Baru dan Lafa di Kecamatan Tehoru dan Telutih masih aktif berburu.

Sebelumnya, Burung Indonesia bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Maluku dan Balai Taman Nasional Manusela pada 2011 sudah mengkaji negeri-negeri di Maluku Tengah yang menjadi sumber perdagangan burung paruh bengkok. Benny Aladin, pegiat Maluku Islands Acting Coordinator-Burung Indonesia mengatakan, survei digelar di 27 negeri di Kabupaten Maluku Tengah.”14 negeri teridentifikasi sebagai sumber penangkapan burung paruh bengkok,” ungkapnya.

Merujuk survei itu, 14 negeri tersebut yaitu Negeri Tamilouw, Yaputih, Moso, Telutih Baru, Laimu, Maneoratu, Lafa, Wolu, Yamalatu, Horale, Huaulu, Manusela, Pasahari, dan Sariputih.

Dari 14 negeri, 4 negeri merupakan wilayah penyangga taman nasional, yakni Manusela, Yaputih, Moso, Huaulu dan Manusela. Luas kawasan konservasi di sana 174.545 ha—gabungan cagar alam Wae Nua dan Wae Mual. Hutannya membentang di tiga kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah.

Namun Negeri Horale adalah kantong utama para pemburu. Mereka berburu sampai Negeri Latea dan separuh kawasan hutan Kecamatan Seram Utara. Targetnya; nuri maluku, nuri kepala hitam, betet kepala besar dan kakatua maluku.

Kakatua maluku paling diincar. Alasannya, harga jualnya tinggi dan burung ini pendiam sehingga mudah dibawa. Selanjutnya yang juga jadi incaran adalah nuri kepala hitam.

Untuk transaksi, pemburu dan pengepul melakukannya di kawasan konsesi HPH hingga kandang ternak sapi. Tempatnya kerap berpindah-pindah. Bila situasi genting, biasanya mereka akan menerobos sungai ke Negeri Lisabata.

Pengepul mudah menggerakkan pemburu karena mereka memberi panjar sebelum berburu. Uang itu dipakai membeli makanan, rokok, dan keperluan berburu. Bagi pengepul, modus ini dilakukan agar pemburu tetap bekerja memenuhi pesanan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Dari Pulau Seram, burung hasil perburuan itu diselundupkan ke Ambon. Dari Ambon kemudian disebar ke Makassar, Manado, Batam, Surabaya, Jakarta, hingga Singapura dan Filipina. Moda transportasinya mini bus dan kapal laut.

Seorang petani. | Foto: Muhammad Jaya
Seorang petani. | Foto: Muhammad Jaya

***

David Suakalune, pegiat di Komunitas Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan Balai Taman Nasional, Kantor Resort Masihulan, bercerita pernah memergoki mobil pengepul mengangkut perkici merah pada akhir 2011 lalu. Lokasinya berada di rumah kebun Jalan Lintas Negeri Horale. “Melihat saya, mobil itu bergerak masuk ke kampung,” kenangnya. Dari perawakannya, pengepul itu diduga Husein. Ini dibenarkan pula oleh petugas resort setempat.

Selain di wilayah Masihulan, Husein disebut mengepul burung dari pemburu di Negeri Nakupia dan Kilo 12. Ia membeli perkici dan kakatua maluku di dua wilayah yang masuk Kecamatan TNS dan Amahai ini.

Seorang mantan pengepul mengatakan, selain Husen ada pengepul lainnya, yakni warga Negeri Tumalehu dan mantan pecatan tentara. “(Dia) aktif beli burung pemburu di Pulau Seram,” katanya.

Husein membantah menjadi pengepul burung pemburu. Dia mengaku jual-beli burung peliharaan bukan hasil perburuan. Alasannya, burung dari alam seperti nuri, sejenisnya tidak bisa diperdagangkan. “Dengan cara apapun seng (tidak) bisa,” ujarnya berdialeg Maluku, ketika ditemui pada Sabtu, 7 Agustus 2022.

Ia bercerita, usaha utamanya adalah jual beli ikan dan kayu dari lahan milik warga. “Saya membantu kesusahan masyarakat,” katanya. Mayoritas warga menjual burung dan kayu untuk mencukupi biaya kuliah anak maupun kehidupan sehari-hari.

Namun, pada 17 Desember 2021, 58 nuri maluku dan 6 perkici pelangi disita dari rumah Husein. Penyitaan hasil temuan tim patroli itu dibenarkan Meity Pattipawaej, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Masohi-BKSDA Maluku.

Meity menyatakan, pihaknya rutin berpatroli memantau peredaran tumbuhan dan satwa liar di Pulau Seram yang terdiri dari tiga kabupaten ini. Bila ada warga kedapatan menampung burung, ujarnya, awalnya warga itu dibina. Burungnya disita. Apabila masih berulang diproses hukum.

Upaya demikian, kata dia, untuk mengelimir perdagangan. Cara lainnya, pihaknya menemui masyarakat dan melakukan sosialiasi tentang perlindungan satwa. “Akhirnya masyarakat sadar, menyerahkan burung,” katanya.

Data BKSDA Maluku mencatat periode Januari 2018-Juni 2022, burung yang diselamatkan berjumlah 4.376 ekor. Burung ini berasal dari sitaan, temuan, dan penyerahan yang berasal dari Kepulauan Maluku, Maluku Utara. Para pemiliknya ada yang dibina dan diproses hukum.

***

Untuk menelusuri jejak pemburu dan pengepul, Tirto dihubungkan dengan seorang warga Negeri Huaulu, Kecamatan Seram Utara. Warga itu mengatakan, pada Juni 2022, seorang pengepul membeli 6 kakatua maluku tangkapan pemburu Negeri Roho. “Pemburu Negeri Kanike, Huaulu, Solomena dan Manusela juga terafiliasi dengan pengepul tersebut. Mereka berburu dalam kawasan dan pepohonan sepanjang bibir sungai Sapalewa,” ujarnya.

Pengepul itu membeli kakatua maluku dewasa Rp1 Juta. Harganya melonjak Rp2-3 juta, bila masih anak dan bayi. Kepada warga, pengepul itu mengaku dari Kota Ambon. “Perperawakan tinggi besar, rambut patah mayang,” jelasnya. Sebulan dia datang 4 kali mengangkut burung 10-15 ekor.

Untuk bertemu pengepul, pemburu harus main kucing-kucingan dengan petugas Balai Taman Nasional Manusela, Kantor Resort Huaulu. Dari hutan, pemburu melewati bibir sungai Sapalewa menuju Jalan Trans Seram. Jual beli berlangsung malam hari di Walang—depan jalan masuk Negeri Huaulu.

Pada 2019, Polisi Kehutanan Balai Taman Nasional Manusela, menangkap Syawal Labajia, pengepul burung kakatua maluku Negeri Huaulu dan pemburunya, Brusly Lilimau. Setelah divonis bersalah, keduanya mendekam di bui Rumah Tahanan Masohi. Meski begitu, pemburu negeri-negeri peyangga kawasan konservasi tak jera. Perburuan parung bengkok yang masih masif dibenarkan Dirman Latusinalapotoa.

Aktivis Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan Balai Taman Nasional Manusela, Resort Huaulu itu menyampaikan, tuntutan ekonomi menjadi alasan utama perburuan oleh masyarakat. Untuk mengatasinya, kata Dirman, balai harusnya memberi solusi mata pencaharian pengganti.

Warga menginginkan bibit kakao, pala, dan kayu balsem. Itu yang diutarakan warga Negeri Roho, ketika Dirman menemui mereka. “Perburuan bisa dihentikan bila diberikan bibit,” ucapnya meniru permintaan mereka.”Kalau tidak, kita tetap berburu”.

Padahal spesies tersebut dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Berdasarkan data CITES, kakatua maluku masuk Apendiks I, terancam punah. Burung endemik Maluku lainnya ada di Apendiks II, populasinya kritis, yakni nuri bayan, nuri kepala hitam, perkici pelangi, nuri kalung ungu, dan nuri maluku.

Kepala Balai Taman Nasional Manusela, M Zaidi mengklaim program pemberdayaan untuk mengalihkan mata pencaharian masyarakat rutin diberikan. Yang dilakukan yaitu pelatihan pemandu wisata, mengelola lebah, usaha hutan kayu, hingga diberikan modal usaha.

Namun, Zaidi tidak menampik perburuan masih terjadi. “Hanya kita belum tangkap tangan saat ini,” ungkapnya.

Zaidi menegaskan pihaknya tidak akan mendiamkan perburuan. Segala upaya akan dilakukan agar kawasan tetap aman. Salah satunya, melibatkan aparat TNI-Polri untuk ikut membantu. Kemudian meningkatkan pengawasan oleh personil Balai Taman Nasional Manusela; SPTN Wilayah I Wahai dan Wilayah II Tehoru.

Hingga kini, Balai Taman Nasional Manusela belum melakukan sensus populasi burung paruh bengkok secara menyeluruh dalam kawasan. Berdasarkan catatan menara monitoring Ili dan Waelomatan, terpantau kakatua maluku sejak 2019-2021 berjumlah 147 ekor. Sedangkan nuri kepala hitam dalam kurun tahun tersebut terpantau 64 ekor.

***

Kecamatan Seram Utara Timur Kobi dan Setih, dua kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah, yang berbatas dengan Kabupaten Seram Bagian Timur juga menjadi rumah para pemburu. Tirto mendatangi 2 rumah pemburu di sana, di Negeri Admistratif Sariputih jalur O. Di sini mereka berburu burung campuran setelah diorder pengepul.

Berbeda dengan di tempat lainnya, pemburu yang mendiami Dusun Fatkah Lama, Sabana, Yamatita, dusun pengunungan Negeri Aketernate biasanya membarter nuri kepala hitam dengan sembilan bahan pokok. Hanya sesekali saja burung ini dijual.

Penadahnya, La Uto, sopir mobil truk, menjual burung itu ke Ambon. Untuk mengakali pengawasan petugas, burung 1-2 ekor disembunyikan dalam bak, ditutupi sayur dan barang campuran. Dua kali Tirto mengunjungi kediamannya di Negeri Administrasi Tana Merah, ia selalu tak berada di rumah. Begitu pula nomor handphone tak pernah aktif.

Para pemburu yang ditemui pada Juli – Agustus 2022 mengatakan burung paruh bengkok diburu karena sebagai hama pemakan buah durian, jagung, pisang, dan biji-bijian. Alasan lainnya karena bertani dan melaut tak mencukupi biaya hidup, termasuk untuk menyekolahkan anak. Misalnya Mahfud Tehuayo. Dua anaknya bergelar sarjana karena ditopang hasil memburu.

Mahfud yang berburu sejak 1986 dan berhenti 2018 bercerita, selepas konflik melanda Maluku pada 1999, oknum tentara satuan tugas bawah kendali operasi (Satgas BKO) biasanya memesan burung saat mendekati akhir tugas. Mereka adalah Satgas BKO yang menempati Pos Pengamanan Negeri Yaputih.

“Saya disuruh berburu,” katanya. Saat pergi berburu, Mahfud dan tim 4-8 orang berburu kakatua maluku dan nuri kepala hitam.

Dua satwa dilindungi itu menyebar di hutan lindung Sungai Kawa dan Taman Nasional Manusela bagian Selatan. Perburuan berlangsung seminggu, hingga masuk hutan Negeri Tamilouw, Sepa, dan hulu Sungai Nua.

Untuk menjerat nuri kepala hitam, pemburu membawa burung pemancing. Di ranting pohon yang dipilih, burung diikat. Lalu di sekelilingnya dipenuhi jerat tali nilon yang membentuk simpul berlubang.

Untuk menangkap kakatua maluku, pemburu memanjat pohon Matoa dan Pulaka setinggi 30-50 meter. Di ketinggian itu pemburu memasang jerat atau mengambil burung disarang dengan alat bantu. Untuk memanjat, dulu pemburu menggunakan tali yang dilontarkan dengan katapel ke ketinggian. Yang mutahir besi berbentuk huruf U dipaku pada badan pohon. Menjadi titian.

Modus perburuan lain dengan getah atau lem, jaring, dan menembak. Para pemburu Pulau Seram menggunakan teknik hampir serupa untuk menjerat berbagai jenis burung parot dilindungi.

Buce Makatita, Warga Negeri Masihulan mengatakan, saat aktif berburu 2000-2003, jarang mengandalkan alat bantu. Ia memanjat langsung pohon untuk menaruh jerat dan menangkap burung di sarang.

Selain dijual ke pengepul, kata Buce, banyak pesanan dari okum tentara. “Satgas BKO,” tegasnya. Satgas itu bertugas di pos pengamanan Negeri Sawai, Saka, dan Kota Masohi, Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah.

Di Desa Waimital, Kabupaten Seram Bagian Barat, Minggu, 7 Agustus 2022, Tirto juga mendapati dua Satgas BKO yang diduga menyembunyikan kakatua maluku dalam karung beras.

***

Satwa endemik itu juga ramai diposting di lapak Facebook Burung Paruh Bengkok Ambon. Lini masa grup jual beli ini dipenuhi postingan satwa endemik.

Salah satunya adalah postingan dari akun bernama Jakob. Ia memposting 2 video burung kakatua maluku yang akan dijualnya. Dia mengunggahnya akhir Agustus dan diulangi lagi awal September 2022.

Ia mematok harga Rp4,5 juta. Dalam potongan video berdurasi 47 detik itu terlihat kepintaran burung tersebut. Dan, lokasinya. Tempat pengambilan gambar diduga di Pos Pengamanan Arhanud 11/ Wira Buana Yudha Negeri Nuruwe, Kecamatan Kairatu Barat.

Dikonfirmasi soal ini, Kepala Penerangan Kodam Pattimura, Kolonel ARH Adi Prayogo Choirul Fajar, tak merespon panggilan telepon dan membalas pesan WhatsApp jurnalis Jaringid–media kolaborasi Investigasi Perdagangan Satwa bersama Tirto.

Akun jual beli lainnya atas nama Prajurit Satu Abdul Rahman. Ia juga sering memposting jual beli burung sejak dipantau Juni 2022. Identitasnya terungkap dari aplikasi Getcontact.

Memastikan temuan itu, Tirto mengirim pesan menanyakan stok burung kakatua maluku, Sabtu (18/8). Rahman menjawab, stok tersedia cuma kakatua goliath (Probosciger terrimus). Saat dikonfirmasi, Sabtu (10/9), Rahman berdalih bukan penjual burung. “Nga… Nga… pernah menjual burung, sudah lama tidak,” ujarnya. Meski begitu, ia mengaku hobinya adalah memelihara burung, tapi bukan jenis dilindungi.

Dari aplikasi itu pula ada ditemukan akun Kopral Sigid Priananda. Dalam percakapan WhatsApp, Sabtu (20/8), pemilik akun itu mengaku mayoritas satwa yang ditampungnya asal Pulau Seram. Ia juga mengatakan bisa menyediakan kakatua maluku.

Ia kemudian mengirim video berdurasi 12 detik. Dalam video ini, terlihat nuri bayan terkurung dalam sangkar besi, bukan kakatua maluku, seperti yang dia janjikan.

Berbeda dengan Rahman, Sigid mengatakan soal ia berjualan burung dilindungi adalah fitnah. “Istighfar, isu dari mana,” tanya dia saat dikonfirmasi, Sabtu (10/9). Saat ini, kata Sigid, ia sedang menjalani tugas di pulau terluar. “Saya jengkel, nga.. pernah jual beli burung tapi kenapa nama saya ikut terbawa,” ujarnya.

Kadispen Lantamal IX Ambon, Kapten Laut Masrukin, mengaku kaget ada ada oknum tentara terlibat perdagangan buruk endemik. “Harus dicek dulu, kita belum tahu kondisi di lapangan seperti apa. Butuh data dan fakta,” katanya.

***

Pada Selasa, 7 Agustus 2022, petugas SKW II Masohi-BKSDA Maluku, Resort Bula, menangkap Warjo, penadah burung pemburu Kabupaten Seram Bagian Timur. Dari pria itu, petugas menyita kakatua koki, pipa paralon, dan 6 tanduk rusa (Platycerium).

Wakil Kepala Resort Bula Fadly Sokafuty mengatakan, burung dibeli dari pemburu di Dusun Teon, Kecamatan Teluk Waru. “Harganya Rp700 ribu,” kata Fadly ditemui Tirto, Kamis, 11 Agustus 2022.

Dari pengakuan Warjo diketahui, burung biasanya dijual ke Negeri Tumalehu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Per ekor Rp1 juta. Tapi Fadly mengatakan, Warjo tak membocorkan nama pengepulnya.

Tak hanya di Kecamatan Teluk Waru, kelompok pemburu juga tersebar pada perkampungan pegunungan, Bati Rumbow, Rumoga sampai Kelusi di Seram Bagian Timur. Juga di kawasan Jakarta Baru dan Jembatan Basah, Kecamatan Bula Barat.

Awal Maret 2022, polisi menyita 11 Kakatua Maluku dari mobil mini bus di depan Mapolres Seram Bagian Barat. Burung dibawa tiga warga asal Seram Bagian Timur. Tujuannya Pelabuhan Hatu, Kota Piru.

Seorang mantan pengepul mengatakan, di Seram Bagian Timur, belakangan banyak pemburu baru. Sedangkan untuk Kabupaten Seram Bagian Barat, kata dia, kelompok pemburu berada di Negeri Sakasale dan Warasiwa. Juga di Abio Samit Pasinaru. Bahkan warga di sini kerap melakukan sasi burung. Setelah sasi dibuka, burung ramai-ramai ditangkap.

Benny Aladin, Maluku Islands Acting Coordinator-Burung Indonesia mengatakan, burung paruh bengkok memiliki peran penting untuk ekologi hutan. “Jenis perkici dan nuri membantu penyerbukan, jenis-jenis kakatua penyebar biji,” tegasnya.

Menurut Jika populasi di alam hilang dampak terbesar adalah kepunahan jenis. “Hilangnya jenis satwa liar dalam satu ekosistem hutan akan menggangu kesimbanga alam”.

*Artikel ini merupakan kolaborasi antara Tirtoid, Jaringid, Mongabay Indonesia, Mayungid dan BandungBergerakid dalam program Bela Satwa Project yang diinisiasi Garda Animalia serta Auriga Nusantara.

5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments