Menjarah
Menjarah
Menjarah
BeritaHukum

Sidang Perdagangan Sisik Trenggiling: Membunuh 2000 Ekor

683
×

Sidang Perdagangan Sisik Trenggiling: Membunuh 2000 Ekor

Share this article
Sisik trenggiling yang diamankan dari kasus di Kalimantan Barat. | Foto: Ken/Garda Animalia
Sisik trenggiling yang diamankan dari kasus 337,88 kilogram di Kalimantan Barat. | Foto: Ken/Garda Animalia

Gardaanimalia.com – Dua terdakwa perdagangan 337,88 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica) menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sintang, Kalimantan Barat, Senin (12/2/2024).

Kedua terdakwa adalah Budiyanto dan Adrianus. Budiyanto merupakan pemilik dari sisik trenggiling, sementara Adrianus adalah perantara yang akan menjual sisik kepada seseorang berinisial S.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Sidang memiliki agenda pemeriksaan saksi dan dipimpin oleh Hakim Ketua M Zulqarnain. Tujuh orang saksi dihadirkan di persidangan tersebut.

Empat di antaranya berasal dari Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) dan BKSDA Kalbar. Tiga orang lainnya merupakan saksi ahli yang memberikan keterangan mengenai perkara konservasi sumber daya alam.

Salah satu saksi ahli Teguh Yuwono mengatakan, jumlah trenggiling yang dibunuh untuk mengumpulkan 337,88 kilogram bisa mencapai 2.000 ekor.

“Untuk kasus ini, di mana ditemukan 337.8 kilogram [sisik trenggiling], ada sekitar 1.360 sampai 2.000-an ekor [yang dibunuh],” kata Teguh yang juga dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tersebut kepada Garda Animalia, Senin (12/2/2024).

Angka ini didasari oleh perhitungan bahwa satu kilogram sisik perlu disuplai oleh jasad empat sampai enam ekor trenggiling.

Sementara itu, pada persidangan terdakwa Budiyanto menyebutkan bahwa Ia mendapatkan sisik dengan harga antara Rp250 ribu sampai Rp500 ribu per kilogram. Ia berencana menjualnya dengan harga Rp1 juta per kilogram.

Menggunakan perhitungan ini, maka estimasi uang yang bisa diraup Budiyanto adalah lebih dari Rp337 juta rupiah.

Banyak Bagian Tubuh Dimanfaatkan

Proses persidangan perdagangan sisik trenggiling seberat 337,88 kilogram di Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Senin (12/2/2024). | Foto: Agus Pujianto/Tribun Pontianak
Proses persidangan perdagangan sisik trenggiling seberat 337,88 kilogram di Pengadilan Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Senin (12/2/2024). | Foto: Agus Pujianto/Tribun Pontianak

Teguh Yuwono menyebutkan, trenggiling menjadi sasaran yang sangat rentan bagi pemburu liar karena berbagai bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan.

Pertama adalah sisik trenggiling. Bagian tubuh tersebut merupakan bahan dasar untuk membuat sabu-sabu. Kemudian dagingnya juga dianggap dapat menjadi obat.

“Harga daging trenggiling di pasaran lokal itu sekitar Rp500 ribu, tapi kalau sudah diekspor ke Tiongkok sama Taiwan, itu bisa sampai Rp1,9 juta,” katanya.

Selain itu, tulang trenggiling juga ditengarai mampu menjadi obat. “Hampir semua bagian trenggiling itu katanya menurut mitos memang bermanfaat untuk kesehatan,” sambung Teguh.

Kerentanan ini tidak berimbang dengan laju reproduksi trenggiling yang terbilang sangat lambat. Seekor trenggiling hanya dapat melahirkan satu ekor anak setiap tahunnya.

Selain itu, bentuk pertahanan trenggiling terhadap predator dengan menggulung dirinya justru membuatnya sangat mudah untuk ditangkap manusia.

“Kalau buat predator mungkin itu kan jadi susah dimakan, lalu ditinggal, tetapi buat manusia kan malah tinggal bawa karung, lalu dimasukkan,” katanya.

Menurut Teguh, turunnya populasi trenggiling berpotensi menaikkan jumlah serangga hama bagi manusia. Hal ini berhubungan dengan pakan utama trenggiling yang berupa semut dan rayap.

“Kekhawatiran kami, kalau terjadi overpopulasi (kelebihan) dalam pengambilan trenggiling, maka nanti ekosistem akan terganggu dan hama pasti makin banyak,” katanya.

Solusi terhadap Perdagangan Ilegal Sisik Trenggiling

Untuk menumpas aksi perdagangan ilegal sisik trenggiling, Teguh menekankan dua solusi penting. Pertama, adalah edukasi yang menurut Teguh dapat menjadi penjelas kepada masyarakat, khususnya yang tinggal di desa.

“Ada kemungkinan masyarakat, apalagi yang tinggal di kampung, mungkin tidak tahu [trenggiling] dilindungi. Pikirnya, ya, di sini [masih] banyak,” katanya.

Hal ini senada dengan pengutaraan terdakwa Budiyanto yang banyak mendapatkan suplai trenggiling dari desa-desa di sekitar Kalimantan Barat.

Budiyanto mengumpulkan sisik dari Kecamatan Serawai, Kemangai, Ambalau, Tebidah, Nanga Mau di Kabupaten Sintang, serta Kecamatan Menukung dan Ela di Kabupaten Melawi.

Solusi kedua menurut Teguh adalah penegakan hukum. “Buat yang masih melanggar, kemudian harus diberikan penegakan hukum yang tegas. Tapi penegakan hukum itu setelah ada sosialisasi,” katanya.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments