Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

RUU KSDAHE Mandek, Berbagai Kebijakan Justru “Mengancam” Hidup Satwa Liar

2094
×

RUU KSDAHE Mandek, Berbagai Kebijakan Justru “Mengancam” Hidup Satwa Liar

Share this article
Momen pada saat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Espen Barth Eide menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tentang Partnership in Support of Indonesia’s Efforts to Reduce Greenhouse Gas Emissions from Forestry and Other Land Use di Jakarta 12 September 2022. | Foto: Kementerian Luar Negeri RI
Momen pada saat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Espen Barth Eide menandatangani MoU tentang Partnership in Support of Indonesia’s Efforts to Reduce Greenhouse Gas Emissions from Forestry and Other Land Use di Jakarta 12 September 2022. | Foto: Kementerian Luar Negeri RI

Gardaanimalia.com – Beberapa waktu lalu, Pemerintah Norwegia mengesahkan amandemen aturan terkait Perlindungan Lingkungan Svalbard. Aturan ini akan efektif berlaku pada 1 Januari 2025.

Secara singkat, aturan ini membatasi pengunjung dan pendaratan kapal yang datang ke Svalbard. Svalbard merupakan wilayah Kepulauan Norwegia antara daratan Norwegia dan Kutub Utara, sekaligus tempat berlindung bagi beruang kutub, rusa kutub svalbard, dan rubah arktik.

Dilansir dari detikTravel–yang mengutip NZ Herald- Pemerintah Norwegia tidak ingin satwa yang terancam punah tersebut terganggu dengan kedatangan banyaknya turis.

Oleh karenanya, aturan amandemen diberlakukan untuk mengurangi jumlah pengunjung yang datang, dari semula 240 kapal pesiar yang diizinkan menjadi hanya 43 saja.[1]Syanti Mustika, detikTravel, dalam berita “Lindungi Beruang Kutub dkk, Norwegia Batasi Kapal Pesiar” diakses 28 Februari 2024

Selain itu, pengunjung juga diharuskan menjaga jarak lebih jauh minimal 500 meter dari keberadaan satwa liar tersebut. Hal ini guna mencegah semakin merosotnya populasi satwa liar akibat perubahan iklim dan peningkatan aktivitas manusia.

Langkah berani yang diambil oleh Pemerintah Norwegia tampaknya patut diapresiasi di tengah adanya gejolak kekecewaan yang dilontarkan oleh para pengusaha pariwisata dan kapal pesiar.

Namun, keputusan tersebut tetap diambil Pemerintah Norwegia demi menyelamatkan satwa liar yang berada di ujung kepunahan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pertanyaan yang cukup menggelitik kemudian muncul, bagaimana dengan komitmen Pemerintah Indonesia dalam melindungi keberadaan satwa-satwa liar dari kepunahan?

Indonesia menjadi rumah bagi banyaknya spesies endemik di dunia. Bahkan, sering kali mendapat julukan sebagai “world mega biodiversity center” karena dengan hanya memiliki luas 1,3% dari luas daratan dunia, tapi terdapat 17% spesies endemik dunia hidup di Indonesia.[2]John E.H.J. FoEH., Rimba Indonesia, “Perlukah Diadakan Perubahan Terhadap UU No. 5/90 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya: Kajian Terhadap Naskah Akademis Revisi UU No. … Continue reading

Gambar badak jawa, salah satu satwa prioritas dan dilindungi di Indonesia. | Foto: KLHK
Gambar badak jawa, salah satu satwa prioritas dan dilindungi di Indonesia. | Foto: KLHK

Sayangnya, Indonesia juga dihadapkan pada kenyataan mengenai ancaman kepunahan satwa-satwa liar tersebut. Mengutip dari Mongabay Indonesia, 5 dari 10 satwa paling terancam punah di dunia saat ini adalah satwa yang hidup di Indonesia.

Mereka adalah badak jawa (Rhinoceros sondaicus), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), orangutan sumatera (Pongo abelii), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).[3]Akhyari Hananto, Mongabay.co.id, dalam berita “10 Satwa Paling Terancam Punah di Dunia Saat Ini” diakses 28
Februari 2024

Kemerosotan populasi satwa-satwa diakibatkan oleh berbagai faktor. Namun, faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yakni penyempitan habitat dan perburuan liar menjadi faktor utamanya.

Dalam Laporan Traffic Europe, Indonesia merupakan salah satu negara sumber pengekspor satwa liar terbesar yang diperdagangkan di Asia Tenggara.[4]Vincent Nijman and C. R. Shepherd, “Wildlife Trade from ASEAN to The EU: Issues with The Trade in Captive Bred Reptiles From Indonesia,” TRAFFIC Europe Report for the European Commission, … Continue reading

Bahkan, dari berbagai penelitian yang dilakukan, Indonesia teridentifikasi sebagai negara pengekspor spesimen reptil dan karang yang diambil dari alam bebas, yang paling signifikan di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1998 dan 2007.[5]Vincent Nijman, “An Overview of International Wildlife Trade From Southeast Asia” Biodiversity and Conservation 19 (2010): 1101.

Aturan hukum yang ada–UU Nomor 5 Tahun 1990–disebut-sebut tak mampu lagi mengatasi persoalan kejahatan perdagangan ilegal satwa liar.

Pada 2019, Sidang Umum PBB sebetulnya telah menetapkan beberapa resolusi untuk melawan kejahatan perdagangan ilegal satwa dan tumbuhan liar.

Salah satunya dengan menyerukan kepada negara-negara anggotanya untuk meninjau bahkan mengamandemen undang-undang di masing-masing negara sepanjang menyangkut perlindungan terhadap satwa dan tumbuhan liar.[6]Resolusi Sidang Umum PBB 73/343, September 2019, “Resolution adopted by the General Assembly on 16
September 2019” diakses 28 Februari 2024

Nasib Satwa Liar di Tangan Pemerintah Indonesia

Joko Widodo atau Jokowi merupakan Presiden Republik Indonesia sejak 2014 hingga 2024. | Foto: Sekretariat Kabinet RI
Joko Widodo atau Jokowi merupakan Presiden Republik Indonesia sejak 2014 hingga 2024. | Foto: Sekretariat Kabinet RI

Namun, sejak ditetapkan sebagai agenda Prolegnas Prioritas 2021 dalam Sidang Paripurna Maret 2021,[7]Nikolas Ryan Aditya, Kompas.com, dalam berita “DPR Sahkan 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021, Ini Daftarnya” diakses 28 Februari 2024 tujuh pembahasan RUU Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 seperti mandek di tengah jalan.

Ironisnya, berbagai kebijakan pembangunan yang diambil Pemerintah Indonesia justru mengancam keberlangsungan satwa liar yang hidup di Indonesia dan kontraproduktif dalam perlindungan satwa liar dari ancaman kepunahan.

Proyek strategis nasional yang menetapkan pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo menjadi salah satu kebijakan yang menimbulkan kontroversi 2 tahun lalu.

Berbagai organisasi masyarakat sipil pun akhirnya mendesak pemerintah untuk menghentikan pembangunan di kawasan habitat komodo tersebut.

Mengingat dalam Daftar Merah IUCN, komodo adalah satwa liar yang status kepunahannya meningkat dari yang sebelumnya rentan punah (vulnerable) menjadi genting (endangered) atau dua langkah lagi menuju kepunahan.[8]Djoko Subinarto, Mongabay.co.id, dalam berita “Perubahan Iklim dan Ancaman Kepunahan Komodo” diakses 28 Februari 2024

Merujuk berbagai pendapat pemerhati lingkungan, pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo dinilai akan semakin mempercepat laju kepunahan satwa endemik tersebut.

Kekhawatiran akan hal ini kemudian mendorong para pemerhati lingkungan tersebut untuk mengirimkan surat resmi ke UNESCO agar membuat peringatan dan meminta Pemerintah Indonesia menghentikan proyek pembangunan wisata elit tersebut.

Alih-alih melakukan pembatasan yang ketat seperti yang dilakukan Pemerintah Norwegia untuk menjaga populasi beruang kutub, Pemerintah Indonesia justru “menjual” keberadaan satwa liar di Pulau Komodo ini kepada perusahaan-perusahaan swasta tanpa mempertimbangkan dampak di masa mendatang.

Mengutip pernyataan Direktur Walhi NTT, setidaknya ada tiga perusahaan swasta yang diberikan izin konsesi yang nantinya akan mengelola wisata kawasan komodo, yaitu Segara Komodo Lestari (SKL), Komodo Wildlife Ecotourism, dan Synergindo Niagatama.[9]Ebed de Rosary, Mongabay.co.id, dalam berita “Walhi NTT Minta Presiden Jokowi Hentikan Privatisasi di
Kawasan Taman Nasional Komodo” diakses 28 Februari 2024

Gambar kandang orangutan milik Pusat Suaka Orangutan Arsari. Posisinya berada dekat Ibu Kota Nusantara (IKN) di Sepaku, Kalimantan Timur. | Foto: Willy Kurniawan/Reuters
Gambar kandang orangutan milik Pusat Suaka Orangutan Arsari. Posisinya berada dekat Ibu Kota Nusantara (IKN) di Sepaku, Kalimantan Timur. | Foto: Willy Kurniawan/Reuters

IKN: Masalah Baru bagi Perlindungan Habitat Satwa Liar

Baru-baru ini, pembangunan IKN juga menjadi kebijakan paling dramatis yang akan menghilangkan habitat satwa liar di Kalimantan Timur secara signifikan.

Pembangunan IKN seluas 256.142 hektare di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur tersebut tentu akan membabat hutan-hutan untuk kebutuhan pembangunan.

Padahal, Kalimantan merupakan paru-paru dunia yang menyediakan 20 persen oksigen bumi. Di sanalah rumah bagi hutan hujan tertua di dunia itu berada.

Tak hanya itu, 6% keanekaragaman hayati dunia juga mendiami dan tinggal di Pulau Kalimantan. Bahkan, 2,7 juta hektare ekosistem esensial teridentifikasi di Kalimantan Timur untuk pelestarian habitat satwa yang terancam hilang karena pembangunan IKN.

Studi penelitian yang dilakukan oleh Tri Atmoko, dkk. menyebut pembangunan IKN akan menjadi acaman bagi populasi satwa endemik Kalimantan, yakni bekantan (Nasalis larvatus).

Dari total populasi 3.907 individu, setidaknya akan ada 1.449 individu bekantan yang terdampak dan tersingkir dari habitatnya karena pekerjaan konstruksi yang berlangsung.[10]Tri Atmoko, dkk., “Population Status of Proboscis Monkeys in Balikpapan Bay and Their Potential Survival Challenges in Nusantara, The Proposed New Capital City of Indonesia,” … Continue reading

Seekor bekantan tengah menggendong anaknya. | Foto: Sahabat Bekantan Indonesia
Seekor bekantan tengah menggendong anaknya. | Foto: Sahabat Bekantan Indonesia

Hati-Hati! Keunggulan Dapat Menjadi Kemunduran

Kebijakan lain yang juga patut diperhatikan dan dikawal secara serius mengenai transisi energi baru terbarukan khususnya yang dihasilkan dari bahan organik seperti biomassa.

Beberapa tahun belakangan, krisis iklim dan pemanasan global mendorong negara-negara beralih dari energi yang dihasilkan oleh energi fosil menuju sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Bioenergi yang dihasilkan dari bahan biomassa menjadi salah satu alternatif yang ditawarkan. Salah satu keunggulan bioenergi ini adalah netralitas karbonnya yang dinilai akan menjadi alternatif dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun, dengan keunggulan yang demikian, alternatif ini juga memiliki kelemahan yang jika gagal atau tidak ketat dalam implementasinya justru akan mendatangkan bencana lain.

Salah satu bahan organik yang digunakan dalam bioenergi adalah kayu atau serbuk kayu. Persoalannya, jika penggunaan bioenergi ini dalam skala besar, sementara pemerintah gagal menjaga keberlangsungan biomassa, maka justru akan terjadi deforestasi massal.

Hal tersebut tentu akan berdampak pada keberlangsungan habitat dan populasi satwa liar di Indonesia.

Oleh karenanya, upaya Indonesia untuk melakukan transisi energi harus diimbangi dengan kajian-kajian kritis dari masyarakat dan pengawalan yang ketat agar penerapannya tidak kontraproduktif dengan tujuan awal transisi energi itu sendiri.

Lebih lagi, jangan sampai hal tersebut justru memperparah atau malah mendatangkan persoalan lain yang tidak akan teratasi di masa yang akan datang.

Ini adalah salah satu jenis biomassa yang dicampur dengan batu bara, yang berbentuk cacahan kayu pada PLTU co-firing. | Foto: mightyearth.org
Ini adalah salah satu jenis biomassa yang dicampur dengan batu bara, yang berbentuk cacahan kayu pada PLTU co-firing. | Foto: mightyearth.org

Berkaca pada keberanian Pemerintah Norwegia untuk memperketat aturan perlindungan terhadap satwa liar di wilayahnya, mestinya dapat menjadi contoh bagi Pemerintah Indonesia.

Bukan malah mengedepankan bisnis semata dengan mengabaikan ancaman serius di masa depan akibat kepunahan satwa-satwa liar tersebut.

Apalagi dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang begitu melimpah, ini harusnya menjadi tuntutan bagi Pemerintah Indonesia agar lebih tegas dalam menegakkan perlindungan hukum bagi keberlangsungan hidup satwa liar di Bumi Khatulistiwa ini.

Desakan utamanya tentu mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU Perubahan UU Nomor 5 Tahun 1990 dengan mengarusutamakan pada perlindungan keberadaan habitat dan spesies satwa liar dibandingkan pemanfaatannya.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia juga dituntut untuk melakukan evaluasi terhadap proyek-proyek pembangunan yang berimplikasi pada pembukaan kawasan hutan sehingga mengancam keberlangsungan hidup satwa liar di alam.

0 0 votes
Article Rating

Referensi[+]

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Opini

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia. Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden…