Mengintip Lika-liku Konservasi Penyu di Pantai Pelangi Yogyakarta

Gardaanimalia.com - Setelah penantian lebih dari 20 tahun, akhirnya seekor penyu belimbing ditemukan mendarat dan bertelur di Pantai Pelangi, DI Yogyakarta.
Perjumpaan yang terjadi pada Kamis (1/6) pukul tujuh malam tersebut dilaporkan oleh Daru Aji Saputro dan kawan-kawan dalam Warta Herpetofauna edisi Agustus 2021.((Saputro, D.A., Anggraini, S.F., Sarwidi. 2021. “Perjumpaan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) di area Konservasi Penyu Pantai Pelangi, Kretek, bantul, Yogyakarta”. Warta Herpetofauna. 13(2): 6-9.))
Membaca kisah itu, saya tertarik untuk langsung bertemu Mas Daru, Ketua Komunitas 4K.Yogyakarta. Beruntungnya, saya mendapat kesempatan untuk berbincang dengan Mas Daru, juga Mbak Sesilia dan Mbak Nindy.
Ketiganya merupakan pengurus inti dari 4K.Yogyakarta, komunitas yang aktif bergerak dalam konservasi penyu Pantai Pelangi.
“(Paling banyak mendarat adalah) penyu lekang. (Kemudian) yang penyu sisik, dia dibawa dari perbatasan Parangtritis dan Gunung Kidul. Yang terakhir, penyu belimbing. Awalnya tidak kami masukkan (ke daftar) karena itu cuma cerita saja dari konservator. Bahkan teman saya bilang kalau itu mitos,” Mas Daru menjelaskan saat saya bertanya tentang jenis-jenis penyu yang mendarat di sekitar Pantai Pelangi.
Dua spesies yang diceritakan oleh Mas Daru, yaitu penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) merupakan spesies yang masuk ke dalam kategori rentan (vulnerable) dalam IUCN Red List. Sedangkan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) masuk ke dalam kategori terancam punah (critically endangered).
Pantai Pelangi merupakan salah satu titik favorit para penyu betina, khususnya penyu lekang, untuk mendarat dan bertelur.
Sepanjang tahun 2021, terdapat 45 sarang penyu lekang yang ditemukan di Pantai Pelangi dan sekitarnya. Satu sarang biasanya diisi 60-80 telur penyu.
Jika dihitung, maka terdapat antara 3000-4000 telur penyu yang berhasil ditemukan oleh tim relawan dan masyarakat lokal. Namun, bukan berarti 3000-4000 penyu akhirnya nanti akan berenang bebas di lautan lepas karena tidak semua telur akan menetas dan menjadi tukik (anak penyu).
Kemudian diketahui, antara 1000 tukik yang berhasil menetas, diperkirakan hanya dua ekor yang akan tumbuh menjadi penyu dewasa. Maka, dari seluruh telur yang ditemukan, bisa jadi hanya satu ekor tukik yang mampu bertahan.
Hal tersebut terjadi pada penyu belimbing yang baru saja ditemukan. Dari seluruh telur yang berhasil dipindahkan, tidak satu pun yang berhasil menetas. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata telur-telur itu tidak ada yang dibuahi.
Secara alami, kemungkinan penyu berhasil tumbuh sampai dewasa sudah sangat kecil. Masalahnya, kemungkinan hal tersebut diperparah oleh gangguan manusia.
Dahulu, Pantai Pelangi menjadi destinasi favorit bagi orang-orang yang mencari makanan berbahan dasar penyu dan telurnya. Penyu diburu dalam jumlah besar-besaran, ribuan telur mereka diambil untuk dimasak dan dihidangkan.
Populasi penyu yang mendarat di Pantai Pelangi pun terjun drastis hingga hewan itu menjadi sangat sulit ditemukan.
Beruntungnya, seorang penjaga warung di Pantai Pelangi berhasil menyelamatkan penyu-penyu itu dari kepunahan lokal.
Pak Min dan 4K.Yogyakarta: Garda Terdepan Konservasi Penyu Pantai Pelangi
Penyelamat itu bernama Pak Sarwidi atau lebih sering dipanggil Pak Min. Dahulu, beliau juga salah satu penikmat hidangan penyu. Namun, kelamaan beliau merasa miris. Beliau membayangkan bagaimana di tahun-tahun mendatang cucunya tidak akan pernah tahu seperti apa bentuk penyu karena semuanya habis diburu.
Didorong oleh bayangan itu, beliau mengambil beberapa telur penyu dari sebuah sarang alami dan mencoba menetaskannya sendiri pada lokasi yang lebih aman.
Secara mengejutkan, percobaan Pak Min berhasil dan beliau mulai membuat kandang dan kolam sendiri untuk menetaskan telur-telur penyu.
Tanpa sadar, Pak Min telah melakukan usaha konservasi untuk mencegah punahnya populasi penyu di Pantai Pelangi.
Semua usaha itu dilakukan Pak Min sendirian sampai tahun 2016, ketika Mas Daru beserta teman-teman datang ke Pantai Pelangi dan mulai membantu beliau.
Kegiatan konservasi Pantai Pelangi pun semakin berkembang, hingga pada 6 September 2020, lahirlah sebuah komunitas bernama 4K.Yogyakarta.
Sampai saat ini, Pak Min bersama dengan 4K.Yogyakarta sudah berhasil melepasliarkan sekitar 6500 penyu lekang ke alam liar.
Pak Min dan 4K.Yogyakarta melaksanakan patroli pada awal tahun 2021. Pada kegiatan patroli ini, mereka mencari dan memindahkan telur penyu di sarang alami menuju tempat yang lebih aman.
Pada bulan Mei saja, mereka telah menemukan dan memindahkan 15 sarang penyu lekang. Karena bantuan teman-teman relawan, jumlah telur penyu yang ditemukan meningkat signifikan.
Namun, usaha ini bukan tanpa pesaing. Walaupun jumlah pesaing sudah menurun, tapi masih ada orang yang ingin mencuri telur dan mengonsumsi atau menjualnya kepada pihak lain.
Cukup ironis karena kebanyakan dari orang-orang ini adalah warga lokal. Saya tertarik dengan dinamika ini. Mengapa orang lokal yang lumrahnya menjadi garda terdepan konservasi, justru menjadi lawan dari kelestarian penyu?
“Mungkin karena kita (jarang melihat) penyu, jadi kita merasa (tertarik) dan kita bantu. Tapi bagi mereka yang sudah terbiasa di (Pantai Pelangi), ya, merasanya biasa saja,” tutur Mbak Nindy, salah satu anggota tim lainnya, mengangkat alasan mengapa para masyarakat lokal tidak terlalu tertarik dengan kegiatan konservasi.
Inilah salah satu alasan kuncinya. Bagi masyarakat setempat, penyu bukanlah objek yang istimewa. Saya teringat betapa terkesimanya saya ketika melihat tukik-tukik berenang pada kolam penangkaran buatan Pak Min dan 4K.Yogyakarta karena penyu adalah hewan yang hampir tidak pernah saya lihat.
Sedangkan, bagi penduduk lokal, penyu hanyalah hewan biasa yang sering terlihat di pasir pantai. Tidak berbeda dengan ikan-ikan pancingan dan burung-burung camar.
“Ah, paling juga tahun depan datang lagi,” ujar Mbak Sesilia, menirukan ucapan penduduk lokal.
Alasan lain mengapa ketertarikan masyarakat terhadap kelestarian penyu sangat rendah adalah karena tidak ada penghasilan yang cukup dari menjaga penyu.
Mas Daru bercerita kalau Pak Min pernah mencoba “memonetisasi” hal ini. Beliau menukar setiap telur penyu yang ditemukan warga dengan uang sebesar dua ribu rupiah. Harapan awalnya, strategi ini bisa menjadi awal penyadaran masyarakat tentang rentannya populasi penyu.
Namun, warga justru melihat kegiatan ini sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan uang. Maka, berbondong-bondong masyarakat datang kepada Pak Min bukan untuk menyelamatkan penyu, tapi untuk mendapatkan uang.
Sepanjang tahun 2020, Pak Min mengeluarkan 16 juta rupiah dari dompetnya sendiri untuk membeli telur-telur penyu. Jika dihitung, uang itu sepadan dengan 800 butir telur penyu. Yang mana sampai sekarang, Pak Min belum mendapatkan subsidi maupun kompensasi dari pemerintah untuk seluruh uang itu.
Namun, kita juga tidak bisa menunjuk masyarakat lokal sebagai biang masalah dari kian menipisnya populasi penyu di Pantai Pelangi. Tidak sama sekali.
Karena terlepas dari apa yang menjadi motivasi mereka, masyarakat sudah mau memberikan telur-telur itu untuk disimpan di tempat yang aman ketimbang mengonsumsinya.
Intensitas perburuan juga telah menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Yang perlu dilakukan saat ini adalah melibatkan masyarakat lokal untuk mendukung penuh kegiatan konservasi penyu. Namun, bagaimana caranya?
Antara Uang dan Konservasi
Pak Min dan teman-teman 4K.Yogyakarta telah menginisiasi kegiatan konservasi dengan sangat baik, khususnya melalui media edukasi.
Tapi ada satu hal yang saya pelajari tentang konservasi dari perbincangan saya dengan teman-teman 4K.Yogyakarta. Bahwa edukasi itu penting, tapi sama sekali tidak cukup.
Mungkin sudah berkali-kali sosialisasi diberikan kepada masyarakat lokal tentang pentingnya kelestarian penyu, tapi tetap saja ada pihak yang tidak mau mengikuti aturan.
Ada satu realita yang sepertinya sering kita lupakan. Pada akhirnya, yang diperlukan oleh masyarakat bukanlah kesejahteraan penyu, melainkan uang, apalagi di tengah kondisi pemulihan pandemi yang serba tidak pasti.
Kegigihan Pak Min adalah contoh yang luar biasa, tapi beliau merupakan pengecualian. Tidak banyak orang yang ingin bergerak di bidang konservasi dari kemauannya sendiri, apalagi tanpa dibayar.
Jika masyarakat melihat daging dan telur penyu sebagai potensi sumber pendapatan, mereka akan punya sejuta cara untuk membunuh, mencuri, dan menyelundupkan hewan itu.
Namun, apa yang terjadi jika masyarakat bisa memiliki pendapatan yang cukup dari aktivitas konservasi penyu? Tentu semua akan berbondong-bondong berpindah haluan untuk ikut dalam kegiatan konservasi.
Maka, saat ini, tanggung jawab yang lebih besar ada di tangan para pemangku kebijakan. Peran pemerintah tidak sebatas pada pemberian sosialisasi dan penetapan zona inti saja. Secara anggaran, mereka memiliki ruang gerak yang jauh lebih luas dibandingkan konservator lokal dan komunitas anak muda.
Mereka mampu memberikan kompensasi yang setimpal bagi para konservator. Mereka mampu mendukung kegiatan-kegiatan komunitas pro-konservasi secara finansial. Mereka mampu menjadikan kegiatan konservasi penyu sebagai kegiatan yang economically beneficial bagi masyarakat.
Singkat kata, dari perbincangan panjang kami tentang dinamika konservasi penyu Pantai Pelangi, ada satu kalimat Mas Daru yang sangat terkenang bagi saya.
Kalimat singkat ini menjelaskan secara sempurna bagaimana aksi konservasi semestinya dilakukan. Di mana pun dan dalam bentuk apa pun itu.
Penyu lestari, konservator sejahtera.

Puluhan Anak Penyu Belimbing Dilepas di Pantai Along, Aceh
11/04/25
Bangkai Pesut Ditemukan di Pesisir Bangka Barat
02/08/24
Kehilangan Sirip Kiri, Penyu Belimbing Tergulung Ombak dan Terdampar
14/03/24
Ajarkan Pelestarian Lingkungan, Lepas Liar Tukik Diikuti Murid TK
27/02/24
Antusias Anak-Anak Melepasliarkan Bayi Penyu Belimbing di Aceh
18/01/24
Anak Penyu Belimbing dan Lekang Dilepas di Laut Pasie Lambaro
14/03/23
Sebanyak 648 Burung Tanpa Dokumen DIsita di Tol Lampung Tengah

BBKSDA Sumut Kembalikan Harimau Sumatera ke Leuser

Mendepa Jalan ke Habitat: Nasib 19 Elang Paria di Pelabuhan Tanjung Perak

Lahirnya Orangutan di LK Kasang Kulim Riau

FATWA: Dunia Terbalik si Munguk Beledu

Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede
