Gardaanimalia.com – Jika mendengar nama kancil apa yang kalian bayangkan? Iya, tentu saja hewan yang populer dalam dongeng anak karena kecerdikannya. Hampir semua orang mengenal hewan kecil ini, namun di balik kepopuleran si kancil justru di dalam IUCN satwa ini memiliki status data deficient atau kurangnya data dan informasi terpercaya sehingga sampai saat ini populasi dari pelanduk kancil atau pelanduk jawa masih belm diketahui secara pasti.
Pelanduk kancil (Tragulus javanicus) memiliki kemiripan yang cukup dekat dengan Tragulus kanchil atau dalam bahasa inggris disebut Chevrotain Malaya. Tubuhnya kecil seperti kelinci dengan panjang tubuh 20 sentimeter sampai 25 sentimeter dengan punggung membulat dan kaki yang ramping serta berat tubuh 1,5 kilogram sampai 2 kilogram.
Umumnya satwa ini berwarna coklat kemerahan dengan tengkuk bagian tengah terlihat lebih gelap dibandingkan sisi tubuh lainnya. Pada bagian bawah, termasuk bagian ekor berwarna putih dan terdapat garis oranye kecoklatan sempit di tengah perutnya. Sama halnya dengan Tragulus kanchil di bagian bawah dagu sampai tenggorokan terdapat garis putih. Pada pelanduk kancil jantan memiliki ciri khusus yaitu adanya gigi taring yang mencuat keluar dari mulutnya.
Pelanduk jenis ini memiliki sifat yang pemalu dan hidup secara soliter atau menyendiri dan cenderung tidak berada dalam kelompok besar. Namun, ketika memasuki masa kawin, satwa ini akan membentuk kelompok kecil. Mereka tergolong hewan herbivora dan aktif mencari makan di malam hari. Makanannya berupa rumput, daun dari tumbuh-tumbuhan, semak-semak, tumbuhan menjalar, dan buah-buahan yang jatuh ke tanah. Berdasarkan hasil rekaman kamera pengintai, pelanduk jawa umumnya bergerak secara perlahan dan berhati-hati dan jarang menjelajah ke daerah yang lebih terbuka. Predator utama dari pelanduk kancil adalah predator sedang hingga besar, termasuk elang jawa, kucing hutan, musang, luwak, macan tutul, dan harimau jawa.
Baca juga: Kenali Jenis Burung Hantu yang Tidak Boleh Dipelihara (Bagian I)
Satwa kecil ini mampu melahirkan satu hingga dua ekor dengan periode kehamilan 132 – 134 hari. Pada betina, kematangan seksual terjadi pada usia 4 bulan atau 126 hari sedangkan pada jantan 4,5 bulan atau 167 hari. Anakannya mampu berdiri dan berjalan hanya dalam tempo 30 menit sejak dilahirkan dan mengikuti induknya hingga disapih saat berusia 84 hari. Satwa ini mampu hidup selama 14 tahun dalam penangkaran. Kelahiran dalam penangkaran telah dilaporkan pada bulan Maret, April, Mei, Juli, dan Desember, menunjukkan bahwa pelanduk kancil berkembang biak sepanjang tahun.
Penyebarannya berada di Pulau Jawa sehingga dikatakan sebagai satwa endemik Jawa dan kemungkinan juga di sekitar Bali. Namun, ada juga yang menganggapnya sebagai hewan asli dengan daerah sebaran di Asia Tenggara yang meliputi Indonesia (Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera), dan Malaysia (Semenanjung Malaya, Sabah, dan Serawak). Pelanduk jawa menyukai zona dengan semak belukar yang lebat, sering kali di dekat sungai pada ketinggian 1.150 meter hingga 1.600 meter di atas permukaan laut.
IUCN memasukan satwa ini dalam kategori data defisien atau tidak banyak data terpercaya yang dapat ditemukan untuk menentukan status dari pelanduk kancil ini sehingga populasi dan peresebarannya tidak diketahui secara pasti. Tragulus javanicus diketahui banyak berada di daerah lindung dan jenis ini sangat sensitif terhadap aktivitas manusia. Karena kesensitifannya, di Indonesia semua anggota genus Tragulus termasuk pelanduk kancil merupakan satwa yang dilindungi oleh berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi agar meminimalisir penurunan populasi dari satwa populer dalam dongeng anak ini.