Gardaanimalia.com – Masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan di Aceh Utara, Provinsi Aceh kembali menghadapi konflik dengan satwa liar, terutama gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Satwa dilindungi bertubuh besar itu kerap masuk perkebunan warga yang berbatasan dengan hutan.
Berkaitan dengan itu, petani rutin menginap di kebun untuk menjaga tanaman dari gajah liar.
Baru-baru ini, Selasa (1/10/2024), belasan gajah liar kembali masuk kawasan perkebunan warga di Desa Blang Pante Kecamatan Paya Bakong, Aceh Utara.
Gajah liar tersebut diperkirakan berjumlah 18 ekor dan terpecah dalam dua kawanan. Kawanan pertama diperkirakan berjumlah 6 ekor dan kawanan kedua berjumlah 12 ekor.
Menurut Lembaga Pembelaan Lingkungan Hidup & HAM (LPLHa), peristiwa gajah masuk ke perkebunan warga itu disebabkan karena pemotongan jalur koridor gajah.
“Kelompok satwa liar ini sering memasuki perkebunan warga, salah satunya disebabkan karena pemotongan jalur koridor,” kata Kepala Divisi Sumber Daya Alam LPLHa Hanif, Selasa (3/10/2024).
Diperkirakan kawanan gajah tersebut hanya memiliki jalur jelajah di tiga kecamatan, yaitu Paya Bakong, Langkahan, dan Cot Girek.
Penggiringan Dilakukan agar Gajah Liar Kembali ke Hutan
Hanif mengatakan, informasi keberadaan gajah liar tersebut diperoleh dari masyarakat yang mengetahui rombongan gajah mendekati perkebunan mereka. Masyarakat lalu melaporkan kondisi tersebut ke LPLHa guna merespons konflik yang terjadi.
LPLHa kemudian berkoordinasi dengan BKSDA Aceh bersama tim Gampong melakukan tindakan emergency dengan menghalau satwa lindung itu kembali ke hutan.
“Lebih kurang enam jam proses penggiringan dilakukan, dari pukul 11.00 WIB hingga 17.00 WIB,” kata Hanif, Kamis (3/10/2024).
Hanif melanjutkan, penggiringan dilakukan dengan menggunakan mercon hingga rombongan satwa kembali ke hutan.
Walaupun upaya penggiringan sudah dilakukan, tidak menutup kemungkinan gajah-gajah kembali ke area perkebunan warga.
“Tidak bisa dipastikan apakah besok atau beberapa hari kedepan akan kembali masuk kawasan perkebunan warga,” ungkapnya.
Hanif berharap, konflik satwa dan manusia ini segera mendapatkan solusi jangka panjang yang tetap mengedepankan perlindungan satwa dan mempertimbangkan keselamatan aset warga dan keamanan masyarakat.
“Kasihan warga yang selalu gagal panen karena permasalahan ini,” tutup Hanif.