Gardaanimalia.com – Kejahatan terhadap satwa lindung di Aceh terus terjadi, mulai dari perburuan hingga perdagangan yang dilakukan oleh para oknum.
Tahun 2024 dibuka dengan kasus penangkapan MHB (24) dan KDI (48). Keduanya adalah tersangka perdagangan kulit dan tulang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Aceh Timur.
KDI merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Kecamatan Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, Indonesia.
“Dalam kasus ini KDI berperan sebagai perantara, sedangkan MHB ikut membantu KDI,” kata Kapolda Aceh Achmad Kartiko dalam konferensi pers, Banda Aceh, Senin (22/1/2024).
Penangkapan bermula dari informasi yang diterima pihak kepolisian terkait perdagangan kulit harimau yang akan dilakukan KDI bersama anaknya MHB yang berprofesi sebagai petani.
Mendapati informasi tersebut, tim gabungan kepolisian melakukan pengejaran terhadap kedua terduga pelaku yang hendak memperjualbelikan organ satwa lindung ke Medan, Sumatra Utara.
Berdasarkan keterangan tersangka, keduanya masih menunggu penawar tertinggi sebelum akhirnya ditangkap oleh pihak kepolisian.
“Barang bukti ditemukan dalam mobil tersangka berupa kulit dan tulang dari harimau sumatera,” ucapnya.
Tersangka mengaku baru pertama kali melakukan perbuatan jual beli organ satwa liar. Namun, kepolisian masih mendalami kasus tersebut, termasuk untuk mencari pelaku yang menangkap dan membunuh harimau.
“Kita akan dalami dan mengungkapkan jaringan kasus ini,” tutur Achmad Kartiko.
Diduga Harimau Jantan Dewasa
Sementara itu, menurut keterangan dokter hewan BKSDA Aceh Taing Lubis, barang bukti kulit harimau berukuran 2,6 meter. Satwa diperkiran berusia 12 tahun berjenis kelamin jantan.
“Usianya sekitar 12 tahun berarti sudah dewasa,” ungkap Taing.
Ia menduga, harimau tersebut diburu di dalam hutan. Karena menurut Taing, hanya harimau betina yang turun ke area permukiman, sedangkan harimau jantan berada di kawasan hutan.
Adapun barang bukti yang diamankan berupa satu lembar utuh kulit harimau, tulang belulang, mobil Toyota Avanza hitam tanpa STNK dengan nomor polisi BK 1316 VQ, dan beberapa alat yang digunakan tersangka.
Keduanya dijerat Pasal 40 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (2) huruf b dan d UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUH Pidana.
Dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda sebanyak Rp100 juta.