Melacak Pusaran Perdagangan Ilegal Kura-Kura Moncong Babi Papua

**Catatan: Nama pengepul dan oknum polisi yang tertulis dalam liputan ini adalah nama samaran.
Gardaanimalia.com - Mesin diesel bergemuruh saat perahu fiber yang kami tumpangi bergerak dari dermaga kecil di Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan menuju hulu Sungai Vriendschap. Perbekalan kami untuk enam hari ke depan—beras, telur, makanan kaleng, air minum, dan peralatan dapur—dikemas di bawah terpal, untuk berjaga-jaga jika hujan turun.
Waktu menunjukkan pukul pukul 10.00 WIT pada 16 September 2024. Kami diberitahu bahwa akan memakan waktu selama 8 jam untuk mencapai tujuan pertama, sebuah kampung bernama Buetkwar–lokasi pertemuan kami dengan para pencari telur kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta).
Tumbuh di tepian sungai berbagai vegetasi seperti pandan, merbau, rotan, dan pohon sagu tua–tempat burung kasturi kepala-hitam membuat sarang pada rongga batangnya.
Beberapa ekor burung bertengger dan melintas bergantian dari sisi kanan-kiri sungai, seperti perkici pelangi, mambruk, dan kakatua jambul-kuning. Suara kepakan sayap julang irian yang mengikuti perahu kami terdengar seperti baling-baling helikopter. Nama-nama spesies itu kerap menjadi korban perdagangan satwa liar–seperti halnya kura-kura moncong babi.
Perahu menjadi alat transportasi utama yang digunakan untuk menuju kampung-kampung di Asmat. |
Foto: Bayu Nanda
Kura-kura moncong babi telah menjadi makanan masyarakat lokal dari generasi ke generasi. Namun, saat ini, permintaan internasionalnya sebagai peliharaan eksotis, makanan, dan obat tradisional Asia telah memicu perdagangan ilegal. Dua sampai tiga kali dalam setahun, ia ditemukan di bandara atau pelabuhan sebagai korban perdagangan, tidak di sungai, rawa, dan laguna sebagai habitatnya.
Kami ingin memahami rantai pasok perdagangan kura-kura moncong babi yang menghubungkan titik-titik terasing di Papua dengan negara-negara di Asia, Eropa, dan Amerika Utara, serta mengeksplorasi potensi perdagangan legal yang berkelanjutan dan menguntungkan masyarakat lokal, sekaligus melestarikan spesiesnya.

Kesaksian Masyarakat
Hal pertama yang harus kami lakukan adalah menyampaikan tujuan kedatangan kepada kepala kampung, ialah Isak Basik-Basik (40), kepala Kampung Buetkwar yang menerima kami di rumahnya.
Malam harinya, tidak kurang 13 laki-laki dewasa berkumpul di beranda rumah seorang pendeta.
Belasan tahun lalu, masyarakat Buetkwar memanfaatkan spesies ini untuk konsumsi, baik telur maupun indukannya. Kemudian, menurut penuturan mereka, sejak sekitar 2006 orang-orang dari luar Papua datang ke kampung-kampung lain untuk membeli telur dari masyarakat.
“Akhirnya masyarakat ikut mencari [telur] juga [untuk dijual],” kata Isak. “Karena mereka tiba-tiba juga dapat uang kaget.”
Pada tahun-tahun itu, sebutir telur dapat dijual dengan harga Rp20 ribu. Sementara, dalam satu malam sekelompok masyarakat dapat menggali 60 sarang yang berisi 20-30 butir telur. Jika beruntung, seseorang dapat mengantongi Rp3 juta dalam semalam. Benar-benar uang kaget.
Namun, pada 2023 harga telur jatuh. Sebutir telur hanya dihargai Rp5 ribu. Mereka bercerita bergantian:
“Tidak tahu juga [kenapa harga turun].”
“Mungkin karena pembeli tipu kita kah, kita tidak tahu.”
“Sempat ditawar Rp10 ribu, [pembeli] tidak mau.”
Dalam rantai perdagangan ini, masyarakat tidak punya kuasa menentukan harga barang-barang yang mereka jual. Mereka mengatakan, para pembeli telurlah yang menentukan harga.
Telur kura-kura dibeli dari tangan masyarakat oleh para pengepul. Setelah berpindah tangan ke para pengepul untuk ditetaskan, masyarakat pun tidak tahu ke mana dan kepada siapa anakan kura-kura–selanjutnya disebut tukik–itu dijual.

Gapura selamat datang di Kampung Buetkwar. | Foto: Bayu Nanda
Harga Jual yang Timpang
Para pengepul membuka kios untuk menjual berbagai kebutuhan sehari-hari termasuk bahan makanan. Di saat yang sama, mereka dapat membeli apapun yang ditawarkan oleh masyarakat.
Pengepul-pengepul ini umumnya adalah pengusaha gaharu–bahan baku parfum yang disulap oleh industri menjadi komoditas bernilai tinggi. Seperti halnya kura-kura moncong babi, mereka adalah pihak yang berelasi dengan siapa pun di luar Papua untuk menjual gaharu, kura-kura moncong babi, koloso (sebutan lokal untuk anak arwana), bahkan kulit buaya.
Sayup-sayup seseorang laki-laki paruh baya yang berkumpul di antara kami menyebut nama dua pengepul, “Mereka menetaskan.”
Sementara masyarakat mendapat Rp5.000-20.000 per butir telur, pengepul dapat meraup rupiah tiga kali lipat setelah telur kura-kura berhasil mereka tetaskan. Namun, rantai selanjutnya bahkan bisa mendapat keuntungan lebih tinggi. Harga tertinggi seekor tukik yang kami temukan dalam sebuah iklan perdagangan daring adalah senilai 2.850 euro, setara dengan Rp48 juta–800 kali lebih mahal dari harga tertinggi tukik dari pedagang, dan 9.000 kali lebih tinggi dari harga telur yang dijual oleh masyarakat lokal.
Tempat kura-kura bertelur tidak benar-benar dekat dengan Kampung Buetkwar. Untuk mencari telur, masyarakat harus pergi menggunakan ketinting atau perahu fiber, berbekal 20 sampai 60 liter bahan bakar. Padahal, harga bensin di kampung-kampung yang jauh dari Ibukota Kabupaten Agats dapat menyentuh angka Rp20 ribu per liternya.
“Kalau kita naik (berangkat) dari sini, misalnya untuk mengumpulkan kura-kura, terkadang tidak cukup uang untuk beli BBM, uang habis untuk beli gula kopi saja, nanti kita pulang ke kampung hanya turun [mendayung], tidak ada bensin,” kata salah satu pria.
Harga jual yang saat ini rendah bukan satu-satunya penghalang bagi mereka untuk mengumpulkan telur. Masyarakat Buetkwar juga tahu bahwa satwa ini berstatus dilindungi. Nama kura-kura moncong babi terlampir dalam Peraturan Menteri Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah menuliskan larangan-larangan memburu, menangkap, membunuh, mengangkut, dan memperdagangkan satwa dalam keadaan hidup dan mati.
Pada tahun ini, masyarakat berkata belum mencoba melihat pasir tempat kura-kura bertelur karena musim sedang penghujan. Saat air pasang, pasir tempat bertelur terendam, indukan tidak naik untuk bertelur.
“Siapa bapak-bapak di sini yang [tahun ini] mencari telur?” kami bertanya.
Seketika suasana menjadi kikuk.
Barangkali pengetahuan mengenai status perlindungan satwa ini membuat mereka lebih berhati-hati.

Foto: Finlan Aldan
Hilangnya Para Pembeli
Dari Buetkwar, kami melanjutkan perjalanan hingga ke sungai bersimpang tiga yang secara administratif sudah masuk Kabupaten Yahukimo. Di sanalah kami mendapati beberapa bevak–istilah lokal bagi permukiman sementara yang dibangun masyarakat sebagai tempat singgah ketika sedang mencari apa pun yang ada di alam, termasuk mencari telur kura-kura atau gaharu.
Kami datang untuk bertemu Nanang, salah satu pengepul yang namanya disebut oleh masyarakat Buetkwar. Saat kami tiba, pria bertubuh kurus itu sedang duduk di bevaknya, di sebuah ruangan yang juga berfungsi sebagai kios.

Para pedagang membuka kios untuk menjual bahan makanan sampai ke pedalaman Papua. Di sisi lain,
mereka membeli dan menetaskan telur kura-kura yang dijual oleh masyarakat. |
Foto: Finlan Aldan
Nanang (60) tinggal bersama istrinya, Wati (56), dan seorang anak asuh berusia empat tahun. Pria asal Kota Palopo, Sulawesi Selatan ini datang ke Asmat pada tahun 2000, disusul istrinya tiga tahun kemudian.
Ia datang untuk menjadi pekerja kayu dan menaruh minatnya pada penjualan gaharu. Meskipun begitu, dalam perjalanannya, Nanang ikut serta dalam pusaran perdagangan kura-kura moncong babi.
Dua orang Bugis ini lalu bernostalgia bahwa pada 2015-2016 harga tukik pernah dibanderol Rp65 ribu dari tangan mereka. Sementara, telur dari masyarakat mereka beli senilai Rp25 ribu per butir. Namun, ia kehilangan radar pembeli tukik pada 2019, membuatnya terpaksa melepaskan lima ribu tukik yang berhasil ditetaskan.
“Pernah ada kumpul itu, hampir lima ribu [ekor anakan]. Tapi tidak ada pembeli. Dilepas lagi,” tuturnya risau.
Ketika ditanya mengapa bisa kehilangan pembeli, istrinya menyahut: tidak tahu, kita heran juga.
Hilangnya pembeli dari radar Nanang mungkin ada hubungannya dengan peristiwa pada tahun yang sama–15 Maret 2019–sebanyak 2.277 ekor kura-kura moncong babi diamankan di KM Tatamailau yang sedang sandar di Pelabuhan Merauke. Kapal itu berlayar dari Asmat, begitu pun ribuan kura-kura yang diangkut. Atas kasus itu, seorang bernama Hendra Wenner Wateriri dijatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp10 juta subsider 2 bulan penjara.
Akun Facebook Hendra yang terakhir aktif pada 2013 menunjukkan foto dirinya berseragam tentara. Dalam laman itu juga, ia mengunggah foto seekor anakan kura-kura moncong babi, dan beberapa burung, termasuk yang dilindungi.
Dilema Pengepul
Bersamaan dengan hilangnya pembeli tukik, Nanang akhirnya menurunkan harga beli telur dari masyarakat lokal.
“Sekarang ini [harga telur dari masyarakat] Rp10 ribu,” kata Nanang.
“Sebelumnya (tahun 2023) Rp5 ribu,” tambah istrinya.
Malam itu kami menginap di bevak mereka, beratapkan daun sagu, berlindung dari hujan yang tumpah semalaman. Dapat dipastikan para induk kura-kura tidak naik untuk bertelur, masyarakat tidak turun untuk mencari telur.
Esok paginya, Nanang mengatakan belum ada masyarakat yang menyetorkan telur kepada mereka.
“Sebenarnya lebih enak kalau dia tidak bawa daripada kalau dia bawa [telur]. Masalahnya tidak tahu ini harga mau dilepas berapa,” ia berujar.
Musim peneluran tahun ini diawali dengan perdebatan dengan masyarakat. Masyarakat meminta harga Rp15 ribu per butir, sedangkan Nanang tak menyanggupi karena belum tentu ada pembeli tahun ini. Mengambil jalan tengah, mereka menyepakati harga Rp10 ribu per butir.
Di akhir pertemuan pagi hari itu, Wati dengan senang hati memperlihatkan stoples berisi sekitar 60 butir telur yang mereka dapat dari masyarakat sekitar dua hari lalu.
“Serba salah. [Kalau] tidak beli dari masyarakat, kasihan juga. Kita beli, kita bawa, kedapatan [petugas], kita punya risikonya. Ah, itu,” keluh Nanang.

Mul, pengepul lain yang tinggal dekat dengan bevak Nanang menunjukkan kepada kami kotak penetasan telur miliknya. Di dalam kotak pasir itu, tersusun sekitar 300 telur kura-kura yang baru diserahkan masyarakat di musim peneluran ini. Ia mengatakan, butuh 60-70 hari sampai telur-telur itu menetas.
Di ruangan lain, ia menunjukkan puluhan kura-kura dada merah yang juga menjadi komoditas usahanya.
Mul memulai bisnis kura-kura moncong babi sejak 2006. Dulu, ia mengirim satwa ini ke seseorang bernama Andre di Jakarta. Namun, ia beralih tujuan sejak empat tahun lalu. Ketika kami menyebutkan kasus pada 2019 melibatkan Hendra, ia spontan tertawa, “Itu [barang] punya saya!”

Koneksi dengan Perusahaan
Tidak seperti pengepul lain yang kami temui, Mul mengaku punya koneksi dengan perusahaan yang memperdagangkan kura-kura moncong babi secara legal. Selain berstatus dilindungi, kura-kura moncong babi telah ditetapkan sebagai Satwa Buru berdasarkan SK. Menteri LHK Nomor 65/MENLHK/KSDAE/KSA.2/3/2021 pada 3 Maret 2021.
Dengan penetapan ini, terdapat kuota penangkapan alam sebanyak 10 ribu telur kura-kura dari Mimika dan Asmat untuk program ranching. Sebanyak 50 persen hasil ranching dapat dimanfaatkan, sisanya untuk dikembalikan ke alam liar. CV Alam Nusantara yang berkedudukan di Timika mendapat wewenang untuk mengelola penangkaran ini.
Jika menuliskan nama perusahaan ini di Google, tak banyak yang bisa ditemukan kecuali berita pelepasliaran tukik kura-kura moncong babi pada 9 Agustus 2024 lalu. Sebanyak 4.605 tukik hasil penangkaran selama 2021-2023 dilepas ke alam untuk keperluan restock populasi.
Direktur CV Alam Nusantara Dani Gunalen mengeklaim, dari seluruh telur yang dikumpulkan, hanya separuh yang berhasil menetas, sisanya mati dalam proses penetasan. Danny Gunalen adalah pemilik kebun binatang, penangkar, dan penjual satwa liar.
Sayangnya, Mul tidak ingat nama perusahaan tempatnya menyalurkan tukik, tetapi dia mengatakan bahwa utusan perusahaan yang membeli bernama Edy.
“Tahun kemarin lempar (mengirim) semua ke Pak Edy.”
Meskipun mengaku beroperasi secara legal, Mul mengatakan tidak berani mengirim tukik-tukik itu menggunakan kapal besar sehingga pengiriman ia lakukan menggunakan speed boat.
“Kadang pindah dari Agats jam 2 malam. Kita masuk ke Timika jam 4 subuh,” katanya.
Selain itu, satu-satunya perusahaan yang mengantongi izin–CV Alam Nusantara–sesungguhnya hanya memiliki izin mengumpulkan telur, bukan membeli tukik.

Awal Mula Pintu Dibuka
Saat kami hendak berpamitan, datang tamu Mul yang lain. Dua orang itu membawa ember hitam. Di dalamnya tersusun telur-telur yang baru mereka dapatkan.
Meskipun hujan mengguyur pada malam-malam sebelumnya, jejak kaki kura-kura sudah dapat diamati beberapa area berpasir di Sungai Vriendschap atau Rawa Bor. Dengan mengikuti jejaknya, sarang peneluran tidak begitu sulit ditemukan.

Foto: Finlan Aldan

Dalam perjalanan mengamati pasir-pasir peneluran, lima bevak terbangun di sisi kiri sungai. Para penghuni bevak itu terdiri dari para bapak, ibu, dan anak-anak. Merekalah para pencari telur dari Kampung Bor. Beberapa keluarga ini akan bertahan di bevak sampai musim bertelur berakhir.
Setiap pukul 03.00-04.00 dini hari–jika cuaca cerah–mereka mulai bersiap ke lokasi peneluran. Telur-telur yang mereka kumpulkan akan dijual di antaranya ke Pak Nanang atau Pak Mul, pedagang terdekat dari tempat mereka bermukim. Mereka juga menyebut ada seorang pembeli yang datang dari Agats menggunakan speed boat dan menjual tukik ke Timika, Merauke, atau Jakarta.
Bagi mereka, mencari telur kura-kura bukanlah hal baru. Mereka sudah akrab dengan kegiatan ini sejak kecil–sekitar usia 9 tahun–tetapi hanya untuk konsumsi pribadi. Mereka melanjutkan, pembeli dari luar daerah mulai masuk pada awal tahun 2000-an.
“Polisi-polisi,” kata mereka.
Sebelumnya, Nanang dan Mul mengutarakan hal yang sama kepada kami: polisi-polisi itulah yang membuka jalur perdagangan kura-kura moncong babi ilegal. Semua nama yang mereka sebut pun sama: Hermawan.
Mengetahui ada nilai lebih yang diterima masyarakat dari telur maupun tukik, mereka pun masuk serta dalam rantai perdagangan ini.
“Pertama kali tahun 2006 itu. [Saya] masih cari buaya. Eh, tiba-tiba ada Pak Hermawan, polisi-polisi, kerja semua itu. Pak Hermawan [bertanya], “Ada telur?”” cerita Mul di pertemuan kami sebelumnya.
Harga yang ditawarkan Hermawan saat itu adalah Rp20 ribu per butir, melonjak empat kali lipat sebelum jalur perdagangan terbuka. Semua tergiur. Semua mencari telur.
Jalan Pulang ke Alam Liar
Jumlah tersebut hampir lima kali lebih banyak daripada jumlah kura-kura hidung babi yang diekspor secara legal dari Indonesia dalam periode yang sama, sebagaimana dilaporkan dalam Convention on Trade in Endangered Species (CITES).
Operasi atau penyitaan satwa paling banyak dilakukan di bandara (42 persen kasus) dengan memasukkan satwa ke dalam koper, boks styrofoam, atau kotak plastik. Sementara, dalam beberapa kasus, penyitaan terjadi di rumah pedagang, baik di dalam maupun di luar Papua.
Kura-kura yang disita akan menempuh jalan panjang untuk pulang ke alam liar. Pertama, mereka akan dipindahkan dan tinggal sementara di kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) terdekat, sampai dapat dikembalikan ke Papua.
Sebelum diterbangkan, satwa harus mendapatkan sertifikat kesehatan dari Badan Karantina Ikan, Hewan, dan Tumbuhan setempat. Dalam proses pengirimannya, satwa diangkut menggunakan wadah khusus untuk menjamin sirkulasi udara, suhu dan kelembapannya.
“Perlakuan pakan juga kita menyesuaikan dengan histori dari satwa ini,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Timika, Bambang H. Lakuy, sebagai representasi BBKSDA Papua.
“Jadi, satwa ini [sebelumnya] dikasih makan apa? Kita harus menyesuaikan, sambil pelan-pelan kita mengubah kebiasaan [pakan] sebelumnya menjadi kebiasaan pakan yang ada di alam. Nah, ini kan perlu energi dan biaya.”
Bambang mengungkapkan, translokasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sementara anggaran yang disediakan pemerintah tiap tahunnya terbatas.
Pada 2023, misalnya, 500 ekor kura-kura moncong babi ditranslokasikan dari Bali. Translokasi itu dilakukan bertahap dalam sembilan kali penerbangan.
“[Sebanyak] 500 ekor kemarin yang [ditranslokasi] dari Bali, sudah dalam kondisi besar, ada yang sampai diameter 15-20 sentimeter. Kalau saya tidak salah, menghabiskan biaya 189 [juta], hampir 200 [juta],”
Bambang mengatakan, memilih lokasi lepas liar juga dilakukan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya adalah kesesuaian habitat, ketersediaan pakan, dan lokasi yang aman dari intervensi manusia.
Kabupaten Mimika hampir selalu menjadi tujuan dari pelepasliaran. Selain alasan-alasan di atas, pemilihan lokasi juga didasarkan kepada kearifan masyarakat yang sejalan dengan upaya konservasi, misalnya area-area tertentu yang secara adat dilarang dimanfaatkan hasil alamnya.
“Saya senang, [saya sampaikan kepada masyarakat], “Bapak berarti jiwa konservasinya sudah tertanam sejak dulu.”

Papua. | Foto: KSDAE KLHK

sitaan Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri | Foto: KSDAE KLHK
Penghidupan Masyarakat dan Konservasi
R.G.N. Triantoro dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, seorang peneliti populasi dan pemanfaatan kura-kura moncong babi, mengungkap bahwa intensitas perburuan telur di Kabupaten Asmat mencapai 100 persen, artinya setiap sarang yang teridentifikasi dalam penelitian tersebut telah digali untuk diperdagangkan.
Sepanjang melakukan penelitian di Asmat, Kaimana, Merauke, Boven Digoel pada 2012-2019, Triantoro mendengar dari masyarakat bahwa telur yang mereka panen selalu banyak, tidak pernah jumlahnya turun atau sulit didapatkan–sebagaimana pernyataan yang kami dapatkan ketika di lapangan. Namun, Triantoro tetap mempertanyakan, “Begitu masa produktifnya sudah berkurang, jumlah telurnya pasti berkurang. Bagaimana setelah beberapa dekade? Mungkin 30-40 tahun [ke depan]? Begitu masa produktif induk yang sekarang berkurang, apakah akan ada indukan penggantinya dengan jumlah indukan produktif yang sama seperti saat ini, apabila seluruh telur diambil untuk dijadikan nilai ekonomi?”
Triantoro menjelaskan, bahwa kura-kura dapat menghasilkan lebih sedikit telur seiring bertambahnya usia. Penelitian jangka panjang diperlukan untuk memahami secara utuh bagaimana menjaga dan mendukung kelimpahan jenis di alam.
Selain itu, masih banyak parameter yang belum diketahui yang membatasi pengetahuan kita tentang tingkat kelangsungan hidup kura-kura moncong babi: berapa usia produktif, berapa persen keberhasilan menetas di alam, berapa persen yang lolos dari predator dan hidup sampai masa produktif, dan banyak pertanyaan lainnya.
Menurut Triantoro, alam sebenarnya turut andil menjaga populasi kura-kura. Menjadi berkah bagi sarang-sarang yang berada di lokasi tersembunyi karena lepas dari pengamatan manusia sehingga telurnya tidak diambil dan memungkinkan terjadi penetasan alami. Begitu pula dengan cuaca, hujan yang mengguyur pada malam atau dini hari dapat menghapus jejak menuju sarang. Para pencari telur kehilangan jejak, telur tak jadi dipanen atau dipanen dalam jumlah yang sedikit.
Melihat dinamika perdagangan kura-kura moncong babi, secara pribadi, Triantoro berpendapat bahwa pemanfaatan spesies ini–sebagai bagian integral dari konservasi satwa–seharusnya berpihak kepada masyarakat yang masih sangat bergantung kepada alam.
Menurutnya, harga beli telur atau tukik dari masyarakat dapat dinaikkan empat hingga lima kali lipat. Dengan harga beli yang lebih tinggi, di situlah edukasi dapat berjalan beriringan agar masyarakat membatasi jumlah telur yang dipanen.
“Untuk para eksportir satwa liar dapat melakukan perdagangan langsung ke daerah penghasil telur atau tukik seperti Kabupaten Asmat, Mapi, Boven Digoel, Timika dan Kaimana melalui koperasi yang dibuat khusus untuk memonitor perdagangan kura-kura moncong babi.”
“Dalam hal mendukung konservasi, pengambilan dan perdagangan ilegal dari alam bisa kita kurangi. Daerah juga mendapatkan nilai ekonomi dengan terjadinya perdagangan legal yang langsung dilakukan di daerahnya. Dengan demikian, daerah secara tidak langsung akan memberikan perhatian lebih dalam upaya pelestarian di alam agar nilai ekonomi untuk daerah dapat terus berlangsung,” ucap Triantoro.
Meski demikian, skema yang diusulkan Triantoro memiliki konsekuensi terhadap hilangnya posisi pengepul dalam rantai perdagangan kura-kura moncong babi.

Manfaat untuk Masyarakat
Masyarakat yang kami ajak bicara juga menuturkan keinginan untuk mendapatkan manfaat lebih dari
kura-kura moncong babi yang hidup berdampingan dengan mereka.
Pencari telur dari Kampung Bor bahkan mengutarakan keinginan untuk menetaskan sendiri telur yang mereka kumpulkan.
Mereka terinspirasi dari seseorang di kampung mereka yang sudah berhasil menetaskan sekitar 1000 butir telur untuk dijual kepada seseorang dari Agats.
Masyarakat yang tinggal di bevak menunjukkan telur yang berhasil mereka kumpulkan. | Foto: Istimewa
Di Buetkwar, harga telur yang turun memaksa masyarakat menggantungkan hidup pada gaharu. Mereka mengakui bahwa mencari gaharu lebih sulit daripada mencari telur. Masyarakat harus rela masuk ke lumpur yang dalam untuk menemukan kayu gaharu. Jika mujur, Rp25 juta dapat mereka kantongi dalam sehari. Sebaliknya, mereka harus bertahan selama berbulan-bulan di hutan
jika tak mendapat hasil apa pun.
“Jadi, tidak ada pekerjaan lain, gaharu saja yang diutamakan. Mereka (masyarakat) bisa hidup,” Isak kembali buka suara.
“Ya, mungkin ke depan itu dia (kura-kura moncong babi) punya izin bisa diturunkan, supaya masyarakat ini jangan fokusnya mencari gaharu [saja], tetapi pada saat dia punya musim datang masyarakat bisa mengambil hasil,” tutupnya.
Catatan tambahan:
Pada Desember 2024, sekitar satu bulan setelah naskah ini rampung ditulis, terdapat penyitaan besar-besaran telur dan tukik kura-kura moncong babi yang dilakukan oleh Polres Asmat di Distrik Agats, Kabupaten Asmat. Tersangka MKP diamankan petugas di indekosnya pada 13 Desember dengan total sembilan ribu telur disimpan dalam pasir penetasan, 1.809 telur sudah menetas ketika diamankan. Keesokan harinya, tersangka R–tidak terhubung dengan MKP–diamankan di rumahnya dengan total sepuluh ribu telur, 1.385 di antaranya sudah menetas.
MKP merupakan seorang residivis. Pada Januari 2024, ia tertangkap basah memiliki 1.192 kura-kura moncong babi dalam keadaan hidup, serta beberapa ekor burung dilindungi. Putusan persidangan dijatuhkan kepada MKP pada 19 Juni 20224, dengan pidana penjara selama delapan bulan dan denda Rp10 juta subsider 1 bulan penjara. Belum lama habis masa pidananya, ia malah kembali terjerat kasus yang sama.
Liputan ini diterbitkan dengan dukungan dari Internews’ Earth Journalism Network melalui Biodiversity Story Grant 2024.

BKSDA Kalteng Selamatkan Dua Orangutan dalam Dua Hari

Ribuan Kupu-Kupu Awetan yang Hendak Diseludupkan ke Cina Akhirnya Dimusnahkan

Melacak Pusaran Perdagangan Ilegal Kura-Kura Moncong Babi Papua

Indra Kembali ke Habitat Usai Dievakuasi di Aceh Timur

Seekor Kucing Kuwuk Ditemukan di Kandang Ayam di Kabupaten Agam

Primata Berbisa Dievakuasi dari Permukiman di Kabupaten Kuningan

Hidup-mati Kukang Sumatera di Jaringan Listrik Air Naningan

Jejak Harimau Ditemukan di Mukomuko, BKSDA Siagakan Box Trap

BKSDA akan Lepas Liarkan Buaya yang Dititipkan di Cimory

Empat Ekor Kakatua dari Seram Gagal Dibawa menuju Pulau Ambon

Elang hingga Landak Jawa Dilepasliarkan di Pegunungan Sanggabuana

Harapan Baru, Gajah Septi Lahirkan Anak dalam Kondisi Sehat

Sebanyak 982 Ekor Burung Diselundupkan di Sasis Truk di Bakauheni

Setahun Berjalan, Hasil Survei Macan Tutul Jawa Diumumkan ke Publik

Harimau yang Masuk Kandang Jebak di Lampung akan Direlokasi

Belum Memenuhi Syarat LK, Kebun Binatang Serahkan Satwa Dilindungi ke BKSDA

Payang, Bayi Orangutan yang Diselamatkan dari Kejaran Anjing

Orangutan Viral di Kawasan Tambang Akhirnya Dievakuasi

Beruang Madu di Perkebunan, BKSDA: Itu Habitatnya

Konflik Gajah di Aceh Barat Terulang, Perubahan Habitat Menyulitkan Penghalauan
