Menjarah
Menjarah
Menjarah
BeritaHukum

Otak Penjual 2 Orangutan Dituntut 3 Tahun Penjara, Kurirnya 2 Tahun

1347
×

Otak Penjual 2 Orangutan Dituntut 3 Tahun Penjara, Kurirnya 2 Tahun

Share this article
Sidang yang dihadiri secara virtual oleh kedua terdakwa. | Foto: Goy/Garda Animalia
Sidang yang dihadiri secara virtual oleh kedua terdakwa. | Foto: Goy/Garda Animalia

Gardaanimalia.com – Persidangan kasus perdagangan dua orangutan sumatera yang melibatkan Ramadhani alias Bolang (37) dan Reza Heryadi alias Ica (34) terus bergulir. Kabar teranyar, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan untuk keduanya.

JPU Febrina Sebayang dalam amar tuntutannya menuntut Bolang dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta. Sementara, Ica dituntut dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Mereka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam beleid itu, pelanggarnya maksimal dihukum dengan 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (30/1/2024), Bolang dan Reza yang hadir secara virtual menyampaikan pembelaannya. Mereka meminta hukuman bisa lebih diringankan.

Menariknya, Ica meminta majelis hakim membebaskan mobil Toyota Kijang Innova yang digunakannya saat membawa orangutan dari Aceh ke Kota Medan, September 2023 lalu.

Sementara, majelis hakim yang diketuai oleh Khamozaro Waruwu mengatakan bahwa barang bukti mobil disita negara.

“Itu mobil yang digunakan untuk usaha keluarga, Yang Mulia. Mohon dipertimbangkan. Saya juga meminta hukumannya untuk diringankan,” kata Reza yang hadir secara daring dari ruang tahanan.

Setelah pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda persidangan hingga 13 Februari 2024 untuk membacakan vonis.

“Hal yang memberatkan terdakwa Bolang karena dia pernah dihukum dalam kasus perdagangan satwa. Untuk terdakwa Reza tidak ada yang memberatkan,” kata Febrina usai persidangan di Ruang cakra VIII tersebut.

Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa hal yang meringankan adalah keduanya mengakui perbuatan dan kooperatif selama perkara ini bergulir.

Mengatur Perdagangan Orangutan Pesanan Prajurit TNI

penyelundupan oleh terdakwa Reza Heryadi (34) dan Ramadhani (37) pada Rabu (27/9/2023). | Foto: Harian Siantar
Orangutan yang diperdagangkan terdakwa Reza Heryadi (34) dan Ramadhani (37) pada Rabu (27/9/2023). | Foto: Harian Siantar

Kasus perdagangan ini bermula dari penangkapan Reza oleh Polda Sumatra Utara yang bekerja sama dengan organisasi Internasional Wildlife Justice Commision di Kota Medan, 27 September 2023 lalu.

Dia membawa dua individu orangutan sumatera (Pongo abelii) dari Kota Langsa, Aceh menuju Kota Medan.

Kepada polisi, Reza mengaku disuruh Bolang untuk menjadi kurir. Polisi kemudian menangkap Bolang yang berperan sebagai otak pelaku.

Nama Bolang sudah tidak asing lagi di kalangan pedagang satwa liar dilindungi. Informasi yang dihimpun dari beberapa sumber tepercaya, Bolang diduga menjadi pengumpul satwa dari Aceh.

Ia juga diduga telah lama melakoni perdagangan satwa dilindungi dan terlibat dalam jaringan perdagangan internasional. Polisi juga mengonfirmasi soal ini.

Bahkan, beberapa sumber menyebut jika Bolang pernah lolos dari beberapa kali operasi penangkapan.

Dalam perkara ini, Bolang mengatur perdagangan orangutan yang dipesan oleh seorang prajurit TNI yang bertugas di Pulau Jawa, dikenal sebagai Pak Onan.

Dalam dakwaannya, awalnya Bolang diminta mencari dua orangutan oleh Pak Onan. Namun, saat itu Bolang tidak memilikinya.

Ia kemudian ditemui oleh Danil (dalam penyelidikan) yang menawarkan dua individu orangutan. Dari sanalah Bolang menghubungkan Pak Onan dengan Danil.

Setelah itu, Danil mengirimkan video orangutan itu kepada Pak Onan. Bolang pun menawarkan seorang kurir bernama Reza kepada Pak Onan.

Sementara, Reza hanya mendapat informasi jika Danil akan mengirimkan paket ke Kota Medan dan setuju dengan upah yang sudah dibahas.

Dugaan keterlibatan oknum TNI ini tercantum dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Medan nomor 2506/Pid.B/LH/2023/PN Mdn.

Akan tetapi, belum diketahui seperti apa pengembangan kasus kepada Pak Onan dan Danil oleh penegak hukum.

FOKUS: Harusnya Jaksa Menuntut Denda Maksimal

Tuntutan kepada Bolang dan Reza mendapat respons dari Forum Konservasi Orangutan Sumatera (FOKUS). Ketua FOKUS Indra Kurnia menyoroti soal denda yang dikenakan kepada kedua terdakwa.

Kata Indra, harusnya jaksa menuntut dengan denda maksimal. Dia juga berharap majelis hakim bisa menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan.

“Kita menanti bagaimana keberpihakan penegak hukum khususnya hakim sebagai pengadil, berpihak pada konservasi satwa dilindungi,” kata Indra.

Dia juga mengatakan, kasus perdagangan satwa dilindungi memberikan dampak kerugian sistemik. Mulai dari ekologi hingga potensi kerugian keuangan negara.

Hilangnya satu orangutan dari habitat, maka membuat regenerasi hutan terhambat. Karena orangutan dikenal sebagai petani hutan.

“Dalam kasus ini, kami menilai ada empat orangutan yang hilang dari habitat. Karena untuk mengambil dua anak orangutan, artinya pemburu harus menghabisi nyawa dua induk orangutan. Ini kerugian yang sangat disayangkan,” kata Indra.

Valuasi Kerugian Seekor Orangutan

Dalam diskusi Voice of Forest (VoF) tentang tren perdagangan satwa dilindungi, Indra mengungkap soal potensi kerugian negara.

Hitungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang disampaikan Indra, per individu orangutan memberikan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,2 miliar.

“Valuasi ini bukan nilai harga satwa yang diperdagangkan di pasar gelap. Ini dihitung dari nilai valuasi, seperti biaya dibawa dari alam, direhabilitasi, operasi penindakan sampai satwa itu dikembalikan lagi ke habitatnya,” kata Indra.

Data yang dihimpun lembaga VoF selama 2022 hingga 2023 mencatat ada 26 kasus perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di Provinsi Aceh dan Sumatra Utara.

Dari jumlah tersebut, penegak hukum menetapkan 53 orang sebagai tersangka kasus perdagangan satwa liar dilindungi.

Perdagangan satwa dilindungi merupakan kejahatan yang terorganisir sangat rapi. Mulai dari tingkat tapak hingga pembeli akhir. Bahkan dalam sejumlah kasus, patut diduga ada keterlibatan aparat penegak hukum dan militer.

Wildlife Justice Commisions mencatat, perdagangan satwa menjadi kejahatan global paling menguntungkan keempat saat ini, setelah perdagangan narkoba, manusia, dan senjata api.

Artinya, kejahatan satwa menjadi extraordinary crime jika ditilik dari berbagai aspek.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments