Menjarah
Menjarah
Menjarah
Investigasi

Para Bajak Satwa Selat Malaka

1801
×

Para Bajak Satwa Selat Malaka

Share this article
Satu individu orangutan yang dipesan Min Hua dari Thomas Di Raider disita petugas di Terminal Bus Kota Binjai, Selasa (1/2/2022). | Foto: Dok. IDN Times
Satu individu orangutan yang dipesan Min Hua dari Thomas Di Raider disita petugas di Terminal Bus Kota Binjai, Selasa (1/2/2022). | Foto: Dok. IDN Times

Gardaanimalia.com – Selat yang memisahkan Indonesia, Malaysia, dan Singapura menjadi jalur penyelundupan internasional satwa dilindungi. Memanfaatkan pantai-pantai sepi.

***

pariwara
usap untuk melanjutkan

“Lin, malam Jumat kita berangkat,” kata Adom kepada Asrin alias Lin melalui telepon. Waktu itu hari Kamis, 12 Desember 2019. Jadi, dalam beberapa jam lagi, mereka akan berangkat. Tujuannya: bertemu Jecsen di Malaysia.

Saat malam tiba, Adom, Asrin, dan seorang sekutu lainnya, Along, bertemu di tempat menambatkan perahu, di anak Sungai Selat Kering, Desa Putri Sembilan, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau. Adom datang sambil membawa ular yang hendak diserahkan kepada Jecsen. Sebelum berangkat, Ia memberikan Asrin Rp2 juta sebagai upah.

Setelah semuanya siap, ketiganya segera berangkat menuju Pantai Port Dickson, Batu 5, Negeri Sembilan, Malaysia. Waktu tempuh dari Rupat Utara sekitar empat jam. Maklum mereka naik perahu cepat.

Di tempat tujuan, Adom menyerahkan ular yang dipesan pria Malaysia itu. Sementara itu, Jecsen memberikan lima kardus untuk dibawa Adom, berisi beberapa anak singa, anak Leopard, dan puluhan ekor kura-kura Indiana star. Asrin dan Along segera memuat kelima kardus tersebut ke perahu. Perahu mereka kemudian kembali ke Rupat Utara, tiba pada Jumat (13 /12/2019) sekitar pukul 11.00 WIB.

Begitu merapat di Rupat, kelima kardus segera beralih ke tangan Yatno alias Yat (53). Warga Desa Koto Tuo Kampar, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Riau, ini memang bertugas menjemput satwa-satwa tersebut untuk dibawa ke Lampung. Upah untuknya sekitar Rp13 juta. Kala itu ia baru menerima Rp5,4 juta. Sisanya akan diserahkan ketika barang telah sampai di tujuan.

Yatno tidak bekerja sendirian. Ia dibantu Safrizal alias Ijal (39), warga Kelurahan Batu Panjang, Kecamatan Rupat Utara. Ijal diberikan upah Rp1,5 juta.

Singkat cerita, satwa tersebut kemudian dibawa dengan mobil dari Rupat Utara menuju Desa Batu Panjang, Kecamatan Rupat Selatan. Dari sana, satwa itu dinaikkan ke speed boat yang disiapkan di pelabuhan tikus, kawasan Rupat Selatan, untuk dibawa ke Pelabuhan Roro Dumai.

Dari pelabuhan di Dumai, kelima satwa itu dipindahkan lagi ke mobil. Kali ini Toyota Avanza Hitam sewaan dengan nomor polisi BM 14****. Yatno yang menyewa mobil itu hendak membawa satwa-satwa itu langsung menuju Lampung.

Naas, polisi mencium penyelundupan satwa itu. Yatno kemudian ditangkap di Kecamatan Payungsekaki, Kota Pekanbaru, Riau, pada 14 Desember 2019, bersama sekutu lainnya dalam kejahatan tersebut, Irawan Shia.

Asrin dan Syafrizal menyusul dicokok di Desa, Kampung Jawa, Kelurahan Batu Panjang, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis pada 25 Desember 2019. Namun Adom, Along dan Jecsen dapat meloloskan diri dan hingga kini masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Otak di balik penyelundupan itu: Min Hua alias Irawan Shia alias Aju. Dari dokumen pemeriksaan Min Hua yang didapat IDN Times inilah rekonstruksi rute penyelundupan oleh bajak satwa Selat Malaka di atas dibuat.

Total satwa yang disita polisi: Empat bayi singa afrika, seekor anak Leopard (Panthera pardus pardus) dan 58 kura-kura Indian star (Geochelone elegans).

Atas kejahatan ini, Min Hua diganjar empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan pada Kamis (16/7/2020) oleh Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa. Min Hua menjadi penghuni sel Rutan Klas II Pekanbaru, Riau.

Bagi Min Hua, inilah hukuman terberat yang pernah Ia terima sepanjang menjadi bajak satwa Selat Malaka. Untuk diketahui, Ia penjahat kambuhan dalam penyelundupan satwa. Ini kali keempat Ia tertangkap dan dihukum.

Dalam kasus penyelundupan kali ini, Min Hua dijerat dengan Pasal 86 Ayat (1) huruf a, b, c Jo. Pasal 33 huruf a,b,c Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Tiga rekannya, Yatno, Asrin, dan Syafrizal didakwa dengan pasal yang sama.

Ketiganya kemudian divonis dengan hukuman 30 bulan penjara dan diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.

Alasan Jaksa, Leopard dan kura-kura Indian star berstatus Appendix I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Satwa dan Tumbuhan Liar Terancam Punah (CITES) yang merupakan satwa dilindungi dan tidak boleh diperdagangkan secara internasional. Sementara, singa afrika berstatus dalam Appendix II atau spesies yang tidak selalu terancam kepunahannya, akan tetapi harus dikontrol untuk menghindari pemanfaatan yang membahayakan kelangsungan hidupnya.

Rantai Panjang Penyelundupan

Petugas memindahkan kandang kargo yang berisi orangutan Sumatra hasil repatriasi dari Malaysia ke Indonesia. Mereka adalah korban dari perdagangan satwa liar ilegal. | Foto: Dok. IDN Times
Petugas memindahkan kandang kargo yang berisi orangutan sumatra hasil repatriasi dari Malaysia ke Indonesia. Mereka adalah korban dari perdagangan satwa liar ilegal. | Foto: Dok. IDN Times

Penyelundupan berawal saat Min Hua dihubungi oleh Jecsen pada Desember 2019, warga Malaysia pemilik kucing besar dan reptil imut itu. Kala itu Jecsen meminta Min Hua mengatur penyelundupan satwa-satwa itu dari Malaysia ke Indonesia. Dia dijanjikan upah Rp40 juta.

Untuk membantu Min Hua dalam penyelundupan, Jecsen meminta Min Hua menghubungi Asrin alias Lin. Asrin adalah warga Desa Putri Sembilan, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Tak hanya Asrin yang dilibatkan. Ada pula Adom. Warga Malaysia ini yang menghubungi Asrin pada Rabu 12 Desember 2019 untuk bertemu dia dan Along di anak Sungai Selat Kering, Desa Putri Sembilan. Along, juga warga Malaysia, tiba di sana dari Malaysia dengan naik perahu.

Diduga jaringan bajak satwa Selat Malaka sudah lama beroperasi di Indonesia. Awaknya saja yang berganti-ganti. Yatno, misalnya, mengaku kepada polisi sudah dua kali menyelundupkan satwa dari Malaysia. Pada Oktober 2019, dia menyelundupkan Cheetah dan membawanya ke Lampung. Dari Lampung, satwa itu diseberangkan ke Jawa. Siapa pembelinya? Yatno tidak tahu.

Menurut Min Hua, modusnya memang demikian. Pembeli satwa itu tidak diketahui. Termasuk siapa pembeli singa, Leopard, dan kura-kura dari Jecsen yang malah membawanya ke penjara. “Pokoknya saya antar ke Lampung. Nanti dijemput,” kata Min Hua membuka kembali cerita soal kasus yang menjeratnya kepada IDN Times, Rabu (5/10/2022).

Tapi, Min Hua mengaku Ia merupakan pemain baru dalam penyelundupan satwa. Perdagangan ilegal satwa dilindungi dilakoninya sejak 2018. “Dari 2018 sampai 2019. Tapi tidak rutin. Karena barang tidak selalu ada. Dua bulan tiga bulan, berapa bulan sekali. Tidak terlalu lancar,” ungkapnya.

Namun dia mengaku sudah lama mengenal Jecsen. Kata Min Hua, Jecsen juga pemain satwa di sana. Min Hua sendiri beberapa kali mengirim burung untuk Jecsen. Khususnya paruh bengkok dari Timur Indonesia. Min Hua juga bilang, dirinya lebih fokus pada penyelundupan spesies kucing besar. Jecsen dan Min Hua biasa melakukan barter satwa.

Sebelum menjadi penyelundup, Min Hua adalah pengusaha ikan hias. Namun uang membuatnya gelap mata. Laku nekat penyelundupan dijalaninya demi keuntungan besar. Kini usaha ikan hiasnya juga sudah tutup.

“Saya tidak pernah ketemu pembeli. Dan saya gak tahu pembelinya siapa. Nanti mereka jemput. Mereka sudah ada jalur-jalurnya,” ungkapnya.

Dalam pengiriman satwa, Min Hua memanfaatkan jalur Sumatra-Rupat-Malaysia atau sebaliknya. Meski pun dia harus hati-hati betul bagaimana bisa mengelabui aparat.

“Rupat itu hanya salah satu. Riau itu kan panjang. Dari Bagansiapiapi, Dumai, Tembilahan, Bengkalis. Itulah (jalur main),” imbuhnya.

Bermain dari dalam Sel

Apakah hukuman penjara empat tahun membuatnya taubat? Laku lancung perdagangan satwa sempat dilakoninya dari dalam sel. Dia diduga terlibat dalam kasus perdagangan orangutan yang diungkap Polres Binjai pada Februari 2022 lalu.

Ketua Majelis Hakim, Teuku Syarafi memutus perkara perdagangan orangutan sumatra (Pongo abelii) yang menjerat terdakwa Eddy Alamsyah Putra dalam persidangan daring di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Binjai Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Bandar Senembah, Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai, Selasa (24/5/2022). Dari Rutan Binjai, Eddy Alamsyah hanya menunjukkan raut muka datar.

Hakim menghukum Eddy dengan delapan bulan penjara dan denda Rp100 juta. Vonis hukuman kurungan penjara lebih ringan 2 bulan dari tuntutan JPU Benny Avalona Surbakti, yang menuntut terdakwa dengan hukuman 1 tahun penjara.

Eddy dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Fakta persidangan mengungkap dalang di balik kasus Eddy. Nama Min Hua disebut dalam berkas perkara. Eddy alias Koh Edi, disebut diperintahkan Min Hua membeli orangutan dari Thomas Di Raider, remaja asal Kota Binjai. Eddy membeli orangutan itu senilai Rp12 juta atas suruhan Min Hua.

Dari dalam sel, Min Hua menghubungi Thomas. Dia tahu Thomas memiliki orangutan setelah melihat laman media sosialnya. Thomas mengunggah foto-foto satwa. Nama Thomas juga santer di kalangan pedagang satwa ilegal.

Min Hua disebut menghubungi Eddy pada 21 Januari 2022. Dia meminta dicarikan orang yang bisa menjemput orangutan untuk dikirim ke Pekanbaru. Dua hari berselang, Min Hua kembali menanyakan kepada Eddy soal orang yang akan mengambil paket orangutan itu. Eddy pun bersedia. Min Hua kemudian memberikan kontak Thomas kepada Eddy.

Eddy kemudian menghubungi anak buahnya SP, Senin (31/1/2022) malam. Saat itu SP diminta untuk mengambil paket meja gim ketangkasan tembak ikan di terminal Kota Binjai. Eddy kemudian memberikan kontak Thomas kepada SP. Saat itu, SP berangkat ke Binjai bersama DPA dan TP.

Di tengah jalan, SP diminta membeli pisang. Karena paket yang akan diambil adalah orangutan. DPA kemudian menghubungi Thomas. Saat itu, Thomas mengirimkan video terkait posisi di mana dia meletakkan kotak berisi orangutan di Terminal Binjai.

Mereka pun tiba di terminal. Sesaat kotak itu diangkat ke dalam mobil, polisi meringkus mereka. Setelah tiga orang suruhannya ditangkap, Eddy juga diringkus, Selasa (1/2/2022). Namun hanya Eddy yang diproses. Sementara SP, TP dan DPA disebut hanya sebagai saksi.

Dalam dokumen terkait perkara yang didapat, TP dan DPA diketahui sebagai oknum prajurit TNI. Di malam penangkapan, mereka dikabarkan dijemput oleh Denpom TNI.

Dalam kasus Eddy, Thomas bertindak sebagai makelar penyedia barang. Kata Min Hua, rencananya orangutan itu akan diselundupkan ke Malaysia untuk dijual kepada Jecsen. Namun dalam berkas perkara Eddy, orangutan itu disebut akan dijual kepada Zainal: WN Malaysia.

Min Hua mengaku jika setelah kasus penyelundupan anak singa, Leopard dan kura-kura Indian star, dia sudah berhenti total. Namun obrolan dengan Jecsen membuatnya kembali terjerat. Jecsen minta dicarikan orangutan.

“Cerita-cerita, yah jadilah,” katanya.

Kasus Eddy membuat Min Hua kembali menjadi terdakwa. Namun sampai hari ini, kasusnya tidak berlanjut. Hanya Eddy yang dihukum. Min Hua pun kesal. Dia merasa Thomas sudah menjebaknya.

Kasus di Binjai membuat pembebasan bersyarat yang diajukan Min Hua gugur. Sampai saat ini Min Hua masih berada di sel.

“Eddy sudah bebas kabarnya,” kata Min Hua.

Kejaksaan juga ingin membuka fakta bagaimana Min Hua menjalankan bisnis ilegal satwa dilindungi dari dalam penjara.

Dalam akun Instagram @minhua374, dia mengunggah gambar dan video satwa-satwa dilindungi dan terancam punah. Di antaranya ada harimau sumatera, beruang madu dan berbagai macam jenis burung paruh bengkok. Min Hua membantah. Semua video dan foto yang diunggah bukan miliknya.

IDN Times menelusuri sejumlah kasus yang pernah menjerat Min Hua. Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Pekanbaru menunjukkan sejumlah kasus yang pernah menjerat Min Hua.

Pada Maret 2016, Min Hua pernah menyelundupkan 1.171 ekor arwana senilai Rp1,9 miliar dari Riau ke Jakarta. Ribuan ikan itu antara lain berjenis arwana golden (Scleropages formosus) dan arwana silver brazil (Osteoglossum bicirrhosum). Dalam persidangan 2018 lalu, dia divonis hukuman pidana 1 tahun penjara dengan denda Rp50 juta karena melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Sebelum kasus penyelundupan arwana diputus hakim, Min Hua kembali diadili pada 2017. Dia diadili dalam perkara kepemilikan 7 kucing hutan, 2 berang-berang, 3 lutung emas dan 1 ekor elang hitam. Dalam kasus ini dia dijatuhi hukuman 14 bulan penjara dan denda Rp25 juta. Dia terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Eddy masih memiliki hubungan keluarga dengan Min Hua. Tertangkapnya Eddy, membuat Min Hua ingin bertaubat. Meskipun dalam kasus itu, dia merasa dijebak. Dia tidak ingin lagi terlibat dalam jaringan gelap perdagangan satwa. Apalagi ini sudah berulang kali Min Hua menjadi penghuni hotel prodeo. “Saya sudah pekerjaan lain (nanti),” ujar Min Hua.

Si Thomas yang Kian Populis

Sidang kasus remaja penjual orangutan di PN Lubuk Pakam Tempat Sidang Labuhan Deli, Senin (17/10/2022). Terdakwa Thomas Di Raider dihukum 1 tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sulaiman. | Dok. IDN Times
Sidang kasus remaja penjual orangutan di PN Lubuk Pakam Tempat Sidang Labuhan Deli, Senin (17/10/2022). Terdakwa Thomas Di Raider dihukum 1 tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sulaiman. | Foto: Dok. IDN Times

Rangkaian jejaring Min Hua, membuat nama Thomas kian santer. Usianya masih 18 tahun. Baru saja menyelesaikan pendidikan di bangku SMA pada 2021 lalu.

Nama Thomas cukup populer di tengah pemain satwa lainnya. Remaja yang juga hobi memodifikasi sepeda motor dikenal ulung dan diduga terhubung dengan begitu banyak jaringan pemain satwa ilegal.

Dalam kasus Eddy, Thomas mengakui bahwa Min Hua sudah menghubunginya sejak januari 2022. Satu bulan sebelum kasus itu terungkap. Dia pun mengaku jika orangutan itu diambil dari Nanta.

Namun Thomas enggan berbicara banyak soal detil kasus Min Hua. Yang dia ketahui, Min Hua adalah pemain besar di dalam jaringan internasional.

Tidak jera namanya disebut di dalam kasus Eddy, Thomas berulah lagi. Berselang dua bulan, Thomas menjual orangutan. Nahas, saat itu pembelinya adalah personel Polda Sumut yang menyamar.

Dia ditangkap bersama empat rekannya di kawasan Jalan Haji Anif, Komplek Cemara Asri, Kabupaten Deliserdang, Kamis (28/4/2022). Mereka yang ditangkap masih berusia 17-20 tahun. Satu individu orangutan yang masih bayi disita. Orangutan itu diambil dari dalam mobil Toyota Yaris putih BK 1665 RO. Orangutan yang diperkirakan masih berusia empat bulan, ditaruh di dalam keranjang berwarna putih bersama boneka beruang berwarna merah.

Thomas ditetapkan menjadi tersangka. Sedangkan empat lainnya dibebaskan karena dianggap hanya sebagai saksi. Mereka adalah Arya Rivaldi Pratama (20), Haidar Yashir (18), RH (17) dan seorang perempuan Putri Adelina Br Sembiring (20). Mereka adalah teman-teman sepermainan Thomas. Seluruhnya merupakan warga Binjai.

Meski menjadi tersangka, Thomas tidak ditahan. Polda Sumut saat itu berdalih, jika Thomas masih di bawah umur dan mendapat jaminan dari orangtuanya.

Setelah empat bulan, kasus Thomas mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, tempat sidang Labuhandeli, Kota Medan, Senin (15/8/2022). Persidangannya beberapa kali sempat ditunda karena saksi yang tidak hadir. Hanya satu saksi yang hadir saat itu yakni Arya Rivaldi Pratama (20).

Thomas divonis satu tahun penjara dan denda Rp10 juta rupiah subsider enam bulan kurungan. Vonis ini dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Sulaiman didampingi hakim anggota Endang Sri Gewayani Latutuaparaya serta Muzakkir. Thomas dijerat dengan pasal 21 ayat 2 Jo. Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 18 bulan penjara. Salah satu pertimbangan putusan itu adalah karena Thomas masih berusia muda dan bisa diarahkan untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi.

Mendengar putusan itu, Thomas menerima. Sementara, Jaksa Penuntut Umum yang dihadiri oleh Miranda Dalimunthe menyatakan pikir-pikir dengan putusan hakim.

Proses peradilan perkara yang menjerat Thomas dipantau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Mereka menyayangkan putusan dan tuntutan ringan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum. LBH Medan menduga, peradilan kasus Thomas sarat permainan.

Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang mengatakan, putusan ini justru mencederai kepentingan keadilan ekologi. “Putusan Hakim tidak mencerminkan keadilan ekologi karena adanya pertimbangan yang meringankan terdakwa TDR yang dinilai menyesatkan,” kata Alinafiah, Senin malam.

LBH Medan juga mendesak keterlibatan Thomas dalam kasus Eddy diungkap. Sehingga bisa membongkar rantai panjang perdagangan satwa ilegal. Bahkan di tingkat internasional.

Dalam dokumen perkara yang didapat IDN Times, menunjukkan jalur panjang bagaimana Thomas mendapatkan orangutan dalam kasus terakhir yang menjeratnya. Orangutan itu diperoleh Thomas dari Nanta, seorang agen satwa di Aceh Timur.

Seorang calon pembeli bernama NA menghubungi Thomas pada 20 April 2022. NA mendapat kontak Thomas melalui Facebook-nya. NA meminta Thomas menyediakan orangutan.

Kemudian pada 22 April 2022, Nanta menghubungi Thomas. Dia menyuruh Thomas mencarikan pembeli orangutan. Thomas pun kemudian kembali menghubungi NA. Setelah NA mengirimkan sejumlah uang, Nanta kemudian mengirimkan orangutan itu dan dijemput langsung oleh NA di loket bus di Kota medan. Namun kata Thomas, Nanta yang mengantarkan langsung orangutan tersebut.

Nanta yang kini masih buron, diduga sudah sering terlibat dalam perdagangan satwa. Namun karena saking licinnya, laki-laki 25 tahun itu, tidak pernah ditindak. Bahkan, kuat dugaan orangutan yang dijual kepada Eddy berasal dari Nanta.

Selang beberapa hari, NA kembali menghubungi Thomas. Dia meminta, agar orangutan itu dijual lagi. Karena alasan NA, dia tidak menyukainya. Orangutan itu kemudian diantarkan NA pada Kamis 28 April 2022 dinihari.

Saat itu, Thomas berkomunikasi dengan FA, agen satwa dari Jakarta. FA juga merupakan teman Thomas.

Pengakuan Thomas, FA menyuruhnya mengantarkan orangutan itu ke Kompleks Cemara Asri. “FA menyuruh antar ke Cemara Asri. Begitu barang (orangutan) sampai subuh (ke Binjai). Ku antar lah ke Cemara Asri. (nomor) FA gak aktif,” kata Thomas.

Meski begitu, Thomas tetap mengantarkannya. Dia kemudian mengajak rekan-rekannya untuk sama-sama mengantarkan orangutan tersebut. Lantaran Thomas mengaku tidak bisa mengendarai mobil dan tidak mengetahui jalan di Kota Medan.

Sesampainya di Kompleks Cemara Asri, Thomas ditemui seseorang yang turun dari mobil Pajero Sport. Sesaat setelah menunjukkan orangutan dari bagasi mobil, Thomas langsung disergap.

“Waktu ada yang turun dari Pajero itu. Udah tahu aku itu polisi. Cuma mau bagaimana, kutunjukkan saja barang (orangutan) itu tadi,” ujar Thomas.

Thomas ditangkap. Dia diboyong ke Mapolda Sumut bersama empat rekannya.

Kiprah Thomas dalam perdagangan satwa tidak bisa dianggap remeh. Dia mengaku sudah melakoni perdagangan satwa sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun dia juga mengaku sudah berhenti pada 2018.

“Dari SMP aku main,” katanya.

Belakangan ini, kata Thomas, dia juga beberapa kali membantu aparat mengungkap kasus perdagangan satwa. Ini juga yang membuat hukumannya lebih ringan.

Namun Thomas enggan bercerita banyak soal lakunya itu. Saat ini dia hanya ingin menjalani hukumannya di dalam sel. Dia mengaku kapok.

“Bersyukur juga aku masuk di sini,” pungkasnya.

Munculnya Para Pemain Baru dan Berubahnya Pola Perdagangan

Penyelundupan satwa dilindungi hingga opsetan yang berhasil digagalkan BKSDA Sumsel. | Foto: Rangga Erfizal/IDN Times
Penyelundupan satwa dilindungi hingga opsetan yang berhasil digagalkan BKSDA Sumsel. | Foto: Rangga Erfizal/IDN Times

Thomas dan Min Hua membuka sedikit tabir sengkarut jaringan perdagangan satwa di Indonesia. Keduanya memainkan peran masing-masing dengan cukup baik. Nahas, keduanya harus berujung di hotel prodeo.

Ketua Garda Animalia Niko Lash memberikan analisis kritis terhadap jaringan yang melibatkan antara Thomas dan Min Hua. Jaringan yang terbangun, kata Niko, cukup besar. Namun itu baru bisa terjadi jika semua struktur jaringan memainkan perannya.

Min Hua tidak akan berdaya menjadi pemain besar jika Thomas tidak memainkan perannya sebagai telangkai yang memiliki relasi kuat dengan para pemburu dan penadah.

“Thomas cukup diandalkan untuk menyuplai hasil buruan dari wilayah konservasi,” ujar Niko akhir November 2022.

Para pemain besar ini, lanjut Niko, patah tumbuh hilang berganti. Tertangkapnya Min Hua, bisa saja membuat peluang pemain lainnya naik ke level berikutnya. Termasuk Thomas yang memiliki potensi cukup besar ‘menggantikan’ posisi Min Hua.

“Kita sudah mendeteksi. Semenjak Min Hua tertangkap, muncul beberapa pemain baru,” kata Niko.

Para pemain baru ini muncul berbarengan dengan pandemi COVID-19. Tertangkapnya Min Hua juga membuat perubahan pada pola perdagangan ilegal. Ditambah pemberlakuan lock down di sejumlah negara karena pandemi yang membuat proses distribusi satwa secara ilegal menjadi terganggu.

Perdagangan satwa di media sosial menguat. Meski pun sejak 2015 perubahan pola itu sudah mulai terjadi. Para pemain, secara terang-terangan mengunggah foto satwa, baik dilindungi atau tidak.

Niko menyontohkan, perdagangan orangutan yang biasanya sangat jarang tersiar ke media sosial, kian marak. Para broker yang memiliki stok satwa terpaksa menjualkan secara cepat melalui media sosial.

“Makanya kita pernah melihat di grup-grup perdagangan satwa, ada misalnya bisa muncul tiga individu orangutan dalam satu postingan,” ujarnya.

Garda Animalia mencatat ada peningkatan yang signifikan pada tren perdagangan satwa melalui Facebook. Mereka menabulasi data dari 260 grup Facebook sejak 2018-2022. Khususnya perdagangan burung paruh bengkok.

Pada 2018, ada 260 iklan penawaran dan 70 iklan permintaan terhadap burung berjenis paruh bengkok. Jumlahnya meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2022, terdapat 3.150 iklan penawaran dan 201 iklan permintaan yang terpantau.

Pada jenis kakatua (Cacatuidae), terdapat 4.478 ekor kakatua diperdagangkan mulai 2018-2022. Jenis yang paling banyak diperdagangkan adalah kakatua jambul kuning.

Sementara data pada Famili Psittacidae dari 2021 hingga Oktober 2022 mencatat sebanyak 11.998 ekor dijual di 83 grup Facebook. Jenis yang paling banyak dijual adalah kasturi kepala hitam.

Pola lainnya adalah, para pelaku perdagangan saat ini juga didominasi berusia muda. Mereka juga tak segan-segan membawa-bawa nama institusi militer agar lolos dari penangkapan.

“Ini yang menjadi kekhawatiran kita. Tidak menutup kemungkinan, orang-orang muda, kemudian orang-orang baru yang kemudian melihat pasar itu menggiurkan setelah para pemain besar ditangkap. Ini sudah terbukti kekhawatiran kita,” katanya.

Jalur Pantai Sumatra Rawan Penyelundupan

Kasus perdagangan ilegal juga banyak terdeteksi di kawasan Sumatra. “Sumatra ini menjadi hotspot peredaran satwa, baik dari dalam ke luar, dan luar ke dalam. Karena posisi Selat Malaka yang berbatasan langsung dengan luar negeri,” ungkapnya.

Kasus penyelundupan ke luar atau pun dalam negeri sering terjadi di kawasan Riau, Sumut dan Aceh. Jalur laut di Selat Malaka dinilai menjadi lokasi rawan penyelundupan. Pengamanannya begitu longgar.

Dalam perdagangan burung paruh bengkok misalnya. Burung-burung itu dibawa dari kawasan Indonesia Timur melalui Jawa dan menyeberang hingga ke Sumsel memanfaatkan jalur darat dan laut. Beberapa kasus yang ditemukan Garda Animalia, pemainnya bahkan dari kalangan oknum TNI dan Polri.

Setelah sampai di Sumatra, satwa kemudian dibawa melalui jalur laut. Baik melalui Riau, Aceh dan Sumut.

Seorang pedagang satwa, Randi (nama samaran) juga mengungkap hal yang sama. Dia sering menggunakan jalur laut di kawasan Aceh Timur untuk mengirim satwa ke kawasan Thailand. Randi sendiri biasa mengirim beberapa jenis ikan, hingga reptil.

Sampai di Aceh Timur, satwa dikirim ke salah satu gudang di sana. Kemudian dibawa ke laut oleh kapal-kapal nelayan.

“Nanti di tengah laut ada yang jemput. Di sana barang itu dipindahkan. Kemudian dibawa ke Thailand,” katanya.

Niko melanjutkan, jalur-jalur tempat ke luarnya satwa dari Indonesia juga diduga kuat sama dengan peredaran narkoba. “Ini sangat memungkinkan. Apalagi kejahatan narkoba dan satwa dilindungi hampir serupa polanya. Kalau narkoba saja jalur itu aman, pasti aman juga digunakan untuk perdagangan satwa,” pugkasnya.

Kasus perdagangan satwa menjadi perhatian serius. Penegakan hukum mutlak dilakukan. Namun, jumlah peredaran satwa secara ilegal belum sebanding dengan upaya penegakan hukum. Di samping masih rendahnya vonis hukuman terhadap para pelaku yang dinilai belum bisa memberikan efek jera.

Jumlah penegakan hukum sampai saat ini belum sebanding dengan kasus perdagangan yang terjadi. Masih banyak pemain yang dengan leluasa berdagang lewat berbagai kanal. Baik konvensional atau memanfaatkan jejaring di media sosial.

Data Auriga Nusantara menunjukkan, ada 93 kasus perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang diputus oleh pengadilan dari sejumlah daerah di Indonesia. Kasus terbanyak terjadi pada; 2014, 21 kasus; 2015, 15 kasus; 2016, 10 kasus dan pada 2018, 24 kasus.

***

*Liputan investigasi ini terselenggara berkat dukungan Garda Animalia dan Auriga Nusantara dalam program Bela Satwa Project 

5 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments