Gardaanimalia.com – Siapa yang sudah tidak asing dengan burung sikatan? Satwa bertubuh mungil yang umumnya hanya memiliki panjang tubuh berkisar 12-19 cm ini termasuk burung kicau, loh!
Di Indonesia sendiri terdapat lima jenis burung sikatan yang masuk dalam daftar satwa dilindungi oleh pemerintah, apa saja kah mereka? Yuk, simak penjelasan berikut!
1. Sikatan Besar (Cyornis concretus)
White-tailed flycatcher atau sikatan besar merupakan jenis burung dari keluarga Muscicapidae yang hidup di alam Brunei Darussalam, China, Laos, Malaysia, Myanmar, Thailand, Vietnam, India, dan tentunya Indonesia.[1]https://www.iucnredlist.org/species/22709499/94212201
Meski keduanya memiliki panjang tubuh kurang lebih 19 cm dengan kaki berwarna abu-abu tua dan lingkaran cokelat tua di sekitaran matanya.
Namun, satwa dari kelas Aves ini memiliki perbedaan ciri fisik yang cukup kentara antara individu betina dan jantan. Tubuh dari satwa jantan didominasi oleh bulu berwarna biru tua dengan sedikit corak putih di dadanya.
Adapun di kedua sisi kepalanya terdapat corak berwarna hitam, begitu pula dengan warna pada bagian sayap terbang yang juga bercorak hitam.
Sedangkan pada satwa betina, bulu tubuhnya dominan berwarna cokelat dengan bentangan putih di tenggorokan. Penutup ekor dan bagian perut betina memiliki corak berwarna putih.[2]https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Sikatan_besar
Habitat sikatan besar berada di hutan dataran rendah, hutan pegunungan, termasuk juga hutan sekunder, lereng bukit yang tertutup oleh semak belukar, dan tak jarang juga dapat dijumpai pada jurang yang teduh dan sekitaran sungai.
Di Indonesia satwa ini umumnya berada di ketinggian 300-1500 meter Pulau Sumatera dan Kalimantan, akan tetapi terkadang juga turun ke permukaan laut Pulau Borneo tersebut.
Walau bukan termasuk satwa yang terancam punah secara global, jumlahnya yang terus menurun menjadikannya sebagai hewan yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia.
Hal tersebut termuat dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P.106 Tahun 2018. Statusnya dalam daftar merah IUCN berada dalam kategori LC (Least concern) atau risiko rendah.
Kegiatan penggundulan hutan yang dilakukan terus-menerus dapat menjadi salah satu ancaman besar bagi jumlah populasi sikatan besar di masa mendatang.[3]https://birdsoftheworld.org/bow/species/whtfly2/cur/introduction
2. Sikatan Aceh (Cyornis ruckii)
Jenis sikatan yang satu ini bisa dibilang sangat misterius keberadaannya. Satwa yang memiliki nama Inggris ruck’s blue flycatcher ini pertama kali dikenali pada tahun 1917 di Delitua dalam bentuk awetan.
Selanjutnya, awetan sikatan aceh kembali ditemukan pada tahun 1918 di Tuntungan, Kota Medan. Tak lama setelah itu, temuan dua awetan burung terjadi lagi di Malaysia yang diduga merupakan hasil tangkapan dari Sumatera.
Keempat awetan tersebut ditemukan oleh Van Heijst yang merupakan warga asal Belanda. Hingga saat ini, keberadaan empat awetan itu masih simpang siur.
Ada yang mengatakan bahwa keempatnya disimpan di tempat Van Heijst biasa menyimpan koleksinya, yaitu Museum Zoologi, Universitas Amsterdam.
Di sisi lain, beberapa ahli menganggap awetan itu disimpan di Leiden dan Paris. Terlebih lagi, sejak pertama kali ditemukan, burung sikatan aceh tak pernah terlihat lagi.
Sikatan aceh memiliki panjang tubuh berukuran 17 cm dengan bulu didominasi warna biru untuk sang jantan, dan warna cokelat-merah bata untuk sang betina.
Hingga sekarang, tidak ada informasi mengenai karakter dan cara berkembang biak, serta suara cuitan dari sikatan aceh.[4]https://omkicau.com/2013/12/18/beberapa-misteri-tentang-burung-sikatan-aceh/
Statusnya dalam IUCN Red List yaitu Critically endangered atau kritis, dan termasuk dalam daftar burung yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018.
Dewi Malia Prawiradilaga, seorang Ornitolog Senior dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) menduga bahwa populasi sikatan aceh masih ada walaupun belum dapat ditemukan. Selain itu, kemungkinan satwa ini hidup di dataran rendah dan berpindah ke dataran tinggi.[5]https://www.mongabay.co.id/2021/03/30/sudah-satu-abad-sikatan-aceh-tak-kunjung-terlihat/
3. Sikatan Matinan (Cyornis sanfordi)
Menurut data IUCN Red List, jumlah populasi sikatan matinan tercatat hanya berkisar 6.000-15.000 individu dan berstatus Endangered atau terancam.
Pada awalnya, jumlah populasi dari Aves ini mencapai 10.000-19.999 individu. Penurunan secara drastis yang dialami oleh satwa ini disebabkan oleh hilangnya habitat asli mereka.[6]https://www.iucnredlist.org/species/22709482/94211557
Sikatan matinan berhabitat di hutan primer pegunungan dengan tinggi berkisar 1.300 hingga 1.780 meter.[7]https://birdsoftheworld.org/bow/species/matfly2/cur/introduction
Satwa dari keluarga Muscicapidae ini memiliki ukuran tubuh sepanjang 14,5 cm dengan bulu dominan berwarna abu kecokelatan. Bulu pada bagian bawah burung berwarna abu-abu dengan mahkota berwarna abu-abu tua.[8]https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/artikel/sikatan-mantinan/
Salah satu burung endemik Pulau Sumatera bagian utara ini memiliki siulan merdu yang berbunyi “titititutititutititutititu”.
4. Sikatan-rimba Coklat (Cynornis brunneatus)
Sikatan-rimba coklat atau yang memiliki nama Inggris brown-chested jungle-flycatcher merupakan salah satu Aves yang hidup bebas di alam Sumatera.
Habitat burung ini berada di tepi dataran rendah hutan cemara berdaun lebar, semak bambu yang lebat, dan taman yang besar dengan ketinggian berkisar 600-1.600 meter.
Populasi dari satwa ini terus berkurang akibat rusaknya habitat asli mereka. Adapun perkiraan jumlah dari populasinya yaitu sebanyak 2.500-9.999 individu. Status sikatan-rimba coklat saat ini menurut IUCN Red List berada pada level Vulnerable atau rentan.[9]https://www.iucnredlist.org/species/103761460/94193481
Tubuh sikatan-rimba coklat didominasi oleh bulu berwarna cokelat dengan sedikit warna putih pada bagian dada dan leher. Sementara, bagian sayapnya ditutupi oleh warna cokelat yang lebih gelap.
Ketika diamati, sekitaran bola mata Cynornis brunneatus dikelilingi oleh lingkaran cokelat muda yang semakin mempercantik matanya.
5. Sikatan-rimba Sulawesi (Muscicapa sodhii)
Dalam jurnal ilmiah PlosOne edisi November tahun 2014, ditemukan jenis burung baru di Sulawesi bernama sikatan-rimba Sulawesi.
Satwa ini sejatinya telah ditemukan sejak tahun 1997, di mana para pengamat mengira bahwa burung yang dilihatnya merupakan jenis dari sikatan burik (Muscicapa griseisticta).
Keduanya memang memiliki ciri fisik yang serupa, yaitu berukuran panjang 12-14 cm dengan bulu dominan berwarna cokelat keabu-abuan dan bagian bawah berwarna putih.
Namun setelah diamati lebih lanjut, terdapat beberapa perbedaan dari bentuk fisik kedua satwa tersebut, di antaranya penutup bawah sikatan-rimba sulawesi lebih pendek dibandingkan sikatan burik, begitupun dengan bagian sayap dan kedua ekornya.
Selain itu, sikatan-rimba sulawesi memiliki paruh yang lebih panjang dan sedikit miring. Pada bagian tenggorokan siaktan-rimba sulawesi juga terlihat beberapa bintik yang membuatnya berbeda dari sikatan burik.
Burung kicau satu ini memiliki suara yang mirip dengan jenis Muscicapa lainnya, namun yang membedakan ialah nada yang dimiliki sedikit lebih tinggi.
Jantan dan betina sama-sama memiliki bentuk kepala yang bulat dan paruh runcing kecil. Perbedaan keduanya hanya terletak pada warna bulu, sang jantan dominan ditutupi oleh bulu berwarna cerah, sedangkan betina berwarna buram.[10]https://www.mongabay.co.id/2014/11/27/ditemukan-spesies-baru-di-indonesia-sikatan-sulawesi/[11]https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0112657
Hewan pemakan serangga ini termasuk dalam burung yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Referensi