Catatan Suram Penganiayaan Satwa Liar di Indonesia

Gardaanimalia.com - Belakangan kasus penganiayaan terhadap satwa liar sangat marak terjadi. Ironisnya, penganiayaan tersebut malah dijadikan konten yang disebarluaskan di berbagai digital platforms mulai dari Facebook, YouTube, hingga TikTok. Konten kekerasan terhadap satwa ini bermacam-macam, mulai dari make over satwa seperti rambut monyet yang dengan melakukan bleaching, mengubur satwa, membakar, memasung, menenggelamkan ke dalam sumur, mengadu satwa dengan satwa lain, hingga konten pembunuhan satwa.
Asia For Animals Coalition mencatat bahwa 1.626 dari 5.480 video penganiayaan satwa liar di dunia berlokasi di Indonesia. Dengan catatan ini, Indonesia menduduki peringkat pertama negara penghasil konten penyiksaan hewan di media sosial, jauh lebih tinggi dari AS (296 konten), Australia (135 konten), dan negara lainnya.
Ironisnya, konten kekerasan tersebut malah mengundang banyak pengikut yang akhirnya menonton bahkan menikmati sajian tersebut. Konten itu ditonton jutaan sampai miliaran orang dan menghasilkan uang bagi si pembuat. Masih dikutip dari sumber yang sama, peneliti mengungkapkan bahwa 5.480 video yang mereka kumpulkan telah ditonton lebih dari 5,3 miliar kali di berbagai platform media sosial. Salah satu video penyiksaan satwa bahkan telah ditonton lebih dari 1 miliar kali.
Organisasi anggota SMACC Lady Freethinker memperkirakan bahwa dalam video yang dicatat selama tiga bulan pada tahun 2020, YouTube mendapatkan penghasilan lebih dari 12 juta dolar AS dari berbagi video pelecehan satwa. Sementara itu, pembuat konten sendiri menghasilkan hampir 15 juta dolar AS. SMACC atau Social Media Animal Cruelty Coalition merupakan koalisi yang dibentuk Asia For Animals Coalition untuk menelusuri konten penyiksaan satwa di media sosial.
Penganiayaan Satwa di Hadapan Hukum Indonesia
Terkait dengan banyaknya konten penyiksaan satwa, lalu bagaimana hukum di Indonesia memandang penganiayaan terhadap satwa ini? Apakah satwa ini dilindungi oleh hukum?
Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mengatur mengenai penganiayaan terhadap satwa melalui pasal 66A sebagai berikut:
- Setiap orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif.
- Setiap Orang yang mengetahui ada nya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang
Berdasarkan pasal tersebut dapat jelas bahwa siapapun yang melakukan penganiayaan terhadap hewan atau menyalahgunakan hewan yang mengakibatkan hewan tersebut cacat atau tidak produktif sebagaimana mestinya dipidana paling sedikit satu bulan dan paling lama enam bulan serta dapat dikenakan pula denda paling banyak sebesar Rp 5 juta.
Selain itu dijelaskan pula apabila terdapat seseorang yang mengetahui perbuatan penganiayaan hewan namun tidak melaporkan kepada pihak berwajib dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama tiga bulan serta denda paling banyak Rp 3 juta.
Baca juga: Pelihara Ikan Alligator? Penjara Menanti
Selain undang-undang tersebut, di dalam Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesehatan Hewan, Pasal 99 ayat (1) “Setiap orang dilarang: (a) melakukan kegiatan yang mengakibatkan penderitaan yang tidak perlu terjadi bagi Hewan; (b) memutilasi tubuh Hewan; (c) memberi bahan yang mengakibatkan keracunan, cacat, cidera, dan/atau kematian pada Hewan; dan (d) mengadu Hewan yang mengakibatkan Hewan mengalami ketakutan, kesakitan, cacat permanen, dan/atau kematian.”
Tidak hanya diatur di dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah No. 95 Tahun 2021, jauh sebelum itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia sudah melindungi secara hukum satwa ini dari penganiayaan yang mungkin dilakukan oleh manusia. Hal tersebut diatur melalui Pasal 302 yang pada intinya menyebutkan siapapun yang melukai hewan atau merugikan hewan dapat dipidana penjara paing lama tiga bulan serta dapat pula dikenakan denda.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa melakukan penganiayaan satwa tidak hanya melanggar secara moral tetapi juga melanggar secara hukum. Pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Namun sayangnya, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang menikmati konten penyiksaan terhadap satwa ini sebagai “hiburan” bagi mereka.
Tidak sedikit dari mereka yang kemudian tergugah dan ikut membuat konten serupa. Padahal tindakan semacam ini jelas melanggar hukum. Seharusnya ketika mengetahui beredarnya konten-konten semacam ini, masyarakat dapat melaporkan secara langsung baik kepada pihak berwajib maupun lembaga yang memiliki fokus pada isu ini agar dapat dilanjutkan kepada pihak berwajib.
Sebagai catatan tambahan, media sosial menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten penyiksaan terhadap satwa. Sayangnya, hukum di Indonesia (baca UU ITE) belum dapat digunakan secara optimal untuk menjerat para pelaku yang menyebarkan konten penyiksaan satwa melalui media elektronik. Ini dikarenakan UU ITE yang ada terbatas penggunaannya untuk konten-konten yang berisi ujaran kebencian dan pornografi.
Harapan ke depan, ini dapat menjadi catatan dan masukan bagi para pembuat kebijakan untuk lebih mempertimbangkan perkembangan-perkembangan ini agar ada peraturan yang lebih tegas untuk menjerat para pelaku yang membuat dan penyebarkan konten penyiksaan satwa melalui media elektronik. Sedangkan pihak media sosial seperti Facebook, YouTube, dan TikTok dapat membuat aturan ketat terhadap konten-konten yang diunggah melalui media sosial tersebut.

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?
19/05/25
Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi
18/05/25
Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah
15/05/25
FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya
14/05/25
Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa
13/05/25
Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede
13/05/25
Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
