Menjarah
Menjarah
Menjarah
Opini

Merawat Krisis ala Medan Zoo

1038
×

Merawat Krisis ala Medan Zoo

Share this article
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang beristirahat di kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra

Gardaanimalia.com – Wali Kota Medan Bobby Nasution punya rahasia.

Rahasia itu berhubungan dengan keputusannya menutup Medan Zoo pasca-insiden yang sudah bukan rahasia. Lembaga Konservasi tersebut mengalami krisis kesejahteraan satwa.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Dalam kurun dua bulan, tiga ekor harimau mati di Lembaga Konservasi (LK) Umum tersebut. Dua harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan satu harimau benggala (Panthera tigris tigris). Berturut-turut, nama mereka adalah Erha, Avatar, dan Nurhaliza. Ketiganya mati di penghujung 2023.

Awalnya, Bobby menyatakan enggan menutup Medan Zoo meskipun ada di tengah kecaman seluruh lini publik. Namun, esok harinya Ia memutar haluan.

“Iya, mau ditutup. [Waktunya] rahasia,” kata Bobby di Medan, Senin (22/1/2024), mengutip Antara Aceh.

Bobby beralasan, Medan Zoo ditutup karena pembangunan. Akan tetapi, tidak ada yang tahu seperti apa pembangunan yang Ia maksud, dan kapan rencana tersebut akan dimulai. Seperti ucapannya, rahasia.

Bahkan, sampai 29 Januari 2024, lebih dari seminggu setelah Ia mendeklarasikan rencana itu, warganet masih membanjiri konten Instagram Bobby, mempertanyakan kesungguhan Bobby terhadap isu ini.

Apa pun kegiatan yang diunggah oleh Bobby, responsnya kembali lagi ke krisis Medan Zoo. Pembukaan Mal Pelayanan Publik? Medan Zoo. Kampanye adik ipar? Medan Zoo. Merayakan Hari Pendidikan Lingkungan Hidup Internasional? Medan Zoo.

Bobby, yang aktif memublikasikan seluruh kegiatan kepemerintahannya di Instagram, tidak pernah mengunggah komitmennya terhadap Medan Zoo, setidaknya dalam pantauan Garda Animalia sejak unggahan Instagram 5 November 2023 hingga 29 Januari 2024.

Rahasia itu tidak hanya berlaku bagi publik. Pihak pengelola Medan Zoo pun tidak ikut dikabari. Mereka belum menerima surat instruksi penutupan dari Bobby. Sampai tulisan ini terbit, Medan Zoo masih menerima pengunjung.

Bukan hanya manajemen, empat hari setelah pengumuman tutupnya Medan Zoo, pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatra Utara pun tidak tahu menahu.

Padahal, BKSDA merupakan lembaga pemerintah yang diberikan wewenang mengelola konservasi satwa liar, termasuk yang berada di dalam kebun binatang.

“Kami sudah mendengar rencana penutupan tersebut. Namun, belum ada pemberitahuan resmi kepada kami,” kata Kepala Bidang Teknis BBKSDA Sumut Fifin Nopiansyah kepada Garda Animalia, Senin (22/1/2024).

Karena tidak ada koordinasi, strategi perawatan satwa–aspek paling genting dalam krisis ini–malah belum dibahas. Sementara ini, BKSDA bersama Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) sekadar mampu membantu persediaan obat, pakan satwa, dan tenaga medis.

Beda lagi dengan penjelasan Pjs. Dirut PUD Pembangunan Medan Bambang Hendarto, perusahaan milik Pemkot Medan yang menjadi induk usaha Medan Zoo. Ia mengatakan bahwa penutupan kebun binatang tidak akan bersifat menyeluruh.

“Saya pikir kalau untuk opsi penutupan bukan untuk keseluruhan. Tapi hanya revitalisasi terhadap satu areal. Itu yang akan kita tutup dulu,” kata Bambang mengutip CNN Indonesia pada Jumat (26/1/2024).

Sementara para pengelola kebun binatang dan pihak pemerintah asyik bermain tebak-tebakan kebijakan, satu harimau benggala mati lagi di LK Umum itu.

Wesa, namanya. Ia mati pada Senin (22/1/2024). Hari yang sama ketika Bobby memulai kuis jadwal penutupan kebun binatang yang Ia rahasiakan. Meski begitu, kabar kematiannya baru beredar di publik empat hari kemudian.

Wesa mati pasca-mengidap penyakit dalam kondisi dubius infausta, atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Saat ini, tiga harimau lain dikabarkan berada dalam kondisi yang sama.

Salah satunya adalah Bintang Sorik atau Binsor, harimau sumatera berusia 11 tahun. Enam ekor harimau lainnya tidak dalam kondisi dubius infausta, tetapi “hampir sakit semua,” sesuai pernyataan Fifin.

Berbagai pihak, dari publik hingga BKSDA, telah menekankan bahwa kondisi kebun binatang yang kumuh turut serta mempertajam krisis kesejahteraan satwa Medan Zoo.

Hal ini mentereng sejak pandemi. Jumlah pengunjung kebun binatang terjun bebas, mengakibatkan pemasukan ciut sampai pengelola perlu berhutang untuk membeli pakan satwa.

Namun, apakah hanya pandemi saja yang berdosa?

Seekor harimau (Panthera tigris) sedang berendam di kolam di dalam kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Seekor harimau (Panthera tigris) sedang berendam di kolam di dalam kandangnya di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra

Kekumuhan yang Berkelanjutan

Satu hari, seorang pengunjung memberikan komentarnya mengenai Medan Zoo. Ia mengeluhkan, satwa tampak tergeletak bercampur kotorannya dalam kandang. Pasokan air dan tempat berteduh satwa pun tidak terlihat.

“Jika satwa-satwa itu tidak cepat dikarantina dan dirawat, saya khawatir dalam beberapa hari ke depan akan terjadi kematian massal satwa di Medan Zoo,” kata pengunjung tersebut.

Namun, komentar tersebut terlontar bukan kemarin sore, tetapi pada 18 April 2005 dari artikel Kompas bertajuk Kebun Binatang Medan Mirip Tempat “Penyiksaan” Satwa.

Saat itu, Medan Zoo baru saja pindah lokasi dari Jalan Brigjen Katamso menuju Desa Simalingkar B di tepi selatan Kota Medan.

Tak aneh kalau sang pengunjung berani meramal akan ada kematian massal satwa. Empat hari sebelumnya, seekor harimau sumatera bernama Iin baru saja mati. Ia menyusul Patra yang juga mati tidak lama sebelum Iin.

Kematian beruntun dua harimau itu menjadi atraksi tidak terduga dari peresmian lokasi Medan Zoo baru oleh Abdillah, Wali Kota Medan saat itu.

Kompas juga menemukan dugaan kematian tujuh satwa lain. Namun, ketika mengonfirmasi hal tersebut kepada Kepala Kebun Binatang Medan saat itu Syariful Alam, Ia sontak menutup telepon dan tidak dapat dihubungi lagi.

Seperti rencana penutupan oleh Bobby, relokasi Medan Zoo juga diiringi “permainan” kebijakan. Dalangnya adalah Ramli Lubis yang kala itu menjabat Sekretaris Daerah Kota Medan.

Namun, Ramli tidak bermain tebak-tebakan, melainkan petak umpet. Tanpa melalui pengumuman terbuka, Ia diam-diam menunjuk langsung perusahaan yang bertugas melaksanakan proses tukar guling tanah Medan Zoo.

Empat tahun kemudian, Ramli dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) 2,5 tahun penjara karena diduga melakukan korupsi sebesar 13,6 miliar rupiah selama proses tukar guling tersebut, meski akhirnya Ia dinyatakan bebas.

Pasca-relokasi arahan Ramli Lubis inilah Medan Zoo mulai sepi pengunjung. Setelah itu, keluhan mengenai bobroknya fasilitas kebun binatang mencuat rutin setiap tahun, jauh sebelum pandemi.

Maret 2014, Kompas memberitakan kondisi Medan Zoo dengan kandang rusak, kotor, bau, dan kosong. Sejumlah satwa juga terlihat kurus.

Februari 2015, Jurnal Asia menyoroti jumlah satwa yang minim, fasilitas yang tak terawat, dan jarak kebun binatang yang jauh membuat masyarakat ogah datang.

Februari 2016, Mongabay Indonesia menerbitkan kabar bayi harimau sumatera berumur sembilan hari yang lahir di sana mati karena prematur dan dehidrasi.

November 2017, Mongabay Indonesia menelusuri dugaan jual beli dua anak harimau sumatera oleh pihak Medan Zoo untuk memperbaiki kandang harimau yang sudah tak layak huni.

Januari 2019, setahun sebelum pandemi, Tribun Medan meliput kondisi kumuh kebun binatang yang mengecewakan pengunjung saat libur tahun baru.

Kepada setiap kritik, pemerintah daerah dan pengelola Medan Zoo merespons dengan deklarasi komitmen untuk mengembalikan kejayaan kebun binatang tersebut. Silat bahasa mereka banyak namanya: renovasi, investasi, pemugaran.

Pembangunan.

Gerbang depan Medan Zoo setelah pindah ke Simalingkar B. Foto: ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus
Gerbang depan Medan Zoo setelah pindah ke Simalingkar B. Foto: ANTARA/Nur Aprilliana Br Sitorus

Ilusi Pandemi

Lima wali kota sudah berkomitmen, tapi satu-satunya yang berubah adalah jumlah satwa Medan Zoo. Mengutip BBC News Indonesia, saat ini hanya 116 ekor satwa dari yang sebelumnya 255 ekor. Sebagian mati, yang lainnya direlokasi.

Seorang staf Medan Zoo lewat BBC News Indonesia mengungkapkan, sebelum pandemi, pemasukan sebulan Medan Zoo sekitar 200 juta per bulan atau 2,4 miliar rupiah per tahun. Angka ini kurang lebih sama dengan pemasukan pada 2012 yang dicatat oleh Kompas, yaitu 2,6 miliar rupiah per tahun.

Karena satu-satunya sumber pemasukan Medan Zoo hanya dari tiket pengunjung, maka dapat diduga bahwa jumlah pengunjung kebun binatang tidak berubah antara 2012 hingga 2019.

Beruntung bagi pihak pemerintah dan pengelola kebun binatang, Yang Maha Disalahkan datang tepat waktu–Covid-19. Semua telunjuk menunjuk dan menghardik sang virus sebagai musabab seluruh krisis perekonomian.

Akar-akar masalah yang berasal dari sebelum pandemi tidak lagi punya nilai relevansi. Semua yang terjadi setelah 2020 seakan hanya boleh diakibatkan oleh sesuatu yang berasal dari 2020.

Memang, tak dapat dimungkiri pagebluk Covid-19 membawa petaka. Pemasukan kebun binatang anjlok jadi 30 juta rupiah per bulan.

Pendapatan mereka dalam setahun sepadan dengan pendapatan dalam 1,5 bulan pra-pandemi. Karyawan tak digaji dan satwa diminta berpuasa.

“Faktor keuangan ini, nggak ada. [Utang] sampai Rp300 juta,” kata Manajer Medan Zoo Pernius Harefa, juga lewat BBC News Indonesia.

Akan tetapi, isu kesejahteraan satwa di Medan Zoo terbentang jelas dari lama. Kandang yang tak layak huni itu sudah jadi isu permanen sejak kebun binatang pindah lokasi. Begitu pula dengan keluhan pengunjung yang telah bergaung hampir 20 tahun.

Namun, gajah di pelupuk mata memang tak pernah terlihat. Apalagi harimau.

Kandang merak hijau (Pavo muticus) di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Kandang merak hijau (Pavo muticus) di Medan Zoo. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra

Puncak Krisis Hari Ini

Pandemi bukan sebab dari krisis pengelolaan Medan Zoo, melainkan pelatuk yang melontarkan krisis tersebut ke puncak, khususnya karena kematian empat harimau rawatannya.

Namun, organisasi Wildlife Whisperer of Sumatra (2WS) mengungkapkan bahwa tidak hanya harimau saja yang mengalami krisis.

Juru kampanye 2WS Arisa Mukharliza mengatakan, saat kematian harimau Erha pada awal November 2023, turut teridentifikasi kematian dua spesies satwa lain, yaitu owa ungko (Hylobates agilis) dan kucing emas (Catopuma temminckii).

Selain itu, ada seekor orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) yang baru saja dievakuasi menuju rescue center milik salah satu mitra BBKSDA Sumut.

Akan tetapi, tak semua kabar itu dapat mereka konfirmasi sepenuhnya karena tidak ada keterbukaan dari pihak Medan Zoo.

“Kita belum menanyakan ke BKSDA. Masih di level manajer [kebun binatang], sama sekali nggak ada keterbukaan,” kata Arisa.

Garda Animalia telah menghubungi Manajer Medan Zoo Pernius Harefa, tetapi pesan dan telepon kami tidak direspons.

Arisa juga menyoroti kondisi kandang harimau yang saat ini tinggal sembilan ekor.

“Kandangnya kotor banget, lembap banget, bau busuk. Untuk pakan juga nggak terawat sama sekali. Bahkan, ada daging yang sudah terkontaminasi sama lalat, dan itu nantinya akan dikasih [ke] harimau,” tambah Arisa.

Selain itu, Arisa juga mengungkapkan bahwa harimau terbilang jarang dikeluarkan dari kandang tertutupnya. Ia menduga, faktor kesulitan gerak ini juga berkontribusi terhadap kesehatan harimau.

Kondisi kumuh kronis yang sudah menahun ini semakin dibabakbelurkan oleh pandemi yang membuat para pegawai Medan Zoo tidak bisa bekerja secara maksimal.

“[Ada] keluhan dari dokter hewan yang kerja. Kebutuhan obat-obatan dan vitamin itu nggak ada. Jadi sering banget, karena rasa kasihan, dia menggunakan uang pribadi untuk satwa-satwa itu,” kata Arisa.

Melansir BBC News Indonesia, diketahui bahwa dokter hewan terakhir di Medan Zoo undur diri pada pertengahan November 2023.

Sejak saat itu, kebutuhan dokter hewan Medan Zoo disokong oleh BBKSDA Sumut, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), PKBSI, dan beberapa NGO lainnya.

Karena tidak bisa mengelola dirinya sendiri, Medan Zoo sampai perlu dibantu oleh lebih dari 300 orang lebih relawan untuk melaksanakan bersih-bersih di sekitar fasilitas. Kebun binatang tersebut juga mendapatkan santunan dari para influencer Kota Medan agar satwa bisa makan.

Barangkali malaikat maut memang sedang lembur di Medan Zoo. Di hari yang sama dengan aksi bersih-bersih, seekor bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) juga kehilangan nyawa. Satwa dilindungi ini terkapar dengan sisa cacahan ikan di kerongkongannya, diduga tersedak.

Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) di Medan Zoo. Satu ekor spesies dilindungi tersebut mati dengan cacahan ikan di kerongkongannya. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra
Bangau tongtong (Leptoptilos javanicus) di Medan Zoo. Satu ekor spesies dilindungi tersebut mati dengan cacahan ikan di kerongkongannya. | Foto: Dok. Wildlife Whisperer of Sumatra

Usaha Menarik Investor

Sementara itu, pihak pemerintah dan pengelola sibuk berkutat.

“Kita betul-betul gedor perhatian Pemkot Medan untuk turun melihat kondisi Medan Zoo. Tapi sangat disayangkan, waktu kematian Erha, respons yang kita dapat dari wali kota adalah hanya menunggu investor untuk turun,” kata Arisa.

Perlu diketahui, salah satu calon investor paling terkemuka bagi Medan Zoo adalah Raffi Ahmad, miliarder dan selebritis papan atas, serta sepupu Alshad Ahmad, selebgram pemilik harimau benggala.

Melansir dari Banjarmasin Post, suntikan dana yang dijanjikan oleh “Sultan Andara” itu belum turun juga, meskipun Bobby tetap optimis terhadapnya.

Akan tetapi, ketika memutuskan untuk melakukan pembangunan (yang rahasia), Bobby menampik bahwa tampuk investor bergeser dari Raffi Ahmad.

“Dari awal masih tetap Raffi Ahmad yang akan menjadi investor Medan Zoo. Jadi jangan diartikan pertemuan dengan Pak Rahmat Shah, investornya diganti. Itu tidak benar,” tegas Bobby, Selasa (23/1/2024).

Pada pembahasan investor itulah Bobby mendeklarasikan kerahasiaan jadwal pembangunan yang Ia janjikan, dan secara efektif menutup akses transparansi informasi mengenai tindak lanjut krisis Medan Zoo, bukan hanya kepada publik tetapi juga pada sejawat pemerintahannya seperti BBKSDA Sumut.

Tiga Tahun Melihat, Dua Tahun Bertindak

Namun, di balik selimut kerahasiaan itu, Bobby tidak lupa menambahkan penutup.

“Yang pasti, [pembangunan] Medan Zoo itu bukan kita bicara baru-baru. Justru sudah dilihat dari beberapa tahun lalu, mulai jadi wali kota di sini,” katanya, dilansir dari Antara Aceh.

Memang, sebelum menjadi wali kota, Bobby sempat berkunjung ke Medan Zoo, memberi makan harimau dari jarak dekat.

Setelahnya, Bobby berhasil meraih kursi Wali Kota Medan, tepatnya pada 26 Februari 2021. Sesuai klaimnya, dari hari itu Ia telah “melihat” dan “berbicara” mengenai masalah di Medan Zoo.

Berarti, dalam masa jabatannya kali ini, Ia masih punya dua tahun untuk melakukan pembangunan yang sudah Ia lihat dan bicarakan selama tiga tahun ke belakang. Lebih jauh lagi, sudah dilihat dan dibicarakan selama 16 tahun oleh empat wali kota sebelum dirinya.

Tentu, jika Bobby sudah melihat dengan baik selama tiga tahun ke belakang, Ia tahu bahwa kesejahteraan satwa merupakan masalah terbesar Medan Zoo.

Publik saja bisa melihatnya dalam waktu kurang dari satu minggu. Maka kelak, ketika pembangunan yang Bobby janjikan benar-benar berlangsung, semestinya kesejahteraan satwa jadi fokus utamanya.

Akhir kata, dalam kesempatan ini Garda Animalia izin menghaturkan ucapan solidaritas kepada Bobby Nasution: Selamat membangun. Kapan pun pembangunan itu akan dimulai.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments