Menjarah
Menjarah
Menjarah
BeritaHukum

Residivis Perdagangan Kucing Hutan Dituntut 3 Tahun Penjara

2189
×

Residivis Perdagangan Kucing Hutan Dituntut 3 Tahun Penjara

Share this article
Residivis Perdagangan Kucing Hutan Dituntut 3 Tahun Penjara
Majelis hakim melaksanakan persidangan kasus perdagangan satwa dilindungi dengan terdakwa Asrani melalui teleconference di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (24/6). Foto: Gardaanimalia.com/Br

Gardaanimalia.com – Memperdagangkan satwa dilindungi berupa Kucing hutan, Kuskus dan Kengkareng hitam, terdakwa Asrani alias Aas dituntut hukuman 3 tahun kurungan penjara di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Selain hukuman kurungan penjara, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ira Dwi Purbasari, S.H. menuntut terdakwa dengan denda sebesar Rp 10 juta subsidair pidana kurungan selama 6 bulan.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dalam pembacaan tuntutannya yang dilakukan secara teleconference, JPU mengatakan bahwa terdakwa memenuhi unsur telah melanggar Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana turut serta menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup,” ujarnya di depan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hj. Rosmawati, S.H., M.H di ruang Candra pada Rabu (24/6) siang.

JPU kemudian menegaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa merupakan tindak pidana pengulangan. Sebelumnya, Asrani pernah melakukan kejahatan dengan kasus yang serupa pada tahun 2016.

Saat pembacaan tuntutan selesai dibacakan, terdakwa hanya mengangguk dan menyerahkan keputusan kepada majelis hakim. Ketua majelis hakim kemudian memutuskan untuk menutup persidangan dan menjadwalkan sidang putusan yang akan dilaksanakan minggu depan hari Senin, 6 Juli 2020 pukul 10.00 WITA.

Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan kasus berawal dari penangkapan terdakwa Asrani bersama dengan terdakwa Muhammad Rizky Rizaldi alias Dede oleh Subdit IV Tipidter Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Selasa, 17 Maret 2020.

“Terdakwa bertugas sebagai pembeli hewan kemudian menjual hewan tersebut kepada pembeli, sedangkan saksi Muhammad Rizky bertugas untuk mengambil hewan yang terdakwa beli, memelihara hewan tersebut sampai dijual kembali dan mengirim hewan tersebut kepada calon pembeli apabila sudah laku terjual,” ujarnya.

Terdakwa bersama Muhammad rizky diamankan dengan barang bukti berupa 17 ekor Kucing kuwuk, 1 ekor Kuskus selatan dan 1 ekor burung Kengkareng hitam dalam keadaan hidup di Jalan Sulawesi No. 1 RT 016 RW 002 Kelurahan Pasar Lama, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin.

Keduanya telah melakukan kegiatan jual beli satwa dilindungi sejak Desember 2019. Satwa-satwa dilindungi tersebut didapatkan dari daerah Barabai, Kab. Hulu Sungai Tengah, dibeli dari seorang berinisial E melalui kontak WhatsApp dan diambil di Terminal KM 6 Banjarmasin.

Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi Garda Animalia, Ratna Surya menjelaskan bahwa Terdakwa Asrani merupakan residivis yang sebelumnya pernah melakukan tindak pidana serupa.

“Aas pernah ditangkap Polda Kalimantan Tengah di tahun 2016, kasusnya sama, perdagangan satwa dilindungi,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng berhasil mengamankan Aas bersama barang bukti berupa 8 ekor Kucing hutan, 1 ekor Elang bondol dan 1 ekor Musang di kawasan Jalan Piere Tendean, Taman Siring, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa, 18 Oktober 2016 malam.

Atas kejahatannya tersebut, Asrani dijatuhi vonis berupa hukuman penjara selama 4 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan oleh Ketua majelis hakim di Pengadilan Negeri Palangkaraya, pada Rabu, 25 Januari 2017.

Menurut Ratna, putusan yang rendah dari hakim pada kasus kejahatan terhadap satwa tidak menimbulkan  efek jera, justru pelaku semakin berani melakukan aksinya lagi.

“Kecilnya resiko hukum yang dihadapi oleh pelaku perdagangan ilegal satwa liar membuat pelaku kembali melakukan kejahatan yang sama. Hal ini sangat disayangkan,” katanya.

Ratna menegaskan bahwa penegakan hukum yang baik dan optimal dapat menyelamatkan satwa-satwa yang kini terancam punah serta terjaganya kelestarian alam.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments