Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

Memahami Bahaya Polusi Suara di Bawah Laut

2778
×

Memahami Bahaya Polusi Suara di Bawah Laut

Share this article
Memahami Bahaya Polusi Suara di Bawah Laut
Ilustrasi polusi suara di laut. Foto: Kompas.id

Gardaanimalia.com – Kemajuan teknologi memberikan banyak manfaat yang dapat dirasakan manusia termasuk berkembangnya teknologi di lautan. Namun, apakah perkembangan tersebut dapat terus memberikan manfaat tanpa menimbulkan kerugian?

Perkembangan teknologi kelautan tidak luput dari munculnya dampak negatif. Salah satunya adalah pencemaran di laut seperti pencemaran air akibat zat buangan, pencemaran udara, bahkan pencemaran suara. Pencemaran atau polusi suara di laut menjadi salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan sebab dampak yang diberikan cukup berarti terutama terhadap mamalia laut.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Industrialisasi, penambahan jumlah kapal, anjungan minyak lepas pantai, serta peningkatan penggunaan sonar dalam navigasi dan riset menambah polusi suara yang ada dalam lingkungan laut. Polusi suara di laut menjadi salah satu faktor utama menurunnya populasi mamalia laut karena mamalia memiliki sensor suara yang sangat baik. Mamalia laut memiliki batas toleransi frekuensi tertentu sehingga mereka dapat mendengar suara. Jika suara yang di dengar memiliki frekuensi di luar batas toleransi mereka, maka akan muncul gangguan bagi mamalia laut tersebut.

Cara Mamalia Laut Memanfaatkan Suara

Pada kedalaman 200 meter di laut, cahaya matahari tidak lagi ditemukan. Hal ini membuat mamalia  laut yang berada di kedalaman tersebut mengalami kesulitan untuk mengetahui keadaan lingkungannya. Pada akhirnya mereka hanya mengandalkan suara dibandingkan cahaya seperti mamalia lain pada umumnya. Kemampuan mendeteksi lingkungan sekitar ini disebut sebagai ekolokasi. Mamalia laut akan memproduksi suara dengan frekuensi yang beragam serta mendeteksi echo atau membedakan suara asli yang merambat dan suara pantulan dari sekitar.

Baca juga: Bencana yang Terjadi Jika Serangga Punah dari Muka Bumi

Mamalia laut seperti paus juga menghasilkan suara dengan frekuensi rendah untuk melakukan migrasi. Dalam melakukan komunikasi, mereka menggunakan suara dengan sinyal akustik tertentu. Sinyal ini memiliki frekuensi yang berbeda tergantung kebutuhan serta keadaan lingkungan. Komunikasi memiliki peran penting dalam kehidupan mamalia laut untuk melakukan seleksi intraseksual, seleksi interseksual, memandu anak, memandu kelompok, pengenalan individu, dan menghindari bahaya.

Sumber Polusi Suara di Laut

Sumber polusi suara terbagi menjadi dua kategori besar yaitu polusi yang dihasilkan secara alami dan antropogenik. Polusi suara secara alami berasal dari berbagai sumber alam seperti gelombang permukaan, hujan, badai, celah es, petir, gempa bumi, dan mata air hidrotermal. Sedangkan sumber polusi suara antropogenik berasal dari sumber buatan manusia seperti kebisingan dari kapal dagang dan kapal pesiar, sonar navigasi, survei seismik, dan aktivitas pantai seperti meriam seismik udara yang digunakan untuk mencari cadangan minyak dan gas di kedalaman laut.

Tingkat kebisingan antropogenik ini telah berlipat ganda setiap dekade selama 60 tahun terakhir karena industrialisasi yang terus maju. Kapal yang beroperasi di laut memiliki kebisingan hingga 1000 Hz. Hal ini menimbulkan white noise yang dapat menghalangi komunikasi antar mamalia laut. Sedangkan pada pengeboran minyak dan gas bumi yang menggunakan airguns akan menghasilkan suara samapai dengan intensitas 255 desibel.

Dampak Polusi Suara Bagi Mamalia Laut

Sebuah penelitian dilakukan dan didapatkan hasil bahwa kebisingan suara di laut menimbulkan dampak buruk dalam jangka pendek dan jangka panjang bagi mahluk hidup di dasar laut. Pada dampak jangka pendek mereka akan kesulitan memangsa makanan, bersosialisasi, serta  mengalami perubahan perilaku. Dampak tersebut menyebabkan  mamalia  laut  berpindah  dari habitatnya  sendiri.

Pada dampak jangka panjang hal tersebut dapat memicu stress, kelemahan, dan bahkan kesulitan saat melahirkan (Agus Supangat, 2006).  Sama halnya dengan manusia, munculnya stress pada mamalia laut memudahkan mereka terserang berbagai penyakit dan dapat menurunkan tingkat kelangsungan hidup. Dampak lainnya dapat dirasakan oleh beberapa jenis kura-kura yang sangat sensitif terhadap  suara airguns.

Solusi yang Dapat dilakukan

Dalam menangani hal ini solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan pertambangan dan eksplorasi dengan memperhatikan dampak ekologi, melakukan identifikasi, dan menghindari lokasi yang menjadi area berkembang biak mamalia. Hal lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan peredam suara mesin pada kapal yang melintas serta membuat regulasi terkait batas tingkat kebisingan yang dapat dikeluarkan oleh kapal.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Opini

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia. Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden…