Menjarah
Menjarah
Menjarah
BeritaHukum

Perdagangan Satwa Liar di Sulawesi Selatan Masih Marak

608
×

Perdagangan Satwa Liar di Sulawesi Selatan Masih Marak

Share this article
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini di Makassar ketika melaksanakan kunjungan kerja ke BKSDA Sulawesi Selatan, Rabu (13/12/2023). | Foto: Galuh/Parlementaria
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini di Makassar ketika melaksanakan kunjungan kerja ke BKSDA Sulawesi Selatan, Rabu (13/12/2023). | Foto: Galuh/Parlementaria

Gardaanimalia.com – Perdagangan satwa liar sebagai hewan peliharaan di Sulawesi Selatan masih dinilai marak. Hal ini diutarakan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini saat kunjungan kerja ke BKSDA Sulawesi Selatan.

“Kalau [satwa] kita populasinya terbatas, lalu mau punah, lalu kemudian mereka menjadi hewan peliharaan. Itu yang bahaya,” singgung Anggia, Rabu (13/12/2023).

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dilansir dari laman DPR RI pada Jumat (15/12/2023), Anggia mengatakan, pemeliharaan hewan liar bisa saja dilakukan jika habitat dan populasinya cukup.

Pada kunjungan kerja tersebut, BKSDA Sulawesi Selatan memaparkan bahwa jumlah perdagangan dan kepemilikan satwa liar masih terhitung banyak.

Pada 2023 sendiri, tercatat ada perdagangan dan kepemilikan 668 satwa, termasuk Aves, reptil, dan mamalia, ditambah dengan 146 kilogram daging rusa.

Anggia: Perkuat Regulasi melalui RUU KSDAHE

Garda Animalia mencatat, beberapa kasus penyelundupan satwa liar dilindungi juga kerap terjadi di Sulawesi Selatan.

Salah satunya adalah pada Mei 2023, ketika Dirjen Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Selatan menyita 51 ekor burung, termasuk spesies dilindungi.

Burung dilindungi tersebut adalah perkici dora (Trichoglossus ornatus) dan kakatua jambul putih (Cacatua alba). Selain itu, rencana penyelundupan menuju Sulawesi Selatan juga sempat terjadi pada Maret 2023.

Sejumlah 64 ekor burung kacamata wakatobi (Zosterops flavissimus) tanpa dokumen ditahan di KM Napoleon 777 yang berangkat dari Pelabuhan Wanci, Kabupaten Wakatobi.

Merespons maraknya perdagangan satwa, Anggia mengatakan akan melakukan revisi terhadap UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).

“Kami mendukung upaya penguatan regulasi pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tumbuhan satwa liar,” ungkap Anggia kepada Parlementaria di Makassar.

Salah satunya melalui revisi UU 5/1990 tentang KSDAHE yang tengah dibahas DPR RI, serta penguatan anggaran untuk upaya konservasi tersebut.

Sebagai catatan, wacana revisi UU KSDAHE telah ada sejak 2016. Pada 2018, rencana revisi UU tersebut masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Proglenas). Saat ini RUU KSDAHE masih dalam tahap penyempurnaan substansi.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments