Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

Konsumsi Satwa Eksotis Berisiko Picu Zoonosis dan Pandemi

3785
×

Konsumsi Satwa Eksotis Berisiko Picu Zoonosis dan Pandemi

Share this article
zoonosis
zoonosis
anjing hidup
anjing
Pasar ekstrem yang menjual berbagai satwa liar untuk konsumsi. | Foto: Garda Animalia
Pasar ekstrem yang menjual berbagai satwa liar untuk konsumsi. | Foto: Garda Animalia

Gardaanimalia.com – SARS, flu babi, ebola, dan pandemi COVID-19 merupakan beberapa contoh dari sekian banyak wabah yang muncul akibat dari zoonosis.

Zoonosis sendiri merupakan istilah yang mengacu kepada perpindahan patogen penyebab penyakit (seperti virus dan bakteri) dari hewan ke manusia.

Asal mula kemunculan COVID-19 misalnya, diduga berasal dari kelelawar yang diperdagangkan di pasar hewan di Wuhan, Cina.

Selain itu, flu babi juga merupakan zoonosis yang disebabkan oleh virus H1N1 yang berasal dari peternakan babi di Meksiko pada 2009.[1]Grima, Calandra. Zoonosis and the next pandemic: why hindsight must be 2020.https://blogs.unimelb.edu.au/science-communication/2021/06/23/zoonosis-and-the-next-pandemic-why-hindsight-must-be-2020/ . … Continue reading

Laporan UNEP yang diterbitkan di tahun 2020 menyatakan bahwa 60 persen dari penyakit infeksi yang terjadi pada manusia diperkirakan berasal dari hewan.[2]United Nations Environment Programme. Preventing The Next Pandemic: Zoonotic diseases and how to break the chain of transmission. 2020. Hlm 11.

Selain itu, dari sekitar 30 patogen baru yang terdeteksi pada manusia selama tiga dekade terakhir, 75 persen di antaranya diduga merupakan hasil perpindahan dari hewan ke manusia.

Mewabahnya zoonosis disebabkan oleh interaksi antara manusia dan hewan dalam berbagai konteks, mulai dari peternakan hewan, hingga perdagangan satwa liar. Aktivitas manusia yang merambah habitat satwa liar dan merusak keseimbangan ekosistem tak luput menjadi sebabnya.[3]The Lancet. Zoonoses: beyond the human-animal-environment interface. July 04, 2020. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)31486-0

Infografik soal zoonosis (penularan penyakit dari hewan ke manusia).| Foto: Proveg
Infografik soal zoonosis (penularan penyakit dari hewan ke manusia).| Foto: Proveg

Pendekatan One Health: Cegah Zoonosis dan Pandemi Selanjutnya

Dalam upaya merespons wabah zoonosis dan mencegah munculnya pandemi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusung suatu pendekatan bernama One Health.

Pendekatan ini adalah pendekatan holistis yang mempertimbangkan kompleksitas dan keterhubungan antara semua spesies makhluk hidup dan lingkungan.

Oleh karena itu, tiga aspek kesehatan-kesehatan ekosistem, hewan, serta manusia–harus diperlakukan sebagai satu kesatuan dan bukan sebagai sesuatu yang terpisah.

One Health mencakup upaya identifikasi sumber dan risiko zoonosis, pencegahan perpindahan wabah dari hewan ke manusia, serta upaya mitigasi dan manajemen respons yang harus diterapkan.

Upaya untuk mengurangi risiko zoonosis pada prinsipnya, yaitu dengan memperbaiki cara kita berinteraksi dengan hewan. Misalnya, perumusan hukum untuk mencegah pengembangbiakan antarspesies hewan dan meningkatkan standarisasi kesehatan hewan di peternakan.

Peningkatan standarisasi kesehatan hewan di peternakan, contohnya, dengan tidak menempatkan hewan dalam kandang yang terlalu sempit atau dengan kepadatan populasi yang tinggi.

Tak hanya itu, bisa diterapkan pula SOP yang ketat dalam penanganan dan pengobatan hewan, serta penertiban perdagangan satwa liar.[4]Ibid

Pasar Hewan Eksotis Jadi ‘Hotspot’ Zoonosis

Pertama-tama, perlu diketahui perbedaan antara pasar hewan eksotis (wildlife market) dengan pasar tradisional (wet market) yang menjual bahan makanan segar. Pasar hewan yang dimaksud di sini adalah pasar yang menjual spesies satwa eksotis dan ada pula yang dilindungi.

Dari beberapa pengertian, satwa eksotis adalah yang tak biasa dipelihara, bukan satwa domestik pada umumnya seperti anjing atau kucing. Istilah tersebut dapat pula berarti satwa liar yang dengan sengaja diangkut keluar dari habitatnya.[5]Memelihara Satwa Eksotis https://nationalgeographic.grid.id/read/13278789/memelihara-satwa-eksotis?page=all

Selain virus COVID-19, pasar hewan tercatat sebagai penyebab dari kemunculan pandemi-pandemi terdahulu. Di Hong Kong misalnya, pasar unggas menjadi penyebab merebaknya 18 kasus flu burung yang memakan enam korban.

Kemudian pada 2003, pasar hewan di Shenzhen, Cina menjadi dalang dari wabah SARS akibat perdagangan musang palem himalaya.[6]Sentient Media. Wet Markets and the Risk of Transmitting Zoonotic Diseases. May 14, 2020. https://sentientmedia.org/wet-markets-zoonotic-diseases/. Diakses tanggal 27 Mei 2023

Konsumsi Daging Hewan Eksotis Miliki Risiko Zoonosis

Pasar Tomohon di Kota Tomohon yang terkenal akan kuliner ekstremnya. | Foto: Garda Animalia
Pasar Tomohon di Kota Tomohon yang terkenal akan kuliner ekstremnya. | Foto: Garda Animalia

Perdagangan dan konsumsi satwa eksotis tidak hanya mencakup spesies yang dilindungi. Namun, juga hewan-hewan lain yang diperjualbelikan di luar peternakan konvensional, seperti kucing, anjing, dan kelelawar.

Di Indonesia sendiri, salah satu pasar hewan eksotis yang cukup terkenal adalah Pasar Tomohon yang terletak di Provinsi Sulawesi Utara.

Pasar Tomohon digadang sebagai salah satu pusat dari kuliner ekstrem yang menyajikan daging dari beragam spesies hewan, mulai dari anjing, kucing, biawak, ular, kelelawar, monyet, serta tikus hutan.

Adapun pasokan daging satwa ini datang dari berbagai daerah. Melansir dari BBC, pada 2017, sebanyak 38 persen daging kelelawar hitam di Pasar Tomohon berasal dari Sulawesi Selatan.

Sementara itu, 56 persennya berasal dari provinsi lain di Sulawesi, serta 6 persen sisanya bersumber dari Kalimantan.[7]Diah, Femi. 7 Fakta Pasar Tomohon yang Masuk Wildlife Photography of the Year. 3 September 2020. … Continue reading

Pasar Tomohon juga pernah diprotes oleh komunitas pencinta hewan karena menjual daging anjing dan kucing. Salah satu argumennya adalah karena anjing dan kucing adalah hewan peliharaan, bukan hewan yang dikonsumsi.

Meskipun alasan ini terdengar subjektif dan tidak berbasis data, ada alasan kuat kenapa perdagangan satwa yang tak lazim untuk konsumsi dinilai tak hanya kurang etis, tapi juga berisiko tinggi.

Salah satunya adalah berisiko tinggi terhadap terjadinya zoonosis. Hal ini bahkan dipicu dari kondisi pasar dan hewan yang jauh dari kata sejahtera.

Mereka sering kali ditempatkan dalam kandang yang sempit dan berdesakkan –sembari menunggu atau bahkan menyaksikan hewan lain dibunuh di depan mereka.

Kondisi demikian tentu akan menyebabkan stres dan dapat memicu produksi hormon kortisol dalam tubuh hewan. Hormon ini diketahui juga terdapat pada manusia.

Dalam kondisi stres, hormon kortisol tersebut akan menghambat sistem imun hewan dalam melawan penyakit yang masuk ke dalam tubuh sehingga satwa menjadi lebih rentan sakit.[8]Sentient Media (n 5).

Kemudian, protokol kesehatannya pun berbeda. Tidak seperti peternakan konvensional yang memiliki SOP dalam penanganan hewannya (seperti protokol kesehatan dan kondisi tempat tinggal satwa), hewan-hewan yang diperdagangkan di pasar hewan tidak melalui proses atau prosedur yang jelas.

Mereka biasanya ditangkap begitu saja dari jalanan (untuk kasus anjing dan kucing), atau dari habitat aslinya (dalam konteks satwa liar). Dalam kasus satwa liar, risikonya bahkan lebih tinggi karena bisa jadi satwa liar tersebut membawa patogen baru yang bisa berpindah ke manusia.

Kondisi hewan hidup yang memprihatinkan di Pasar Tomohon. | Foto: Dog Meat Free Indonesia
Kondisi hewan hidup yang memprihatinkan di Pasar Tomohon. | Foto: Dog Meat Free Indonesia

Maka dari itu, dapat kita lihat bahwa ada korelasi yang cukup kuat antara konsumsi daging hewan eksotis yang berasal dari pasar hewan dengan risiko munculnya zoonosis. Jangankan patogen baru, anjing dan kucing yang terjangkit rabies juga dapat memicu zoonosis.

Terakhir, perlu diakui bahwa menertibkan pasar hewan eksotis seperti di Tomohon akan menimbulkan konsekuensi sosial seperti hilangnya mata pencaharian para pedagangnya.

Oleh karena itu, solusinya perlu dibarengi dengan pertimbangan yang matang dan tidak menyudutkan segelintir pihak. Misalnya, di luar spesies hewan dilindungi, perdagangan satwa eksotis perlu diperketat dalam hal regulasi dan SOP-nya.

Penertiban pasar hewan merupakan satu dari sekian banyak hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaya kita mengurangi risiko zoonosis dan mencegah pandemi serupa COVID di masa depan.

Hal ini juga bisa dimulai dari kesadaran kita sebagai konsumen tentang bahaya dan risiko zoonosis apabila sembarangan mengonsumsi daging hewan.

5 3 votes
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Opini

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia. Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden…