Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Penyu Korban Perdagangan Memiliki Luka Tusuk Tembus

189
×

Penyu Korban Perdagangan Memiliki Luka Tusuk Tembus

Share this article
Penyu yang diselamatkan dari upaya perdagangan. | Foto: BKSDA Bali
Penyu hijau yang diselamatkan dari upaya perdagangan di Jembrana, Bali pada 21 Maret 2024. | Foto: BKSDA Bali

Gardaanimalia.com – Hasil pemeriksaan kesehatan terhadap 11 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) yang berhasil diamankan di Bali pada 21 Maret 2024 menyatakan satwa dalam kondisi sehat.

Meskipun dinyatakan dalam kondisi sehat, diketahui bahwa penyu memiliki luka tusuk tembus (vulnus perforatum). Kondisi tersebut dinyatakan dalam surat hasil pemeriksaan kesehatan oleh Yayasan Jaringan Satwa Indonesia (YJSI).

pariwara
usap untuk melanjutkan

Penyu hijau yang diamankan terdiri dari 10 ekor betina dan 1 ekor jantan.

Dua ekor betina di antaranya memiliki telur dalam saluran reproduksi mereka. Salah satu betina tersebut merupakan penyu terbesar yang diamankan dari kesebelas penyu, dengan panjang karapas 93 sentimeter dan berat 97 kilogram. 

Keberadaan telur ini diketahui tim YJSI yang melakukan pengecekan fisik dan ultrasonografi (USG) terhadap penyu.

Sampai saat ini, informasi mengenai asal-usul penyu masih harus menunggu hasil tes DNA.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bali Sumarsono mengatakan, dua penyu yang memiliki telur sudah dilepasliarkan.

“Dilepas tanggal 22 Maret 2024 di perairan Pulau Serangan,” kata Sumarsono kepada Garda Animalia, Selasa (2/4/2024).

Sementara itu, jadwal pelepasliaran penyu lainnya masih menunggu petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum.

Proses pemeriksaan USG oleh Yayasan Jejaring Satwa Indonesia (YJSI) terhadap penyu yang diamankan dari usaha penyelundupan di Bali. | Foto: dokumen YJSI melalui Sumarsono
Proses pemeriksaan USG oleh Yayasan Jejaring Satwa Indonesia (YJSI) terhadap penyu yang diamankan dari usaha penyelundupan di Bali. | Foto: BKSDA Bali

Penyu Hijau Diangkut oleh Pengepul

Sumarsono mengatakan, terduga pelaku penyelundupan merupakan pengepul yang mendapatkan penyu dari nelayan secara perorangan.

Pengepul dengan inisial S alias E tersebut bekerja sendiri tanpa terhubung dengan jejaring perdagangan yang lebih besar.

“Tidak ada jejaring yang besar dan terorganisir. Masing-masing pengepul kerja sendiri-sendiri,” terang Sumarsono.

Sementara itu, jumlah pengepul yang beroperasi di sekitar Bali sampai saat ini belum diketahui secara pasti.

Diberitakan sebelumnya, terduga pelaku S ditangkap di Desa Klatakan, Kabupaten Jembrana karena mengangkut 11 ekor penyu hijau menuju Kota Denpasar.

Diketahui, S mengangkut penyu untuk menyuplai permintaan daging penyu di wilayah Bali.

Karena tindakannya, S diduga telah melanggar Pasal 40 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Konsumsi Penyu Masih Marak

Menurut Sumarsono, tren konsumsi daging penyu di Bali masih tinggi. Ini karena konsumen daging penyu tidak terjangkau oleh hukum. Sejauh ini, proses hukum hanya dikenakan kepada penangkap, penjual, dan pengolah daging penyu saja.

“Selama penikmat atau pemakan daging penyu tidak dihukum, seperti pemakai narkoba, perdagangan penyu untuk dimakan dan dikonsumsi akan tetap ada,” tegas Sumarsono.

Merespons maraknya konsumsi daging penyu di Bali, Sumarsono mengatakan pihaknya terus mengekspos tindak perdagangan penyu sebagai sarana sosialisasi kepada masyarakat.

“BKSDA Bali dan jajaran Polda Bali akan tetap mengekspos secara masif setiap pengungkapan kasus-kasus perdagangan satwa liar yang dilindungi, khususnya penyu, sebagai pembelajaran sekaligus sosialisasi kepada masyarakat,” katanya.

Sumarsono juga mengatakan, pihaknya secara aktif melakukan kegiatan edukasi di sekolah-sekolah mengenai kelestarian penyu.

Perlu diketahui, penyu hijau merupakan salah satu satwa yang dilindungi dalam Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menegaskan, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments