Gardaanimalia.com – Hari ini, Rabu (17/2/2021), Pengadilan Negeri Palembang menggelar sidang putusan untuk kasus perdagangan satwa dilindungi. Setelah menjalani lima kali persidangan, Giofani Mega Putri akhirnya dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun enam bulan dan denda Rp 100 juta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp 100 juta, subsider enam bulan,” kata Hakim Ketua, Said Husein.
Majelis juga menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana “telah dengan sengaja memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hukuman tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan sebelumnya. JPU Kejari Palembang, Indah Kumala Dewi, menuntut terdakwa dengan pidana selama tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Pengungkapan Kasus Jual Beli Satwa
Giofani Mega Putri (23) ditangkap di kediamannya di Jalan Pangeran Subekti Rumah Susun, Palembang pada Rabu (28/10/2020). Saat itu Polisi dan Ketua RT setempat yang menggeledah rumah Giofani menemukan empat kucing kuwuk atau kucing hutan yang masih hidup. Kucing hutan yang merupakan satwa dilindungi itu kemudian disita oleh petugas dan dijadikan barang bukti.
Baca juga: Diduga Terperangkap Jerat, Seekor Macan Dahan Terluka
Menurut keterangan yang disampaikan terdakwa, seluruh kucing hutan itu didapatkan dari membeli dari seseorang lewat Facebook. Giofani membeli kucing hutan itu seharga Rp 1.070.000 dan hendak dijual lagi dengan harga Rp 400 ribu per ekor.
Dalam salah satu persidangan terungkap bahwa terdakwa pernah menjual satwa dilindungi lainnya antara lain lutung, elang, dan trenggiling. Terdakwa juga mengakui sudah melakukan tindakan ilegal ini sejak beberapa tahun silam.
“Saya jual beli satwa sudah sejak 2018,” tutur terdakwa dalam persidangan sebelumnya yang dilakukan pada Kamis (28/2/2021).
Menanggapi hal itu, Ratna Surya, Koordinator Advokasi Garda Animalia mengapresiasi putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa. Ia menilai putusan hakim tergolong tinggi terutama di wilayah Sumatera Selatan.
“Kami mengapresiasi kinerja para aparat penegak hukum. Untuk kasus dengan barang bukti kucing hutan, baik tuntutan JPU maupun putusan hakim tergolong tinggi. Data yang dikumpulkan Garda Animalia untuk wilayah Sumatera Selatan rata-rata tuntutan 16 bulan penjara sedangkan putusan 12 bulan penjara sementara untuk kasus ini jauh lebih tinggi daripada itu,” ungkap Ratna.
Ratna menambahkan upaya penguatan penegakan hukum perlu untuk terus dilakukan mengingat angka kejahatan perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia masih terbilang sangat tinggi. Sementara UU Konservasi yang ada masih memiliki banyak celah dan kelemahan. Dengan adanya komitmen yang tegas dari para aparat penegak hukum diharapkan mampu “menambal” kelemahan-kelemahan itu.
“Putusan ini dapat menjadi preseden baik untuk ke depannya. Harapannya putusan-putusan yang tinggi juga diikuti oleh hakim-hakim yang lain dalam memeriksa kasus kejahatan terkait satwa liar. Penegakan hukum yang maksimal merupakan solusi memutus rantai perdagangan ilegal satwa liar,” pungkasnya.
[…] Kucing kuwuk. Foto: Dok. Inaturalist/Forest Jarvis […]