Nyalakan Pijar Merah, Mari Observasi Kukang Jawa!

Gardaanimalia.com – Little Fireface Project atau lebih akrab dikenal dengan nama LFP merupakan lembaga amal non-profit yang berdiri pada 2011 berlokasi di Desa Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.
Organisasi ini bergerak di bidang konservasi kukang dan habitatnya.
Terdapat 9 jenis kukang di dunia dengan 7 di antaranya hidup di Indonesia. Tujuh jenis tersebut adalah kukang filipina (Nycticebus menagensis), kukang sunda (Nycticebus coucang), kukang kayan (Nycticebus kayan), kukang bangka (Nycticebus bancanus), kukang kalimantan (Nycticebus borneanus), kukang sumatera (Nycticebus hilleri), dan kukang jawa (Nycticebus javanicus).
Di Desa Cipaganti, kukang yang diamati oleh tim LFP adalah kukang jawa dengan total lebih dari 100 individu sejak 2012.
Tidak hanya kegiatan penelitian, LFP juga melakukan pemberdayaan dan edukasi kepada masyarakat sekitar terkait konservasi kukang. Salah satu kegiatannya adalah mengajukan kurikulum konservasi di platform Merdeka Mengajar.
Sekilas Tentang Kukang Jawa (Nycticebus javanicus)
Kukang jawa merupakan hewan endemik di Pulau Jawa yang memiliki morfologi warna rambut cokelat kemerahan, garis dorsal meluas ke daerah toraks, serta bentuk garpu wajah yang membulat dan berwarna hitam.
Satwa ini hidup di atas pohon, itulah mengapa disebut sebagai satwa arboreal.
Kukang juga mahir memanjat dan bisa bergelantungan di dahan pohon dengan hanya menggunakan kaki depan. Dengan demikian, habitat yang idealnya biasanya terdiri dari vegetasi pohon yang mendukung pergerakan kukang.
Kukang merupakan hewan nokturnal (beraktivitas di malam hari). Pada siang hari, primata ini memilih untuk beristirahat di pohon dan tidur selama 8 sampai 11 jam per harinya.
Salah satu tempat peristirahatan yang disukai kukang adalah pohon bambu. Bambu merupakan habitat kukang yang ideal dan aman karena memiliki batang yang tebal dan berlapis. Batang ini bisa menghalangi cahaya matahari untuk masuk pada saat kukang tidur dengan tetap mempertahankan suhu yang hangat.
Selain itu, bambu juga dapat melindungi kukang dari predator. Biasanya kukang akan menempati pohon bambu di bagian dalam rumpun sehingga tidak mudah terlihat oleh predator dari sisi luar.
Adapun jenis bambu yang biasa mereka tempati adalah bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinacea), bambu tali (Gigantochloa apus) dan bambu temen (Gigantochloa verticillata).
Kukang merupakan exudativorous karena makanan utamanya adalah getah. Mereka memiliki gigi bawah yang tajam untuk mengeruk getah dari pohon. Selain itu, kukang juga memakan nektar bunga, serangga, buah dan vertebrata kecil.
Salah satu keunikan kukang yang tidak dimiliki primata nokturnal arboreal lain, yaitu memiliki bisa (venomous primate) yang dihasilkan dari kelenjar di bagian ketiak.
Ketika merasa terancam, ia akan mengangkat kedua tangannya sehingga mereka dapat lebih mudah mengakses sekresi kelenjar brakialis.
Kukang akan menjilat sekresi kelenjar tersebut untuk digunakan sebagai alat perlawanan atau pertahanan diri. Sayangnya, banyak orang masih mengira racun kukang berada di bagian mulut dan giginya.
Pun kedua tangan yang diangkat seringkali disalahartikan sebagai gestur lucu dan menggemaskan, padahal ini merupakan salah satu bentuk pertahanan dirinya apabila menghadapi ancaman.
Kukang sebagai Satwa Dilindungi
Status kukang jawa menurut IUCN Red List termasuk dalam kategori Critically Endangered (terancam kritis).
Satwa ini juga terdaftar dalam jenis satwa dilindungi Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Aturan dari Permen LHK tersebut diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Meskipun kukang telah dimasukkan dalam kategori Apendiks 1 CITES–yang berarti tidak boleh diperdagangkan–tetapi masih sering ditemukan perdagangan kukang secara ilegal di pasar hewan maupun di daerah-daerah perumahan, bahkan kini via online.
Persiapan Mengamati Kukang
Garda Animalia di kegiatan gathering pada 2023 lalu mengunjungi stasiun riset LFP untuk belajar sekaligus memonitoring kukang di alam.
Sebelum mengamati kukang, tim LFP melakukan perkenalan dasar terkait satwa ini supaya peserta bisa melakukan pengamatan dengan dasar teori yang benar.
Setelah pemaparan materi selesai, peserta yang telah dibagi menjadi tiga kelompok bersiap melakukan pengamatan di jalur yang berbeda-beda.
Masing masing kelompok mempunyai satu asisten lapangan dan satu tracker untuk membantu pencarian kukang.
Saat melakukan pengamatan, salah satu hal penting yang perlu diperhatikan terkait pencahayaan malam yang sebaiknya menggunakan lampu pijar merah.
Hal ini karena kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di belakang retina yang membantu penglihatan kukang di malam hari–tetapi membuatnya sensitif terhadap cahaya.
Para peneliti kemudian menggunakan senter lampu atau sumber cahaya berwarna merah supaya tidak mengganggu aktivitas dan perilaku alamiah kukang.
Proses Observasi Kukang
Proses mengamati kukang di LFP sudah dilakukan dengan bantuan alat teknologi modern sehingga memudahkan tim melakukan pengamatan monitoring rutin. Setiap individu kukang yang diteliti di desa Cipaganti memiliki radio collar di lehernya.
VHF radio collar berfungsi memberi sinyal untuk mengatahui lokasi dari kukang tersebut. Hal ini memungkinkan para peneliti melacak keberadaan individu kukang pada malam hari dan menghemat waktu observasi.
Radio collar juga memudahkan pendataan ukuran wilayah jelajah, pergerakan harian, data perilaku, dan pola makan.
Kalung ini dirancang sedemikian rupa untuk meminimalisir dampak terhadap perubahan perilaku hewan dan memaksimalkan kemampuan deteksi mereka.
Tim peneliti LFP kemudian hanya perlu melacak sinyal VHF pada kukang yang dipasangi collar.
Sementara, tracker berfungsi untuk menangkap sinyal yang diberikan dari radio collar setiap individu kukang. Semakin dekat kukang dengan tracker, maka bunyi sinyal akan semakin keras dan kuat.
Perilaku harian kukang dicatat di tally sheet yang sudah disiapkan dan menggunakan ethogram sebagai acuan perilaku.
Pengamatan dilakukan dari jam 17.00 sampai 05.00 WIB yang dibagi menjadi dua shift berbeda.
Tim peneliti selesai melakukan pengamatan pukul 05.00 WIB. Pada waktu itu, biasanya kukang sudah memasuki pohon tidurnya.
Melindungi Kukang, Melindungi Alam
Kukang memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga rantai makanan. Di antaranya, yaitu sebagai predator dan pengendali hama, serta membantu penyerbukan bunga dan penyebaran tumbuhan di alam–yang bermanfaat juga untuk masyarakat.
Sayangnya, dalam beberapa tahun belakangan, angka populasi kukang diperkirakan menurun karena ancaman yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti hilangnya habitat karena deforestasi, pengalihan lahan hutan, dan pembangunan.
Selain itu, tingkat perburuan dan perdagangan ilegal kukang yang tinggi turut menjadi penyebab penurunan populasi satwa arboreal ini.
Karena itulah, kegiatan yang dilakukan LFP menjadi sangat krusial dalam upaya konservasi kukang dan habitatnya yang masih tersisa.
Tentunya, LFP tidak bisa berjalan sendiri, melainkan harus dibantu oleh kerja sama dan partisipasi dari banyak pihak, mulai dari masyarakat lokal, pihak swasta, dan pemerintah.
Mari jaga habitat dan populasi kukang yang masih tersisa, karena melindungi kukang berarti melindungi alam.

Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi

Beruang Madu di Perbebunan, BKSDA: Itu Habitatnya

Konflik Gajah di Aceh Barat Terulang, Perubahan Habitat Menyulitkan Penghalauan

Akhirnya, Enam Pemburu Badak Jawa Divonis 11 dan 12 Tahun Penjara

Dikirim Tanpa Dokumen, 67 Satwa Diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok

Memisahkan dengan Jelas: Pemeliharaan Satwa Liar Bukan Penyelamatan!

Tiga Orangutan Kelaparan Mencari Makan di Kebun Sawit, BKSDA Lakukan Pemantauan

Harimau yang Masuk Kandang Jebak di Aceh Timur akan Direlokasi

Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Kupang

Relasi Harmonis Gajah-Manusia dalam Sejarah dan Tradisi Budaya di Aceh

Pagar Terbuka! 15 Rusa Timor Berlari Bebas di TN Baluran

Dagangkan Cula Badak dan Gading Gajah, Dua Terdakwa Divonis 4 Tahun

Terjerat Jaring, Lumba-Lumba di Kenjeran Berhasil Kembali ke Laut

Bayi Bekantan Terpisah dari Induk, Diduga karena Habitat Rusak

Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik

Cegah Zoonosis, Pengamatan Tidak Langsung Manfaatkan Ekolokasi Kelelawar Pemakan Serangga

Petugas Amankan 30 Kilogram Sisik Trenggiling di Atas Kapal Cepat

Soa Payung, Kadal dengan Leher Berjumbai yang Unik

Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan

Gajah Betina Berusia 8 Tahun Ditemukan Mati di Aceh Timur
