Jalan Panjang Warga Pulau Sembilan Menjaga Penyu dari Kepunahan

Gardaanimalia.com - Sejumlah warga pesisir di Kecamatan Pulau Sembilan, Kotabaru, Kalimantan Selatan, terus berupaya menyelamatkan penyu dari ancaman kepunahan.
Meski terlihat enteng, banyak tantangan yang mereka hadapi. Misalnya, masalah perburuan telur, eksploitasi pasir pantai yang masih marak, dan perubahan iklim.
Jalan panjang pelestarian penyu di kawasan pulau terluar Kalimantan Selatan tersebut ditempuh Abdul Malik dan sejumlah warga lokal yang tergabung dalam gerakan Pemerhati Alam dan Maslahat Lingkungan (Pamali).
Sejak 2016, mereka bersama Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak menginisiasi konservasi terhadap satwa terancam punah itu di sebuah pulau bernama Denawan.
Pulau tidak berpenghuni itu terletak di seberang Pulau Marabatuan yang merupakan pusat dari Kecamatan Pulau Sembilan. Kawasan ini hanya ditinggali oleh beberapa petugas konservasi (ranger).
Secara bergantian, mereka [para ranger] mendiami rumah jaga untuk memantau proses pendaratan penyu dan menjaga pulau dari para pemburu.
Meski berdekatan dengan pusat kecamatan, akses menuju Pulau Denawan boleh dibilang sulit. Ketika mengunjungi pulau tersebut, saya harus menerjang gelombang setinggi 2-3 meter dengan hanya mengandalkan kapal mesin ala nelayan.
Namun, justru karena tidak berpenghuni dan akses menuju pulau yang terbilang sulit, menjadi alasan mengapa banyak penyu sering mendarat di kawasan ini.
Malik mengatakan, Pulau Denawan menjadi tempat langganan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) untuk mendarat dan bertelur.
Kendati demikian, Malik juga menceritakan bahwa telur penyu di Denawan sebelumnya sempat jadi incaran warga-warga nakal.
"Dulu, banyak telur penyu diperjualbelikan dari pulau ini. Seiring program [konservasi] masuk, kondisi berangsur berubah," kenang Malik ketika berbincang dengan saya pada September 2023 lalu.
Aktivitas perdagangan telur penyu, misalnya, sempat dilakukan oleh masyarakat setempat di bawah koperasi bernama Pada Idi.
Koperasi ini memiliki hak kelola sebagian area Pulau Denawan dengan dokumen segel. Sebelum program konservasi datang, mereka kerap menjual telur hingga ke luar kawasan pesisir Pulau Sembilan.
Jagal Penyu dan Curi Telur
Hasanuddin, salah satu mantan pedagang telur penyu yang terafiliasi dengan Koperasi Pada Idi bercerita bahwa dirinya pernah menjual hingga ribuan butir telur penyu.
Telur itu biasanya didistribusikan ke pusat Kabupaten Kotabaru menggunakan kapal perintis yang saban satu pekan mampir di kawasan Pulau Sembilan.
Dari wilayah pulau, satu butir telur penyu dihargai 2.500 rupiah. Harga melonjak ketika barang sudah sampai ke kota-kota besar seperti Banjarmasin dan Kotabaru, bisa mencapai 5.000-10.000 rupiah.
Meski status pengelolaan tanah di pulau tersebut dipegang sebagian oleh Pada Idi, Hasanuddin kerap melihat praktik perburuan juga dilakukan oleh warga sipil lainnya.
Biasanya para pemburu mencomot telur langsung dari sarang-sarang di Pulau Denawan. Namun, tidak jarang mereka langsung membelah tubuh penyu ketika satwa tersebut di pantai.
Aksi penjagalan penyu itu dilakukan pada sekitar pertengahan 2016 ketika pengelolaan konservasi baru akan dipegang penuh oleh Pamali. Masa transisi itu membuat kekosongan pengelolaan sehingga siapa saja bebas masuk ke Pulau Denawan.
Kini, Hasanuddin yang merupakan mantan pedagang telur penyu itu telah bergabung dengan Abdul Malik dalam gerakan Pamali. Ia menjadi salah satu ranger yang bertugas untuk berjaga di Denawan sejak 2018.
Seiring program masuk, Hasanuddin sadar bahwa kegiatan perdagangan produk turunan yang Ia geluti salah besar. Ia justru menjadi salah satu ranger yang cukup getol mengingatkan para pemburu ketika mereka coba-coba masuk ke kawasan Denawan.
"Syukurnya, sekarang tidak begitu marak lagi pencurian telur. Mereka mau mengerti, kecuali ketika hari-hari besar karena (ranger) libur, mereka leluasa untuk mencuri," kata Hasanuddin.
Kerja-kerja konservasi yang dilakukan para penggerak Pamali sekarang berbuah manis. Lantaran gigih melakukan pelestarian, mereka mendapat dukungan dari lembaga donor berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan gaji para ranger serta infrastruktur pendukung konservasi.
Selain menjaga tempat pendaratan penyu dari aktivitas perburuan, mereka juga bisa membangun hatchery atau tempat penetasan telur penyu menjadi tukik.
Dari catatan yang diperoleh dari Pamali, mereka mampu melepasliarkan puluhan ribu tukik per tahunnya. Pada periode Januari hingga Agustus 2023, misalnya, sekitar 16 ribu tukik jenis penyu hijau dan penyu sisik dilepasliarkan.
Soal berapa jumlah penyu yang habitatnya berada di Pulau Sembilan, Pamali tidak mengetahui pasti. Mereka fokus melakukan pengawasan dan pelepasliaran tukik saja.
Tantangan Eksploitasi Pasir dan Krisis Iklim
Praktik perburuan boleh jadi bisa diredam usai lembaga konservasi bergerak. Namun, upaya pelestarian yang dilakukan Pamali belakangan mendapat tantangan lain. Salah satunya adalah masalah eksploitasi pasir.
Kawasan kiri dan kanan pantai Pulau Denawan kerap didatangi sejumlah warga lokal sejak beberapa tahun terakhir. Mereka mengeruk pasir pantai di kawasan setempat untuk kebutuhan pembangunan rumah pribadi.
Seorang sumber menyatakan, pasir di Denawan juga terkadang diambil untuk material fisik proyek desa. "Setahu saya, ada kesepakatan bahwa untuk keperluan desa tidak boleh pakai pasir pantai di sini, kecuali untuk pendirian masjid," ungkapnya.
Malik dan ranger lain sempat menyatakan keberatan atas persoalan eksploitasi pasir. Bagi mereka, jika pasir terus dikeruk, maka tempat pendaratan penyu lambat laun akan habis.
Selama lima hari, saya menginap di Denawan untuk membuktikan hal tersebut. Hampir setiap hari pula, sejumlah warga lokal datang silih berganti melakukan pengerukan.
Mereka mengangkut belasan karung pasir menggunakan kapal nelayan, salah satu tujuannya ke Marabatuan. "Kita sudah sering mengingatkan, tapi masih saja dilakukan," tutur Malik.
Usai ditelisik, aktivitas pengerukan pasir dari masyarakat lokal punya persoalan struktural: lahan di Pulau Denawan dikuasai warga lain dari Pulau Marabatuan.
Dengan dokumen tanah segel (bukan sertifikat hak milik), sejumlah warga merasa bebas memanfaatkan pasir di Denawan. Sebagian lainnya merasa kewalahan jika harus mendatangkan pasir dari luar.
"Jadi karena yang memanfaatkan pasir orang-orang di pulau, kita tidak bisa terlalu keras," kata Malik.
Mereka berharap penuh pada pemerintah setempat atau di tingkat kabupaten bisa mengambil sikap soal ini. Sebab, persoalan eksploitasi pasir di Denawan bisa menjadi bom waktu jika tak segera diatasi.
Terlebih lagi, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Malik dan ranger lain memikul beban berhadapan dengan persoalan perubahan iklim.
Gejala krisis iklim yang mulai terasa, misalnya abrasi pantai yang semakin masif dari tahun ke tahun. Malik mengatakan sudah dua kali melakukan rekonstruksi hatchery karena pantai di Denawan makin terkikis akibat abrasi.
Dalam kunjungan saya pada September 2023 lalu, misalnya, Malik dan rekan lainnya sedang sibuk menata ulang tempat penetasan telur di Denawan.
"Sekarang hatchery kita sudah mulai naik ke arah hutan," katanya. Beruntung, bantuan dari lembaga donor bisa membantu mereka untuk menangani hal ini.
Memperluas Dampak
Meski menghadapi sederet tantangan, upaya pelestarian yang dilakukan Pamali tidak berhenti di Denawan saja. Malik tengah mengupayakan agar gugusan pulau lain di Pulau Sembilan juga bisa menjadi wadah pendaratan yang aman bagi penyu.
Salah satu pulau yang akan disasar adalah Pamalikan. Jarak tempuh dari pusat kecamatan ke pulau tersebut berkisar empat jam jika menaiki kapal nelayan.
Malik menilai, Pamalikan merupakan wadah pendaratan penyu yang genting untuk dijaga. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut kerap dijamah pemburu penyu dan produk turunannya.
Kabar terakhir pada Desember 2023, Pamali sudah melakukan pembersihan di kawasan pantai Pamalikan untuk memulai program konservasi di 2024.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Selatan Rusdi Hartono mengatakan bahwa akan terus berupaya membantu kerja-kerja konservasi di Pulau Sembilan.
Dukungan dari pemerintah provinsi, menurut Rusdi, salah satunya dengan proyek pendirian menara pengawas di Marabatuan. Proyek ini sudah diinisasi DKP Kalimantan Selatan, tapi terkendala lahan yang masih belum clean and clear.
Terkait masih maraknya perburuan dan eksploitasi pasir, Rusdi merekomendasikan agar masyarakat setempat terus gigih melaporkan persoalan ini ke aparat penegak hukum.
"Ini masalah yang rumit, tapi terus laporkan apabila mendapati masalah seperti ini ke aparat penegak hukum," kata dia.

Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi

Beruang Madu di Perbebunan, BKSDA: Itu Habitatnya

Konflik Gajah di Aceh Barat Terulang, Perubahan Habitat Menyulitkan Penghalauan

Akhirnya, Enam Pemburu Badak Jawa Divonis 11 dan 12 Tahun Penjara

Dikirim Tanpa Dokumen, 67 Satwa Diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok

Memisahkan dengan Jelas: Pemeliharaan Satwa Liar Bukan Penyelamatan!

Tiga Orangutan Kelaparan Mencari Makan di Kebun Sawit, BKSDA Lakukan Pemantauan

Harimau yang Masuk Kandang Jebak di Aceh Timur akan Direlokasi

Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Kupang

Relasi Harmonis Gajah-Manusia dalam Sejarah dan Tradisi Budaya di Aceh

Pagar Terbuka! 15 Rusa Timor Berlari Bebas di TN Baluran

Dagangkan Cula Badak dan Gading Gajah, Dua Terdakwa Divonis 4 Tahun

Terjerat Jaring, Lumba-Lumba di Kenjeran Berhasil Kembali ke Laut

Bayi Bekantan Terpisah dari Induk, Diduga karena Habitat Rusak

Kesalahan Penanganan Diduga Sebabkan Kematian Orangutan yang Tersengat Listrik

Cegah Zoonosis, Pengamatan Tidak Langsung Manfaatkan Ekolokasi Kelelawar Pemakan Serangga

Petugas Amankan 30 Kilogram Sisik Trenggiling di Atas Kapal Cepat

Soa Payung, Kadal dengan Leher Berjumbai yang Unik

Dugong Fitri yang Terjerat Jaring Berhasil Dilepasliarkan

Gajah Betina Berusia 8 Tahun Ditemukan Mati di Aceh Timur
