Penggunaan Kamera Jebak dalam Inventarisasi Satwa Liar

Gardaanimalia.com - Masih ingat babirusa (Babyrousa babyrussa) yang berhasil terekam camera trap pada bulan Juni 2021 lalu di Kawasan Suaka Alam Masbait Pulau Buru, Maluku.
Setelah survei intensif yang dilakukan sejak tahun 1995 akhirnya keberadaan satwa mamalia ini dapat dibuktikan secara langsung melalui peran camera trap atau kamera jebakan.
Dapat dibayangkan jika tanpa bantuan alat ini penemuan tersebut bisa memakan waktu lebih lama. Karena untuk melakukan perlindungan dan pelestarian perlu diketahui jumlah dari satwa di habitatnya.
Selama ini manusia memiliki keterbatasan dalam melakukan pengamatan secara terus menerus di vegetasi yang tergolong lebat dan rapat.
Selain itu, pada umumnya mamalia pun sangat sensitif akan kehadiran manusia. Sehingga kamera jebakan berfungsi untuk mengetahui aktivitas mamalia tanpa mengganggunya.
Nah, sebetulnya prinsip camera trap sendiri sudah digunakan sejak tahun 1889 oleh seorang pelopor fotografer satwa liar George Shiras, ia memotret satwa di sekitar Michigan dan danau Superior.
Dengan teknik memasang kabel di permukaan tanah lalu tersambung pada kamera. Hanya saja setiap kali jepretannya memicu kilatan cahaya, hal tersebut mampu membuat beberapa satwa menjadi terkejut.
Namun, saat ini zaman telah berubah dan semakin berkembang. Camera trap pun sudah dilengkapi sensor gerak atau inframerah dan sensor panas.
Maka, begitu saat digunakan menjadi lebih mudah terutama untuk melacak keberadaan satwa yang sulit ditemui. Sensor camera trap ini akan aktif ketika ada objek bergerak dan memiliki suhu yang berbeda dari area cakupan sensor.
Jangkauan maksimal sensor pada umumnya dua puluh meter didukung daya baterai kuat selama delapan bulan (setiap dua bulan sekali diperiksa dan diganti) mampu merekam satwa melintas siang maupun malam hari.
Sekarang ini tidak hanya berupa gambar saja yang dihasilkan tetapi bentuk video pun dapat dilakukan dalam camera trapping.
Selanjutnya tujuan dari metode ini adalah mengetahui keberadaan jenis, keanekaragaman, kelimpahan satwa, sebaran dan perilaku.
Dengan begitu penempatan kamera sangat dianjurkan berada di sekitar jalur alami satwa seperti sumber air dan sumber makanan.
Kemudian jejak, kotoran, dan bekas cakaran merupakan petunjuk keberadaan satwa. Hal ini menjadi faktor penting bagi keberhasilan dalam pemantauan.
Dari gambaran umum tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan kamera jebakan ini cukup mempunyai andil dalam kegiatan konservasi.
Lalu, bagaimana manfaat camera trap terhadap satwa itu sendiri?
Dalam suatu ekosistem setiap populasi selalu berinteraksi dengan spesies lainnya. Dalam interaksi tersebut terdapat rangkaian peristiwa yang dikenal dengan mangsa-pemangsa.
Namun, aktivitas manusia telah menyebabkan satu daripada pemangsa berkurang populasinya. Sehingga ketimpangan populasi pun akan terjadi.
Seperti contoh lawas, saat habitat di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat mengalami kerusakan akibat pengurangan jumlah populasi serigala (Canis lupus) yang merupakan top predator dominan ini malah berbanding balik dengan meningkatnya hewan herbivora (mangsa).
Mengapa demikian?
Pada saat itu serigala dianggap merusak keindahan dan berbahaya juga kejam karena memangsa hewan herbivora. Maka perburuan dilakukan secara sporadis berlangsung sampai tahun 1926 hingga tidak menyisakan spesies predator satupun.
Alhasil, vegetasi hutan di Taman Nasional Yellowstone menjadi berkurang sehingga daya dukung lingkungan ikut terganggu.
Seperti diketahui pada saat tidak adanya peran kontrol populasi seperti serigala, maka akan berakibat populasi hewan herbivora meningkat dan tingkat konsumsi terhadap dedaunan, rerumputan dan tunas-tunas pohon muda juga akan tinggi.
Artinya kehadiran pemangsa atau karnivora ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga kelestarian hutan.
Nah, melalui pengamatan camera trap sebagai alat dukung sehingga kita dapat mengetahui keberadaan satwa liar dan bisa mengendalikan aktivitas manusia dalam mencegah perburuan.
Akan tetapi, kamera ini memiliki kekurangan yaitu harga setiap unit relatif mahal dengan perawatan yang harus rutin, belum lagi sering terjadi hilangnya unit akibat pencurian.
Selain pemantauan kamera jebakan, keragaman jenis satwa juga dapat diketahui melalui pengamatan secara langsung, pemasangan perangkap hidup, dan pemasangan jaring kabut.

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta

Kabar Baik, Dua Ekor Harimau Lahir di Suaka Barumun!

Hampir setiap Malam Beruang Madu Berkeliaran di Kabupaten Abdya

WN Tiongkok jadi Tersangka Perdagangan Cula Badak di Manado

Pembangunan Suaka Badak Sumatera di Aceh Timur Segera Rampung

Saksi Nyatakan Sisik Trenggiling Tidak Terdaftar sebagai Barbuk di Polres Asahan

Bukan hanya Sisik, Alex Tanyakan Kulit Harimau pada 2 Anggota TNI

Tahap Kedua Pelepasliaran, 182 Ekor Kura-Kura Moncong Babi kembali ke Alam

Dua Pelaku Perdagangan Organ Satwa Dilindungi Diserahkan ke JPU

Seri Macan Tutul Jawa: Upaya Yayasan SINTAS Selamatkan Predator Puncak Tersisa di Jawa

Perburuan Burung di TN Ujung Kulon Berujung 2 Tahun Pidana

Bripka Alfi Siregar ‘Amnesia’ di Pengadilan, Hakim Dorong Penetapannya jadi Tersangka

Batal Vonis Bebas, Willy Pembeli Cula Badak Dibui 1 Tahun

Kabar Baru, Pria asal AS Dijatuhkan Hukuman atas Kasus Penyiksaan Monyet

Jadi Saksi Ahli, Hinca Panjaitan Pakai Kaos Save Trenggiling ke Pengadilan

Konflik kembali Terjadi, Ternak Warga Ditemukan Mati di Area Sawah
