Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Satwa Dilindungi Terancam, KLHK Sulit Awasi Habitat di Kawasan Konsesi

1031
×

Satwa Dilindungi Terancam, KLHK Sulit Awasi Habitat di Kawasan Konsesi

Share this article
Jejak Gajah Sumatera di kawasan HCV PT Bumi Mekar Hijau, Sumatera Selatan. | Foto: Auriga dan tim kolaborasi Tempo, Mongabay, dan Betahita.id
Jejak satwa dilindungi yaitu gajah sumatera di kawasan HCV PT Bumi Mekar Hijau, Sumatera Selatan. | Foto: Auriga Nusantara dan tim kolaborasi Tempo, Mongabay, dan Betahita.id

Gardaanimalia.com – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan hanya mampu mengawasi satwa langka dan dilindungi yang terpencar di 11 titik kawasan konservasi di Sumatera Selatan.

Lebih dari itu, juga terdapat beberapa satwa langka seperti gajah, badak, orangutan, dan harimau sumatera yang keberadaannya terletak di area konsensi perusahaan.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Ujang Wisnu Barata, Kepala BKSDA Sumsel belum bisa menjangkau lokasi di luar 11 titik kawasan konservasi yang menjadi konsentrasi mereka karena keterbatasan jumlah petugas.

“Ini karena tidak ada mitra non-governmental organization (NGO) bidang satwa,” ujar Ujang, Minggu (14/11) dilansir dari Koran Tempo.

Ia mengatakan balai konservasi perlu memiliki mitra kerja dalam melakukan pemantauan perlindungan satwa di area konsesi perusahaan. Di mana tercatat ada 83 korporasi pemegang konsesi perkebunan sawit, hutan tanaman industri (HTI), dan pertambangan yang lokasinya merupakan habitat bagi satwa.

Terkait permasalahan tersebut, Ujang meminta kesadaran perusahaan agar memberikan laporan jumlah satwa liar yang berada di masing-masing wilayah konsesi.

Selain itu, BKSDA Sumsel juga terus melakukan sosialisasi, termasuk mengajak perusahaan untuk ikut serta menjamin perlindungan satwa, utamanya gajah, harimau, dan orangutan.

Ujang mengatakan bahwa pihak PT Bumi Mekar Hijau, perusahaan pemasok bahan baku untuk APP Sinarmas Group di Kabupaten Ogan Komering Ilir, pernah menginformasikan jumlah populasi gajah. “Mereka melaporkan sekitar 22 gajah hasil identifikasi tim konservasi PT BMH,” tuturnya.

Pihak PT BMH juga membuat area high conservation value (HCV) untuk satwa-satwa tersebut. Namun, kata Ujang, ia tidak mengetahui secara pasti area itu berfungsi dengan baik atau tidak.

Persoalan habitat satwa liar dilindungi itupun menjadi atensi dari Yayasan Auriga Nusantara, lembaga nirlaba yang fokus di bidang lingkungan.

Dalam satu bulan terakhir, Auriga, bersama Tempo, Mongabay, dan Betahita.id, menelaah ulang keberadaan satwa langka dan dilindungi di area konsesi maupun konservasi di Sumatera Selatan.

Dari penelusuran itu, tim menemukan adanya penurunan jumlah populasi satwa dilindungi dalam 40 tahun terakhir. Hal ini terjadi akibat hidupnya ratusan perusahaan yang menerima konsesi di kawasan habitat satwa dilindungi tersebut.

Sulih Primara Putra, peneliti kehutanan Auriga Nusantara mengatakan bahwa selama ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memang tak berdaya untuk memaksa dan menindak korporasi yang tidak menjalankan kewajiban melindungi habitat satwa di kawasan konsesinya.

Ketidakberdayaan tersebut disebabkan ruang lingkup Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem cuman mengawasi habitat di kawasan konservasi.

Pemantauan kinerja perusahaan, lanjut Sulih, hanya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) KLHK. Kemudian, korporasi hanya diwajibkan membuat area konservasi yang diawasi oleh lembaga sertifikasi dan penilaian independen.

“Lembaga sertifikasi ini yang berwenang memberikan sanksi administratif, misalnya pencabutan sertifikat, apabila perusahaan tidak memenuhi prasyarat dalam menjalankan bisnisnya,” ujar Sulih.

Akan tetapi, ujarnya, tidak ada satu jua perusahaan yang pernah mendapat sanksi karena abai dalam mengelola area konservasi atau melindungi satwa liar.

Sulih menyebut bahwa adanya kondisi seperti ini karena upaya perlindungan satwa liar belum menjadi atensi serius bagi banyak pihak. Sehingga tak heran apabila habitat dan jumlah satwa liar terus mengalami penurunan setiap tahunnya.

Keadaan ini tentu membuat Sulih khawatir akan risiko kepunahan populasi satwa kunci seperti badak, gajah, harimau, dan orangutan di masa mendatang.

Kotoran gajah sumatera yang ditemukan di kawasan HCV PT Bumi Mekar Hijau, Sumatera Selatan. | Foto: Auriga dan tim kolaborasi Tempo, Mongabay, dan Betahita.id
Kotoran gajah sumatera yang ditemukan di kawasan HCV PT Bumi Mekar Hijau, Sumatera Selatan. | Foto: Auriga Nusantara dan tim kolaborasi Tempo, Mongabay, dan Betahita.id

Di sisi lain, Muhammad Ichwan, Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengatakan pihaknya tengah mendorong agar lebih serius melindungi habitat dan populasi satwa dilindungi.

Upaya itu akan dilakukan dengan cara memperketat penilaian terhadap pengelolaan area HCV perusahaan pemegang konsesi. “Kalau pemerintah bisa memberikan izin, semestinya mereka juga memberi pengawasan ketat untuk memastikan konsesi yang dieksploitasi tidak mengganggu habitat satwa,” ujar Ichwan.

Ia menyebut bahwa pemerintah tengah menyiapkan regulasi turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang akan mengatur Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Masih dalam rancangan, terminologi “kayu” dalam SVLK bakal diganti dengan kata “kelestarian” sebagai upaya menjamin kelestarian lingkungan, termasuk perlindungan habitat satwa.

Adapun Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK mengakui bahwa pihaknya tidak bisa menindak perusahaan yang melakukan perusakan area konservasi di dalam konsesi.

“Makanya penting monitoring. Kalau tidak, ya, bagaimana, itu tugasnya perkebunan kalau itu konsesi perkebunan sawit,” ujar Wiratno.

Ia juga menerangkan bahwa mekanisme area HCV itu sebetulnya merupakan kewajiban dari perusahaan. Di mana pemilik konsesi diharuskan memiliki tenaga ahli yang tugasnya melaporkan setiap upaya perlindungan satwa liar di dalam area konsesinya.

Selain itu, Wiratno melanjutkan, setiap korporasi juga wajib memiliki analisis terkait dampak lingkungan (amdal) untuk menjamin habitat satwa.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments