Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Meski Dilindungi, Codot Gigi Kecil Masih Tetap Dikonsumsi di Sulawesi

1779
×

Meski Dilindungi, Codot Gigi Kecil Masih Tetap Dikonsumsi di Sulawesi

Share this article
Meski Dilindungi, Codot Gigi Kecil Masih Tetap Dikonsumsi di Sulawesi
Codot gigi kecil (Neopteryx frosti). Foto: Naturalis Biodiversity Center

Gardaanimalia.comNeopteryx frosti atau codot gigi kecil merupakan satu-satunya spesies dari genus Neopteryx dan merupakan mamalia nokturnal bersayap yang hanya dapat dijumpai di Sulawesi bagian utara dan barat. Hewan ini hidup dalam kelompok. Usia kehamilannya antara tiga sampai enam bulan dan melahirkan satu anak setiap tahunnya. Seperti codot talaud, codot gigi kecil merupakan jenis codot pemakan buah dan memiliki peran sebagai penyebar biji (seed dispersal) bagi ekosistem tempat tinggalnya.

Codot gigi kecil dapat dikenali dari warnanya yang kecoklatan dengan mantel berwarna keputih-putihan. Hewan dilindungi ini memiliki sayap yang posisinya dekat dengan tengah punggung dan tidak memiliki cakar pada jari kedua sayap. Codot jenis ini memiliki garis putih di sepanjang sisi wajah dan hidung sampai dengan alis mata. Untuk panjang lengan bawah dari hewan ini yaitu 104,9 hingga 110,6 milimeter dengan panjang betis 39,7 hingga 45,0 milimeter. Sedangkan, panjang kaki belakang dengan cakarnya kurang lebih 30,2 sampai 33,3 milimeter.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Status Konservasi IUCN dan Ancaman

Sejak tahun 2016, codot gigi kecil masuk dalam kategori spesies yang terancam punah (Endangered) menurut daftar merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature). Di Indonesia, spesies endemik Pulau Sulawesi ini masuk dalam jenis satwa yang dilindungi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P 106/MENLHK/SETJEN?KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Namun, hewan ini tidak terdaftar dalam CITES sehingga tidak ada payung perlindungan untuk perdagangan spesies ini di tingkat internasional.

Baca juga: Kejahatan Terhadap Alam dan Kehidupan Liar Sebagai Tindak Terorisme

Hewan yang biasa menghuni hutan primer pada ketinggian 250 mdpl dan 1.000 mdpl ini diperkirakan memiliki populasi kurang dari 2.500 individu dewasa. Melihat fakta tersebut, diproyeksikan spesies ini mengalami penurunan populasi sebanyak 20 persen selama dua generasi atau 12 tahun. Penyebab utama penurunan populasinya ialah tingginya penebangan kayu dan perluasan lahan pertanian serta perburuan untuk pemanfaatan sebagai konsumsi lokal masyarakat Sulawesi. Hal ini ditandai dari ditemukannya spesies ini di pasar daging hewan liar.

Beberapa pasar tradisional di Sulawesi Utara sebut saja Ibolian, Imadi, dan Dumoga diketahui menjual daging dari spesies ini.[1]Ransaleleh, T.A., Nangoy, M.J., Wahyuni, I., Lomboan, A., Koneri, R., Saputro, S., Pamungkas, J. & Latinne, A.(2019).Identification of Bats on Traditional Market in Dumoga District, North … Continue reading Untuk lokasi yang menjadi tempat perburuan dari mamalia bersayap ini yaitu di sekitar kawasan hutan Nani Warta Bone yang lokasinya berada di perbatasan antara Gorontalo dan Sulawesi Utara. Selain itu, codot gigi kecil juga banyak diburu di kawasan hutan rakyat Gunung Morosi. Namun, diketahui juga dari para pemburu di pasar daging bahwa spesies ini semakin langka dan semakin sulit untuk ditemukan. Spesies ini juga diduga punah di Sulawesi Tengah karena area tersebut telah mengalami gangguan habitat yang tinggi.

0 0 votes
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
FATWA: Orangutan juga merantau! | Ilustrasi: Hasbi Ilman
Edukasi

Gardaaniamlia.com – Garda Animalia mengeluarkan FATWA (Fakta Satwa) pertama. Sebuah seri fakta singkat di dunia persatwaliaran. Yuk, simak!…