Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Menyambut Kedatangan Burung Migran

1327
×

Menyambut Kedatangan Burung Migran

Share this article
sikep-madu asia
pengamatan burung migrasi
Dara-laut sayap-putih (Chlidonias leucopterus), salah satu burung migran yang dijumpai di Muara Gembong. | Foto: birderindonesia/Instagram
Dara-laut sayap-putih (Chlidonias leucopterus), salah satu burung migran yang dijumpai di Muara Gembong. | Foto: birderindonesia/Instagram

Gardaanimalia.com – Perhimpunan Burung Indonesia berhasil mengidentifikasi 48 jenis burung pada saat melaksanakan kegiatan Bird Migratory Watch.

Kegiatan yang berlangsung pada 28-29 Oktober 2023 tersebut dilakukan pada dua lokasi, yaitu Muara Gembong dan Pegunungan Sanggabuana.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dalam keterangan tertulis pada Senin (30/10/2023), Garda Animalia menerima daftar jenis burung yang terpantau oleh para pengamat burung tersebut.

Terdapat dua kategori besar burung yang berhasil diamati, yakni burung migrasi dan burung penetap. Salah satu burung migrasi yang terpantau di Muara Gembong adalah dara-laut sayap-putih (Chlidonias leucopterus).

Sementara, burung penetap yang teramati di Muara Gembong, dua di antaranya adalah blekok sawah (Ardeola speciosa) dan raja-udang biru (Alcedo coerulescens).

Tak hanya itu, selama perjalanan susur Sungai Citarum dan saat berada di Hutan Mangrove Muara Gembong, ada 27 jenis burung liar lainnya yang juga terlihat.

Bergeser ke Pegunungan Sanggabuana, para pengamat burung pun tampak bersemangat untuk menyaksikan proses migrasi raptor dari ketinggian.

Setelah menanjak sedikit dari tempat bermalam, para peserta akhirnya berhasil menemukan setidaknya 18 jenis burung dari Puncak Sempur, Minggu (29/10/2023).

Ada empat burung migran yang melintas dan teridentifikasi melalui teropong binokular. Beberapa di antaranya bahkan terdokumentasi dalam kamera para peserta.

Jenisnya, yaitu elang-alap cina (Accipiter soloensis), elang-alap nipon (Accipiter gularis), sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus), dan kirik-kirik laut (Merops philippinus).

Sisanya adalah jenis burung penetap, seperti elang brontok (Nisaetus cirrhatus), elang-ular bido (Spilornis cheela), bondol peking (Lonchura punctulata), dan lain-lain.

Tradisi Burung: Migrasi Setiap Tahun

Pengamatan burung migrasi di Pegunungan Sanggabuana. | Foto: Garda Animalia
Pengamatan burung migrasi di Pegunungan Sanggabuana. | Foto: Garda Animalia

Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia Ria Saryanthi mengungkapkan, kegiatan tersebut adalah salah satu cara Burung Indonesia untuk menyambut burung migrasi.

“Kami mempromosikan melalui media sosial ‘Wah, ini ada tamu datang, lo! Dan ini merupakan fenomena alam yang unik,” ujarnya saat wawancara bersama Garda Animalia.

Menurut perempuan yang akrab disapa Yanthi tersebut, semua orang belum tentu punya kesempatan untuk melihat fenomena alam yang unik tersebut.

Untuk mengampanyekan dan mengenalkan ragam fauna itu, Yanthi bersemangat mengajak orang yang belum tahu agar terlibat dan bergabung bersama mereka.

“Kami mengajak orang yang belum tahu untuk bergabung bersama Burung Indonesia untuk melakukan kegiatan itu,” ungkapnya.

Diketahui, fenomena burung migrasi terjadi pada setiap tahun. Burung pemangsa atau raptor adalah salah satu spesies yang biasa bermigrasi.

Raptor mulai meninggalkan tempat asalnya pada musim gugur sekitar September hingga November. Lalu, kembali pada musim semi sekitar Maret hingga Mei di tahun berikutnya.

Konsep Bhuana Agung dan Bhuana Alit

Seekor burung sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) di Pegunungan Sanggabuana. | Foto: arnovbirding/Instagram
Seekor burung sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus) di Pegunungan Sanggabuana. | Foto: arnovbirding/Instagram

Kegembiraan menyambut ribuan burung yang setiap tahun bermigrasi dari bumi bagian utara menuju selatan tersebut juga dirasakan oleh Dina Tantriani.

Salah seorang peserta asal Bali tersebut menuturkan, kegiatan ini membuat dirinya merefleksikan tentang keberadaan fauna yang selama ini tampak biasa saja.

“Selama ini, aku ngerasa menyia-nyiakan eksistensi burung—ya ngelihatnya sekadar lalu aja,” ungkapnya melalui WhatsApp.

Namun, setelah kegiatan birdwatching, Dina merasa ‘fauna yang sekadar lalu’ itu menjadi bermakna dan tampak berbeda dari biasa yang dilihatnya.

“Sekarang mereka jadi punya nama,” tuturnya dengan gembira.

Ia meyakini bahwa selama ini benar apa yang dibilang orang jika tak kenal, maka tak sayang. Kalimat itu seolah mewakili perasaannya yang kini mulai membuka diri untuk lebih dekat dengan fauna.

Bahkan, dalam agama Hindu, katanya, ada yang namanya Bhuana Agung (jagat besar, makrokosmos) dan Bhuana Alit (jagat kecil, mikrokosmos).

“Di agama Hindu—dan aku rasa beberapa kepercayaan lokal di Indonesia juga meyakini konsep serupa,” ungkapnya.

Perempuan itu lalu menjelaskan, makrokosmos mengacu pada alam, sedangkan mikrokosmos pada diri manusia. Sejatinya, menurut Dina, ini bukan dualisme.

“Tapi justru menegaskan bahwa diri kita (manusia) adalah bagian yang saling terhubung dan enggak terpisahkan dari alam,” ucapnya.

Sehingga, apapun yang diperbuat oleh manusia pasti bakal ada konsekuensinya pada alam. “Sebaliknya, secuil perubahan di alam, akan berpengaruh besar untuk kita,” tandasnya.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Kusnadi
Kusnadi
6 months ago

Kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Sayang kami belum mempunyai kesempatan untuk bergabung. Sebagai informasi kami pernah mengadakan kegiatan pengamatan burung di sanggabuana pada tahun 1997, dalam pengamatan masih burung rangkong dan ealang jawa.

nisaetus bartelsi
nisaetus bartelsi
6 months ago

semoga kegiatan seperti ini lebih sering diadakan supaya masyarakat dapat lebih paham akan pentingnya keberadaan burung yang bisa menjadi indikator suatu wilayah, seperti misalnya elang yang berada di puncak piramida makanan menandakan bahwa di wilayah tersebut masih terjaga kekayaan aneka ragam hayatinya