Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Cegah Kepunahan! Puluhan Anak Penyu Sisik Kembali Dilepaskan

941
×

Cegah Kepunahan! Puluhan Anak Penyu Sisik Kembali Dilepaskan

Share this article
Puluhan anak penyu jenis sisik di bak penampungan yang sudah dilepaskan ke habitat aslinya oleh Polhut BKSDA DKI Jakarta, SKW III Pulau Rambut pada 28/1/2023. | Foto: Arief Suseno
Puluhan anak penyu jenis sisik di bak penampungan yang sudah dilepaskan ke habitat aslinya oleh Polhut BKSDA DKI Jakarta, SKW III Pulau Rambut pada Sabtu (28/1/2023). | Foto: Arief Suseno

Gardaanimalia.com – BKSDA DKI Jakarta kembali melepasliarkan anak penyu atau tukik di Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Pulau Rambut, Kepulauan Seribu.

Kegiatan pada Sabtu (28/1/2023) pukul 18.05 WIB ini dilakukan sebagai upaya mencegah kepunahan satwa serta menjaga keberlangsungan ekosistem alam dan hayati

pariwara
usap untuk melanjutkan

Polhut BKSDA DKI Jakarta SKW III Pulau Rambut, Budi Kusuma Wardana (42) mengatakan sebanyak 50 ekor tukik sisik siap dilepaskan kembali ke habitat aslinya.

Puluhan tukik itu merupakan hasil upaya penyelamatan telur penyu yang ditemukan para petugas patroli di sekitar pinggir pantai Cagar Alam Pulau Bokor, pada 2 November 2022 silam.

“Awalnya kita menemukan jejak penyu saja, setelah kita lakukan pengecekan ternyata ada telurnya,” ucap Budi, saat ditemui di Kawasan SM Pulau Rambut, Sabtu (28/1/2023).

Ia menceritakan, ada 120 telur penyu yang ditemukan. Para petugas lalu segera memindahkannya ke Pulau Rambut karena posisi dan jaraknya lebih strategis.

Untuk membantu kelancaran penetasan telur, digunakan wadah semi permanen dengan menggunakan ember besar yang disimpan di pos penjagaan polhut. Hal ini dilakukan sebagai cara mencegah ancaman hewan predator.

“Penyu-penyu yang ini ditemukan di kawasan Cagar Alam Pulau Bokor, terkadang juga pernah bertelur di Pulau Rambut,” ujarnya.

Namun, untuk di daerah Pulau Rambut, Ia menyebut pihaknya selalu kalah cepat dengan predator di sekitaran kawasan. Sehingga tidak pernah menemukan telur penyu.

Menurutnya, meskipun Pulau Bokor masih sedikit dari ancaman predator, tetapi upaya penyelamatan terus dilakukan agar tidak terjadi kepunahan.

Penemuan Telur Penyu Kian Berkurang

Polhut BKSDA Jakarta ,Wilayah Seksi Tiga Pulau Rambut saat tengah menunggu waktu pelepasan anak penyu. | Foto: Arief Suseno
Polhut BKSDA DKI Jakarta ,Wilayah Seksi Tiga Pulau Rambut saat tengah menunggu waktu pelepasan anak penyu. | Foto: Arief Suseno

Dari hasil patroli oleh para petugas Polhut BKSDA DKI Jakarta SKW III Pulau Rambut, penemuan telur penyu saat ini mulai berkurang dan sangat berbeda dari sebelumnya. Kendati begitu, pemantauan terus dilakukan.

“Selama satu tahun di 2022 telur yang bisa diselamatkan oleh para petugas baru saat ini saja. Ini berbeda dari sebelumnya di 2021, pernah sampai sepuluh kali ditemukan dalam setahun,” ungkap Budi.

Ia menjelaskan, rata-rata telur yang didapatkan semuanya berjenis penyu sisik atau yang dalam bahasa Inggris disebut Hawksbill sea turtle.

Terangnya, untuk tempat penangkaran penyu sejatinya ada di Pulau Pramuka. Hampir semua jenis penyu dilakukan pengembangbiakan di sana.

Sementara, untuk di Pulau Bokor hampir sebagian besar dihuni oleh monyet ekor panjang. Jadi, penemuan telur di pulau tersebut merupakan hal jarang karena selama ini hanya menemukan jejak penyu saja.

“Selama 52 sampai 56 hari, dari 120 telur yang baru bisa menetas hanya 50 ekor, sedang lainnya masih ada yang belum dan ada satu yang mati,” ungkapnya.

Budi juga menjelaskan, pelepasan hari itu telah dilakukan sesuai perintah dan aturan. Waktu yang tepat untuk pelepasliaran adalah sore menjelang malam untuk menghindari ancaman predator.

Seperti diketahui, penyu merupakan satwa yang masuk ke dalam golongan hewan terancam punah, termasuk penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Ini sejalan dengan Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Peraturan tersebut menyatakan bahwa enam jenis penyu tergolong satwa yang dilindungi oleh undang-undang.

Hal ini menegaskan bahwa segala bentuk perdagangan penyu, baik dalam keadaan hidup, mati, maupun bagian tubuhnya itu dilarang.

Budi tidak menampik, bahwa perburuan penyu di daerah tersebut pernah terjadi sekitar tahun 80-an. Hal tersebut terjadi dikarenakan kurangnya penjagaan dari para petugas di sekitar kawasan.

Untuk saat ini, kata Budi, semuanya sudah tidak ada lagi karena upaya edukasi kepada masyarakat sudah mulai berjalan.

Kendati begitu, saat ini permasalahan yang bisa mengancam hewan yang pandai berenang dengan indah ini adalah faktor sampah.

Menurutnya jika ada sampah yang mampir di dekat kawasan pantai juga sebagai penyebab sulitnya penyu yang ingin bertelur dan berkembang biak secara alami.

“Saya juga imbauan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan terutama di kali. Karena sampahnya jika masuk ke laut bisa kumpul di pinggir pantai. Apalagi lagi sering kumpul di Kepulauan Seribu dan ini bisa mengganggu satwanya,” tukasnya.

5 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments