Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Terancam Punah, Kucing Merah Didapati Tergeletak Mati di Tanah

3165
×

Terancam Punah, Kucing Merah Didapati Tergeletak Mati di Tanah

Share this article
Seekor kucing merah ditemukan mati terkena jerat di kawasan hutan sekitar Desa Joloi, Kecamatan Seribu Riam, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. | Foto: Melky
Seekor kucing merah ditemukan mati terkena jerat di kawasan hutan sekitar Desa Joloi, Kecamatan Seribu Riam, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. | Foto: Melky

Gardaanimalia.com – Jebakan jerat kembali memakan korban, kali ini kucing merah ditemukan mati terkena jerat babi di kawasan hutan Desa Joloi, Kecamatan Seribu Riam, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.

Satwa yang memiliki nama ilmiah Catopuma badia tersebut ditemukan tewas dengan kondisi tergeletak di tanah pada Selasa (10/5), akibat terkena tali jeratan di kaki kiri bagian belakang.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Menurut informasi yang diterima Garda Animalia, jebakan jerat yang mengenai kucing merah tersebut merupakan jeratan yang dipasang oleh masyarakat desa untuk berburu satwa seperti babi dan rusa.

Pegiat satwa dilindungi asal Murung Raya, Melky menceritakan, kematian kucing merah diketahui saat warga hendak berangkat ke ladang, dan menemukan bangkai satwa itu dalam perjalanannya.

“Terjerat perangkap, satwa langka itu mati. Tubuhnya tergeletak di tanah,” jelas Melky pada Rabu (18/5) saat dihubungi di Palangka Raya.

Menurut pandangan Melky, peristiwa ini sangat disayangkan karena kurangnya sosialisasi dan informasi oleh lembaga konservasi kepada masyarakat pedalaman Kalimantan.

“Sehingga menyebabkan hewan langka tersebut menjadi korban jerat pemburu yang tidak mengetahui akibat dari pemasangan jerat di dalam kawasan hutan,” jelasnya.

Jika hal ini dibiarkan, lanjut Melky, maka bukan cuma hewan yang akan terancam, melainkan juga manusia. Apabila tidak mengetahui adanya jerat yang terpasang di dalam kawasan hutan tersebut.

“Satwa ini termasuk dalam kategori Apendiks II oleh CITES (Convention International on Trade of Endangered Species), yang artinya tidak boleh diambil dan dijual apabila satwa tersebut keturunan langsung dari alam,” paparnya.

Kucing merah kalimantan merupakan apex predator atau predator puncak, yang berarti mereka tidak dimangsa oleh satwa lainnya.

“Di luar kawasan lindung, ancaman yang membuat satwa ini berada diambang kepunahan adalah terus berkurangnya habitat dan perburuan,” ungkap Melky.

Sementara, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, Nur Patria Kurniawan menyebut, bahwa selama pandemi Covid-19, beberapa kali kucing merah terlihat dalam camera trap.

Namun, kata Nur Patria, setelah kini berhasil ditemukan, kucing langka tersebut justru ditemukan dalam kondisi mati terkena jerat.

“Kejadian kali ini pasti terkena jerat babi hutan. Enggak mungkin warga sengaja menjerat atau mencari kucing hutan, apalagi kucing merah,” ungkapnya, dilansir dari Kompas.

Menurutnya, penelitian Catopuma badia dan lima jenis kucing endemik Kalimantan lainnya belum banyak alias masih minim. Hal tersebut dikarenakan atensi terhadap satwa itu masih berada di bawah orangutan.

Dirinya juga mengatakan, bahwa penelitian terhadap satwa itu banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi tanpa berjumpa langsung dengan satwa.

Hal itu disebabkan, kucing merah atau kucing liar asal Kalimantan tersebut biasa melakukan aktivitas pada malam hari. Sehingga keberadaannya semakin sulit ditemui.

“Selama pandemi, kucing liar atau kucing hutan beberapa kali terlihat kamera, mungkin sebelumnya sulit karena aktivitas manusia tinggi. Kini, saat aktivitas di luar rumah berkurang aktivitas satwa liar pun meningkat,” lanjutnya.

Berkaitan dengan ini, dirinya berencana untuk mengagendakan workshop khusus tentang kucing liar. Melalui kegiatan tersebut nantinya diharapkan akan memantik munculnya jurnal penelitian pengetahuan tentang beragam jenis kucing hutan.

Hingga kini, ujarnya, populasi kucing hutan sangat sedikit. Meski begitu, dia mengaku belum mengetahui jumlah pastinya berapa. “Padahal ini top predator,” ungkap Nur Patria.

“Di Sumatera memang ada, tetapi di sana kucing liar bukan top predator karena ada harimau, di sini (Kalimantan Tengah), hanya buaya dan kucing hutan ini,” jelasnya.

Kondisi tragis kucing merah yang terkena jerat di kaki kiri bagian belakang. Kini penampakannya sudah mulai jarang ditemukan. | Foto: Melky
Kondisi tragis kucing merah yang terkena jerat di kaki kiri bagian belakang. Kini penampakannya sudah mulai jarang ditemukan. | Foto: Melky

Akan tetapi, Kepala BKSDA Kalimantan Tengah itu juga menegaskan, bahwa memasang jerat babi dengan alasan apapun dilarang karena dapat membahayakan satwa termasuk yang dilindungi.

Pelaku dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 40 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, Catopuma badia merupakan salah satu jenis satwa yang terdaftar dalam peraturan tersebut.

Selain itu, menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List, kucing merah memiliki status konservasi terancam punah (Endangered).

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments