Menjarah
Menjarah
Menjarah
BeritaHukum

Mahasiswa Penjual Owa Siamang Divonis 8 Bulan Penjara

1293
×

Mahasiswa Penjual Owa Siamang Divonis 8 Bulan Penjara

Share this article
Mahasiswa Penjual Owa Siamang Divonis 8 Bulan Penjara
Persidangan untuk kasus penjualan owa siamang. Foto: Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa

Gardaanimalia.com – Pada hari Kamis (3/12/2020) Majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Lampung, akhirnya memberikan putusan untuk kasus perdagangan owa siamang (Symphalangus syndactylus). Pengadilan menyatakan bahwa terdakwa, Fahrizal Syarif (23), terbukti bersalah.

Aslan Aini menjadi Majelis Hakim Ketua dalam persidangan yang diselenggarakan secara daring ini. Ia menyebutkan bahwa terdakwa telah melanggar hukum karena memperdagangkan satwa dilindungi. Sesuai dengan Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 21 ayat (2) huruf a dalam Undang-undang no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

pariwara
usap untuk melanjutkan

“Menjatuhkan pidana penjara selama delapan bulan dan denda Rp 10 juta kententuan kurungan 3 bulan,” ungkap Aslan Aini.

Hukuman tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa. Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kandra Buana menuntut agar Fahrizal mendapat hukuman penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp 10 juta. Atas vonis tersebut, terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Baca Juga: Siamang, Owa Terbesar Bersuara Nyaring

“Hal yang memberatkan ialah perbuatan terdakwa merusak lingkungan dan ekosistem alam,” jelas Ketua Majelis Hakim dalam persidangan.

Sedangkan untuk hal yang meringankan, Aslan Aini menyebutkan bahwa terdakwa mengakui perbuatannya dan sopan selama persidangan berlangsung.

“BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) melepasliarkan barang bukti empat ekor owa siamang,” kata Aslan Aini.

Kasus ini berawal pada bulan Mei 2020. Terdakwa hendak menjual empat ekor owa siamang. Ia mengunggah foto satu owa di laman grup Facebook. Polisi menangkapnya ketika hendak bertransaksi di area parkir Museum Lampung, Selasa (2/6/2020).

Fahrizal yang masih berstatus mahasiswa memasarkan anakan siamang tersebut seharga Rp 1,7 juta per ekor. Sementara burung hantu dihargai Rp 700 ribu per ekornya melalui media sosial Facebook.

Tanggapan Koordinator Hukum dan Advokasi Garda Animalia

Menanggapi putusan Majelis Hakim atas perkara ini, Ratna selaku Koordinator Hukum dan Advokasi Garda Animalia menilai masih sangat jauh dari harapan. Terlebih, pelaku adalah pemain lama dan merupakan salah satu aktor dalam sindikat perdagangan ilegal satwa dilindungi.

“Putusan ini sangat jauh dari harapan. Berdasarkan penelusuran tim Garda Animalia, terdakwa adalah pemasok spesialis primata untuk pedagang-pedagang ilegal yang lain. Dia adalah pemain lama yang telah memperdagangkan puluhan ekor satwa dilindungi. Sayangnya, rekam jejak perdagangan oleh pelaku tidak dijadikan dasar pertimbangan dalam memutus perkara,” papar Ratna.

Lebih lanjut Ratna menyampaikan keresahannya berkaitan dengan penegakan hukum atas kejahatan perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia. “Putusan pengadilan yang cenderung rendah membuat para pelaku tidak jera menjalankan bisnis gelap ini. Dampaknya harapan memutus rantai perdagangan ilegal menjadi semakin jauh dari kenyataan,” pungkasnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments