Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

Mengapa Tembak Mati Satwa Kerap Dijadikan Solusi?

1725
×

Mengapa Tembak Mati Satwa Kerap Dijadikan Solusi?

Share this article
Mengapa Tembak Mati Satwa Kerap Dijadikan Solusi?
Beruang madu yang mati di Tanahbumbu. Foto: Banjarmasin Post

Gardaanimalia.com – Konflik antara satwa dan manusia kembali terjadi dan lagi-lagi satwa yang menjadi korban. Untuk kesekian kalinya satwa dilindungi ditembak mati karena alasan untuk keselamatan warga. Pada Senin (3/5/2021), seekor beruang madu (Helarctos malayanus) dilaporkan mati setelah ditembak. Satwa dilindungi itu masuk ke areal pemukiman warga di Desa Batuah, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan.

Peristiwa penembakan satwa dilindungi ini mendapat kecaman dari berbagai macam pihak. Ketika Garda Animalia memberitakan tentang kematian beruang madu ini banyak warganet yang memberikan respon sekaligus pertanyaan. Mengapa harus ditembak mati bukan ditembak bius? Apakah tidak ada langkah lain yang bisa diupayakan untuk mencegah hilangnya satu nyawa? Langkah penembakan mati ini perlu dipertanyakan terlebih lagi beruang madu termasuk satwa langka dilindungi. Bagaimana pun juga menjaga kelestariannya tetaplah menjadi prioritas.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Berdasarkan data IUCN (International Union for Conservation of Nature), populasi beruang madu terus mengalami penurunan cukup drastis. IUCN SSC Bear Specialist Group memperkirakan populasi beruang menurun sebesar 35 persen sejak 30 tahun terakhir dan akan terus menurun hingga 40 persen dalam beberapa tahun ke depan.

Tanda tanya menjadi semakin besar ketika diketahui ternyata beruang madu tersebut sudah beberapa kali masuk ke desa yang berbeda. Mengutip dari Tribun Tanah Bumbu, Kapolsek Kusan Hilir AKP H Opa Atim menyatakan beruang sudah muncul beberapa hari dan ada melakukan pengerusakan di Desa Pulau Salak, Betung, dan terakhir di Desa Betuah. Ketika baru pertama kali muncul, bukankah seharusnya sudah ada tindakan yang diambil untuk mencegah konflik? Mengapa tidak ada antisipasi berupa persiapan bius yang mungkin saja dibutuhkan untuk situasi darurat? Mengapa tembak mati sering kali dijadikan solusi untuk mengakhiri konflik antara satwa dan manusia.

Baca juga: Pentingnya Penataan Ruang dan Perlindungan Hutan di Indonesia

Ini bukan pertama kalinya. Tentu kita semua masih ingat dengan peristiwa pada awal Februari 2021 lalu. Ketika ada harimau koleksi kebun binatang Sinka Zoo bernama Eka yang hidupnya juga harus diakhir dengan cara ditembak mati. Beberapa tahun silam, ada satu beruang madu yang juga mengalami nasib tragis yang serupa. Bermaksud mencari makan, beruang madu itu malah ditembak mati di daerah Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Naya, Koordinator Volunteer Can Borneo Kalimantan Selatan, juga menyayangkan penembakan mati beruang madu di Tanah Bumbu ini. Ia juga mempertanyakan alasan di balik keputusan tembak mati dan apakah pihak BKSDA sudah melakukan koordinasi juga dengan pihak animal rescue untuk mengusahakan upaya lain agar satwa tidak harus dilumpuhkan dengan cara dibunuh.

Menurutnya, masuknya beruang madu ke pemukiman warga merupakan dampak dari kerusakan parah yang terjadi pada habitat satwa liar tersebut. Peristiwa ini tentu menjadi sesuatu yang sangat menyedihkan. Satwa yang sedang kelaparan, tidak dapat menemukan makanan karena habitatnya sudah dirusak, kemudian berniat mencari makan tapi malah berakhir kehilangan nyawa.

“Habitat mereka (beruang madu) telah dirusak. Kalaupun mereka digiring masuk ke hutan, akhirnya akan kembali lagi karena mereka tidak bisa mendapatkan makanan di dalam hutan,” ucap Naya ketika dihubungi oleh Garda Animalia.

Naya menambahkan beruang madu termasuk satwa liar yang dilindungi oleh negara dan harus dijaga kelestariannya serta habitatnya. Hutan yang menjadi rumah tempat tinggal bagi mereka dan diperlukan penyadartahuan serta edukasi terhadap masyarakat mengenai habitat satwa liar.

Dari kejadian ini, pertanyaan kritisnya adalah bagaimana BKSDA mengatasi konflik manusia dengan satwa. Terlebih jika melihat dari kronologi yang ada beruang madu ini sudah beberapa kali masuk pemukiman warga. Bagaimana kemudian keputusan tembak mati ini akhirnya diambil? Bagaimana sebenarnya kondisi saat itu sehingga satwa lagi-lagi menjadi korban? Sayangnya pertanyaan-pertanyaan ini masih menyisakan tanda tanya yang belum terjawab. Sampai dengan tulisan ini diturunkan pihak BKSDA terkait tidak bersedia memberikan keterangan.

Catatan penting atas peristiwa-peristiwa serupa adalah evaluasi dan perbaikan menyeluruh terutama di badan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Ditjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perlu ada standar penanganan konflik yang itu dijalankan dan dipersiapkan dengan hati-hati. Sebab nyawa manusia dan nyawa satwa sama pentingnya. Ini penting dilakukan supaya tidak ada lagi pengulangan kejadian serupa di mana satwa harus dikorbankan. Jangan sampai ada tembak mati lagi. Upaya untuk menyelamatkan kedua belah pihak yakni satwa dan warga harus dioptimalkan. Tidak lupa juga dengan usaha-usaha untuk menjaga dan melestarikan habitat satwa sehingga konflik dapat diminimalisir.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Opini

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia. Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden…