Gardaanimalia.com – Owa kalawat (Hylobates muelleri) merupakan salah satu jenis primata yang berasal dari suku Hylobatidae. Owa ini sering disebut juga dengan nama Bornean Gibbon atau Müller’s Bornean Gibbon. Primata ini hanya dapat ditemukan di Indonesia, khususnya Pulau Kalimantan. Namun, juga pernah terabadikan berada di wilayah Serawak, Sabah dan Brunei yang lokasinya sama-sama berada di Pulau Kalimantan.
Berikut fakta-fakta menarik tentang Owa kalawat untuk diketahui:
1. Satwa Endemik Pulau Kalimantan
Owa kalawat merupakan satwa endemik atau hanya dapat ditemukan di Pulau Kalimantan. Wilayah sebarannya berada di bagian tenggara dan timur Pulau Kalimantan, tepatnya di sebelah timur Sungai Barito, Kalimantan Selatan hingga sebelah utara Sungai Karangan, Kalimantan Timur. Persebaran Owa ini yang sangat terbatas disebabkan oleh faktor perbedaan struktur ketinggian pohon yang menjadi habitat dan persediaan pakannya.
Primata arboreal ini membutuhkan habitat dengan kanopi antar pohon yang rapat dan cabang yang berbentuk horizontal. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung aktivitasnya yang gemar bergelayutan di atas pohon. Selain itu, habitat tersebut juga harus menjamin pakan owa berupa buah, daun muda dan serangga agar dapat tersedia sepanjang tahun. Kera ini umumnya ditemui pada ekosistem hutan dataran rendah dengan vegetasi yang didominasi oleh Dipterocarpaceae.
2. Ciri Khas Owa Kalawat
Primata endemik ini memiliki tubuh yang ditutupi oleh rambut berwarna coklat atau abu-abu dan dilengkapi dengan alis yang berwarna terang. Ciri yang sangat membedakan antara owa kalawat dengan kelompok lainnya adalah kera ini tidak memiliki ekor, seperti kera pada umumnya. Berat badan owa dapat mencapai sekitar 5—6,5 kg dengan ukuran tubuh sekitar 42—47 cm.
Owa ini memiliki lengan yang panjang dan kedua tangan yang dapat memegang sesuatu secara kuat. Primata yang memiliki suara yang unik dan kuat yang berguna untuk mempertahankan teritorialnya dari kelompok lain. Owa termasuk satwa diurnal atau cenderung melakukan aktivitasnya pada siang hari.
Baca juga: Mengenal Owa Ungko, Primata Langka Berjenggot Putih yang Dilindungi
3. Penunjuk Waktu bagi Masyarakat
Masyarakat yang pekerjaannya berada di dalam hutan sering menggunakan Owa sebagai penunjuk waktu. Suara yang dihasilkan dapat terdengar hingga lebih dari 20 Ha. Suara tersebut akan terdengar secara otomatis seperti terjadwal pada pukul 03.00—04.00 pagi, pukul 11.00—12.00 siang, dan pukul 15.00—15.10 sore.
4. Primata yang Setia
Owa hidup secara berkelompok yang umumnya terdiri dari satu induk jantan, satu induk betina dan beberapa anakan. Owa jantan memikat betina dengan menggunakan kemampuan suara yang dimilikinya. Owa betina hanya dapat melahirkan satu anak selama dua tahun atau lebih.
Primata ini bersifat monogami, yaitu hanya memiliki satu pasangan untuk seumur hidupnya. Apabila pasangan dari owa tersebut hilang atau mati, maka pasangannya yang lain akan stres, sakit dan berakhir juga pada kematian. Oleh sebab itu, jika terdapat pemburu yang berhasil mendapatkan satu individu dari keluarga Owa, secara tidak langsung juga telah membunuh seluruh keluarganya.
5. Status Konservasi Owa Kalawat
Jumlah populasi kera ini semakin menurun akibat perburuan liar untuk dijadikan hewan peliharaan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) baik yang berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah pernah menyita Owa kalawat yang dipelihara oleh warga hingga pejabat setempat. Selain itu, habitat primata ini juga banyak yang hilang akibat perusakan habitat dan alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian dan pemukiman masyarakat. Jumlah populasi Owa kalawat yang tersisa di seluruh dunia diperkirakan hanya 80.000—100.000 individu.
Hal tersebut membuat status konservasi Owa kalawat menjadi terancam punah oleh IUCN Red List dan masuk ke dalam daftar Appendix I CITES. Pemerintah Indonesia juga telah mendukung upaya konservasi Owa dengan memasukkannya ke dalam Peraturan Menteri LHK No. P106 Tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.