Menjarah
Menjarah
Menjarah
Edukasi

Upaya Konservasi Ex-Situ Bagi Kelangsungan Hidup Elang Jawa

2904
×

Upaya Konservasi Ex-Situ Bagi Kelangsungan Hidup Elang Jawa

Share this article
Upaya Konservasi Ex-Situ Bagi Kelangsungan Hidup Elang Jawa
Elang jawa (Nisaetus bartelsi). Foto: Eko Prastyo

Gardaanimalia.com – Sejak sekolah dasar, kita telah diajari mengenai Pancasila dan Burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia. Akan tetapi, apakah kita semua mengetahui bahwa lambang negara kita ternyata terinspirasi dari satu jenis burung? Sosok burung tersebut adalah Elang jawa (Nisaetus bartelsi), satu-satunya jenis elang yang memiliki jambul di kepalanya seperti Burung Garuda. Burung berjambul ini merupakan jenis burung pemangsa (raptor) yang hanya dapat ditemukan di Pulau Jawa. Wilayah sebarannya mulai dari pantai hingga hutan pegunungan dengan ketinggian 2.200 m dpl.

Elang jawa bersifat sangat teritorial dan memiliki wilayah jelajah seluas 12 km2/pasang. Semakin meningkatnya alih fungsi lahan hutan menjadikan habitat satwa dilindungi ini semakin menyusut jumlahnya. Hal tersebut tentunya berakibat pada penurunan populasinya. Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) telah mencatat Elang jawa dalam status genting (endangered). Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, setiap tahun terjadi penurunan Elang jawa sebanyak lebih dari 40 ekor.

pariwara
usap untuk melanjutkan

Pemerintah Indonesia telah berupaya dengan memasukkan Elang jawa ke dalam daftar satwa yang dilindungi pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P106 tahun 2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Maraknya perdagangan terhadap satwa ini juga mendorong CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) untuk menempatkan burung pemangsa ini dalam daftar Appendix I, yang berarti pelarangan perdagangan internasional dalam segala bentuk.

Sebagai burung pemangsa, Elang jawa berperan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, satwa endemik ini termasuk keystone species dan umbrella species. Keystone species adalah jenis satwa yang dapat mempengaruhi perubahan ekosistem. Umbrella species adalah jenis satwa dengan wilayah sebaran yang luas, sehingga jenis lain yang berada di wilayah tersebut dapat terlindungi ketika jenis ini dilindungi. Tingginya manfaat dari keberadaan Elang jawa menjadikannya sebagai salah satu jenis satwa prioritas. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. 200/IV/KKH/2015, satwa prioritas merupakan jenis satwa yang populasinya harus ditingkatkan sebanyak 10%.

Baca juga4 Jenis Ular Dilindungi di Indonesia yang Tak Boleh Dipelihara Sembarangan

Pelestarian Elang

Upaya Konservasi Ex-Situ Bagi Kelangsungan Hidup Elang Jawa
Elang jawa di Kebun Binatang Bandung. Foto: Midori

Konservasi ex-situ merupakan jawaban untuk pelestarian Elang jawa. Konservasi ex-situ adalah upaya perlindungan yang dilakukan terhadap spesies tumbuhan dan hewan yang terancam punah dengan memindahkannya ke habitat buatan yang dikelola oleh manusia. Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) merupakan salah satu bentuk lembaga konservasi ex-situ. PPS memperoleh satwa dari hasil sitaan atau penyerahan dari masyarakat dan melakukan pemulihan terhadap satwa tersebut agar dapat dilepasliarkan kembali atau disalurkan ke lembaga lain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

PPS pada umumnya memiliki beberapa kandang yang dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu kandang karantina, sosialisasi, dan prerelease. Kandang karantina berfungsi untuk adaptasi dan pencegahan penyebaran penyakit dari burung elang yang baru didatangkan. Setelah 1-3 bulan, elang akan dipindahkan ke kandang sosialisasi. Kandang sosialisasi berfungsi untuk pemulihan dan monitoring perilaku Elang jawa agar dapat belajar memiliki sifat liar kembali. Jika kondisi fisik dan perilakunya telah sesuai, maka burung akan dipindahkan ke kandang pre-release. Kandang pre-release berfungsi sebagai penentu kesiapan elang agar dapat dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya. Elang yang dapat dilepasliarkan harus memiliki fisik yang sehat dan kemampuan mendapatkan mangsa.

Perawatan kandang dilakukan dengan melakukan pembersihan sisa makanan atau kotoran selama dua kali sehari. Pakan bagi elang diberikan secara teratur pada pukul 04.30 hingga 05.00 WIB selama dua hari sekali. Hal tersebut dimaksudkan agar predator ini tidak terbiasa berinteraksi dengan petugas. Jenis pakan yang diberikan berbentuk satwa yang masih hidup seperti ayam, kadal, burung puyuh, tikus, marmot, dan kelinci. Jenis pakan tersebut bertujuan untuk mengasah kemampuan berburu Elang Jawa. Selain pakan hidup, Elang Jawa juga akan diberikan vitamin dan obat secara berkala untuk meningkatkan kesehatannya.

Pelepasliaran Elang jawa tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebelumnya, harus dilakukan pencarian lokasi yang masih terjaga kealamiannya dan sesuai dengan karakteristik habitatnya. Burung endemik pulau Jawa ini memiliki habitat berupa dataran rendah dengan tingkat keanekaragaman satwa kecil yang melimpah sebagai sumber pakannya. Jenis dan jumlah satwa lain yang terdapat di habitat tersebut juga harus diperhitungkan agar tidak terjadi persaingan yang membahayakan keselamatan elang.

Monitoring secara berkala juga harus tetap dilakukan terhadap burung yang telah dilepasliarkan. Hal tersebut bertujuan untuk memantau kemampuan adaptasi elang Jawa untuk dapat bertahan hidup di habitat barunya. Pelepasliaran dikatakan berhasil apabila burung berjambul ini telah mampu menciptakan populasinya secara mandiri di habitat tersebut.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
FATWA: Orangutan juga merantau! | Ilustrasi: Hasbi Ilman
Edukasi

Gardaaniamlia.com – Garda Animalia mengeluarkan FATWA (Fakta Satwa) pertama. Sebuah seri fakta singkat di dunia persatwaliaran. Yuk, simak!…