Gardaanimalia.com – Polres Aceh Singkil lakukan penyelidikan kasus perdagangan daging penyu (Chelonioidea) di Kepulauan Banyak, Kabupaten Aceh Singkil.
Penyelidikan ini adalah tindak lanjut laporan masyarakat pada awal Maret 2023 tentang dugaan usaha pengangkutan bagian tubuh penyu.
Kasat Reskrim Polres Aceh Singkil AKP Mawardi ungkap bahwa tim penyidik telah meminta keterangan pada sejumlah saksi.
Setelah itu, tim gabungan Inafis dan BKSDA Aceh telah bongkar kuburan penyu di Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak, Rabu (29/3/2023) siang.
Pembongkaran dihadiri Danramil Pulau Banyak, Komandan Pos Angkatan Laut Pulau Banyak, Camat Pulau Banyak, dan saksi ahli drh. Taing Lubis.
“Hasil penggalian kuburan bersama tim ahli BKSDA Aceh, kita menemukan bukti sejumlah potongan penyu berupa daging, sisik, dan plastron,” kata Mawardi, Kamis (30/3/2023) dilansir dari Antero Aceh.
Secara rinci, barang bukti yang ditemukan berupa 27 potongan plastron, 1 sisik, 10 tulang, dan 8 tulang pengikat tubuh penyu.
“Bukti tersebut sudah kita amankan untuk bahan penyelidikan lanjutan, sekaligus untuk pengembangan perkara,” sambung Mawardi.
MP Kepergok Bawa Potongan Daging Penyu
Sebelumnya, pada 20 Februari 2023, seorang pria inisial MP asal Pulau Banyak ketahuan membawa potongan daging penyu. Saat itu, MP ikut sebuah kapal menuju Nias, Sumatra Utara.
Atas perbuatan itu, MP dijatuhi hukuman adat oleh Ketua Adat Pulau Banyak. Sanksi yang diterima MP berupa membayar denda uang sebesar dua ekor kerbau.
Namun, warga tidak sepakat dengan penyelesaian hanya lewat hukum adat sehingga melapor ke Polres Aceh Singkil.
Laporan kasus pembunuhan dan perdagangan satwa dilindungi itu terdaftar nomor SKTBL/26/II/SPKT/Polres Aceh Singkil/Polda Aceh diterima Kanit III SPKT M. Munandar.
Perlu diketahui, ada enam spesies penyu di Indonesia. Seluruhnya masuk daftar satwa dilindungi di Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018.
Hal itu diatur pada UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam Pasal 21 Ayat (2) Huruf b tercantum, setiap orang dilarang menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati.