Perkebunan Kelapa Sawit Makin Melebar, Apa Kabar Satwa Liar?

Gardaanimalia.com - Tidak dapat dipungkiri Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Terbukti dengan tingginya tingkat entitas hayati dan hewani yang hidup di darat, air, maupun udara. Berlimpahnya kekayaan alam tersebut ibarat dua sisi mata pisau. Jika dikelola dengan baik maka akan memberikan keuntungan yang tidak sedikit. Di sisi lain, hal ini juga akan menghadirkan tantangan tersendiri.
Kawasan hutan yang luas merupakan salah satu contoh nyata kekayaan alam Indonesia. Dikutip dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK, hasil pemantauan hutan Indonesia menunjukan bahwa pada tahun 2019 lalu luas lahan berhutan di seluruh daratan Indonesia mencapai 94,1 juta hektare atau 50,1% dari total daratan. Sayangnya, luasnya kawasan hutan tiap tahun kian menyusut akibat alihfungsi lahan yang tidak terkontrol.
Prof. Dr. Tukirin Patmomihardjo, peneliti botani dari (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) LIPI menjelaskan bahwa tiap tahunnya 13 juta hektare kawasan hutan telah dialihfungsikan menjadi kawasan pertanian, pemukiman, maupun perkebunan. Perkebunan kelapa sawit berkembang sangat signifikan dalam satu dekade belakangan. Ini menjadi salah satu penyumbang menyusutnya kawasan hutan. Terlebih kelapa sawit menjadi primadona dalam komoditas perkebunan. Kelapa sawit menjadi komoditas andalan untuk pemasukan pendapatan nasional serta devisa negara.
Pada 2013, Indonesia dan Malaysia menguasai hampir 86% produksi CPO dunia dengan kontribusi sebesar 26,70 juta ton.((Agung Prasetyo (et al). 2017. Keunggulan Komparatif dan Kinerja Ekspor Minyak Sawit Mentah Indonesia di Pasar Internasional. Jurnal Agro Ekonomi. 35 (2). hal 19)) Bahkan, tiga tahun kemudian, Indonesia mampu menjadi produsen pertama di dunia dengan produksi CPO sebesar 34 juta ton serta mampu mengekspor ke berbagai negara sebanyak 25 juta ton dari total keseluruhan produksi.((Deilla Tsamrotui dan Ernah. 2018. Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berdasarkan Prinsip ISPO di PTPN VIII Cikasungka Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 23 (3). Hal 190))
Kepentingan ekonomi inilah, yang kemudian menggenjot pembukaan perkebunan kelapa sawit baru secara besar-besaran. Pada 2020, Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian mencatat luas perkebunan kelapa sawit telah mencapai 14.996.010 hektare.((Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian dalam Buku Statistik Kelapa Sawit 2018-2020)) Selain itu, pada tahun 2014-2018, diketahui luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami laju peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,89% kecuali pada tahun 2016, di mana terjadi penurunan sebesar 0,5%.
Dengan luasnya areal perkebunan kelapa sawit tidak aneh jika Indonesia mampu menjadi produsen pertama CPO di dunia. Kelapa sawit berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan distribusi pendapatan. Ibarat pisau bermata dua, pengembangan kelapa sawit memang memiliki dampak positif bagi perekonomian, namun di sisi lain memunculkan berbagai problematika sebagai bentuk tantangan.
Ekspansi kelapa sawit ternyata memunculkan dampak negatif yang serius bagi lingkungan. Peningkatan emisi karbon, berkurangnya habitat satwa yang berdampak pada menurunnya kuantitas satwa liar, serta penggunaan pestisida yang tidak ditangani sesuai dengan prosedur sehingga mengganggu stabilitas ekosistem, menjadi beberapa dampak yang harus segera dipikirkan solusinya. Ekspansi kelapa sawit juga telah meningkatkan deforestasi serta mempengaruhi perubahan iklim sehingga mengganggu lingkungan.((Pacheco P. 2012. Oil Palm in Indonesia Linked to Trade and Investment: Implications for Forest. Bogor: Center for International Foresty Research (CIFOR))
Laju pertumbuhan areal perkebunan kelapa sawit yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menjadikan bisnis kelapa sawit ini sebagai penyumbang deforestasi ketiga terbesar dengan luas deforestasi seluas 586.531 hektare. Dikutip dari hasil analisis spasial yang dilakukan oleh lembaga Forest Watch Indonesia (FWI) diketahui sampai dengan pertengahan tahun 2017, luas konsensi perkebunan kelapa sawit berkisar 19 juta hektare. Sedangkan, tutupan hutan alam yang berada di dalam konsensi perkebunan seluas 2,3 juta hektare. Berdasarkan data yang sama, deforestasi yang dialami mencapai hingga 2,81 juta hektare atau setara dengan 49% akibat adanya izin pemanfaatan serta penggunaan lahan pada periode tahun 2013-2017.((Forest Watch Indonesia. Diakses melalui website http://fwi.or.id/wp-contenst/uploads/2019/10/FS_Deforestasi _FWI_small.pdf, pada 3 Juni 2021 pukul 22.15))
Selain deforestasi dan peningkatan emisi karbon, ekspansi kelapa sawit turut memengaruhi persediaan air tanah untuk tanaman lain di luar area perkebunan kelapa sawit. Menurut Kallarackal dalam studinya di India, sebatang pohon kelapa sawit membutuhkan air sebanyak 2,0-5,5mm per hari atau setara dengan 140-385 liter per hektare per hari dengan jumlah pohon sebanyak 143 pohon per hektar.(Kallarackal J, Jiyakumar P, George S. 2004. Water Use of Irrigated Oil Palm at Three Different Arid Locations in Peninsulan India. Journal of Oil Palm Research. 16 (1). Hal 59-67))
Ekspansi kelapa sawit juga turut menjadi salah satu ancaman besar bagi keberadaan satwa yang terancam punah. Diketahui kini jumlah rata-rata mamalia hanya 15-25% per hektar. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah mamalia di kawasan hutan tropis. Penurunan vegetasi tanah akibat dari tutupan yang diakibatkan karena adanya tumpang tindih daun sehingga mengakibatkan penurunan jumlah spesies tanaman.((Lord S, Clay J. 2011. Environmental Impact of Oil Palm-Practical Considerations in Defining Sustainability for Impact on The Air, Land and Water. Diakses melalui http://www.nbpol.com.pg/EnvironmentalImpactOfOilPalm.pdf, pada 3 Juni 2021 pukul 20.00))
Deforestasi hutan alam, berakibat pada rusaknya habitat hutan serta perubahan lanskap hutan alam. Selain itu, juga berdampak pada rusaknya kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang berada di bawahnya. Hal ini tentunya akan berimbas munculnya dampak alam lainnya seperti tanah longsor, sedimentasi, serta meningkatnya aliran permukaan air dan erosi tanah.((Yani A. 2011. Penilaian Ekonomi Kawasan Hutan di Indonesia : Pendekatan dalam Penentuan Kelayakan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia)) Perkebunan kelapa sawit juga diketahui memiliki laju evapotranspirasi yang cukup tinggi. Evapotranspirasi sendiri diartikan sebagai gabungan dari evaporasi di permukaan tanah serta transpirasi tanaman yang mengalami penguapan sehingga berpengaruh terhadap kesediaan air tanah.
Dari sekian tantangan yang ada, menjadi PR penting bagi pemerintah, pemangku kepentingan, serta masyarakat untuk bersinergi memantau pengelolaan perkebunan kelapa sawit guna meminimalisir resiko yang ada.
Pelanggaran Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Berimbas Semakin Rusaknya Lingkungan
Dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, pemerintah telah menetapkan standarisasi tersendiri yang dituangkan dalam satu bentuk sertifikasi bernama ISPO (Indonesian Suistainable Palm Oil Certification System). ISPO diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 11/Permentan/OT.140/3/2015 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Di dalam ISPO tertuang 7 (tujuh) prinsip yang mengatur tata kelola kepengurusan perkebunan kelapa sawit. Dari 7 (tujuh) prinsip ISPO, terdapat 2 (dua) prinsip yang akan dibahas yaitu mengenai legalitas usaha perkebunan serta pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Prinsip pertama, yakni legalitas usaha. Terkait dengan legalitas usaha, telah diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 98 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah menjadi Permentan No. 29 Tahun 2016 yang kemudian diubah kembali menjadi Permentan No.21 Tahun 2017. Dalam peraturan ini diatur mengenai jenis usaha perkebunan serta perizinannya. Namun demikian, dalam praktik seringkali masih dijumpai perkebunan ilegal.
Baca juga: Wisata Lembaga Konservasi Satwa sebagai Sarana Edukasi atau Eksploitasi?
Sebagai contoh, dikutip dari wartaekonomi.co.id bahwa terdapat 1,4 juta hektare perkebunan kelapa sawit ilegal di Provinsi Riau. Menurut Suharman Amby selaku mantan Ketua Panitia Khusus Monitoring dan Evaluasi Perizinan DPRD Riau, Pemerintah Provinsi Riau berpotensi kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp 107 triliun/Tahun.((Diakses pada 4 Juni 2021, pukul 20.30. Melalui website Warta Ekonomi.co.id (https://www.google.com/amp/s/amp.wartaekonomi.co.id/berita270057/marak-kebun-sawit-ilegal-riau-rugi-hingga-ratusan-triliun))
Temuan tersebut sudah tentu bertentangan dengan ketentuan yang telah diatur di dalam regulasi yang telah ada. Apalagi jika mengingat ISPO yang telah ditetapkan, tentunya temuan tersebut telah menyalahi prinsip yang ada di dalamnya. Sejatinya, selain pemerintah yang dirugikan dengan adanya perkebunan kelapa sawit ilegal ini, masyarakat di sekitar turut merasakan imbas negatif dari keberadaannya. Dalam Pasal 2 huruf f UU Perkebunan disebutkan bahwa perkebunan diselenggarakan berdasarkan asas kebermanfaatan. Seharusnya pengelolaan perkebunan kelapa dapat memberikan dampak nyata bagi penunjang kehidupan masyarakat di sekitar perkebunan.((Ramos Adi P. Sawit dan Lingkungan yang Sakit : Perspektif Analisis Terhadap Dampak Negatif dalam Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia. Diakses pada 3 Juni 2021, pukul 21.00 mmelalui website (https://fh.unpad.ac.id/sawit-dan-lingkungan-yang-sakit-perspektif-analisis-terhadap-dampak-negatif-dalam-pengelolaan-perkebunan-kelapa-sawit-di-indonesia/))
Problematika lain dari perkebunan kelapa sawit ilegal ini adalah kemungkinan pengelolaan yang tidak sesuai prosedur yang ada sehingga dapat menghasilkan residu yang berbahaya bagi lingkungan. Hal ini dimungkinkan sebab belum tentu perkebunan tersebut memiliki alokasi dan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mencegah kerusakan lingkungan sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 2, Pasal 3, serta Pasal 9 UU Lingkungan Hidup.
Lantas kemudian, dampak negatif ekspansi ditunjukan dalam pelanggaran prinsip kedua ISPO, yakni manajemen pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Ekspansi kelapa sawit memang memiliki dampak signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Investasi pun turut berdatangan. Namun demikian, ekspansi kelapa sawit berimbas pada kondisi lingkungan.
Telah diketahui sebelumnya bahwa kelapa sawit menempati posisi ketiga sebagai penyumbang deforestasi di Indonesia. Demikian dapat diartikan bahwa habitat satwa liar pun ikut tergerus. Ekspansi kelapa sawit berimplikasi pada keberadaan satwa yang semakin terancam punah.
Praktik ekspansi kelapa sawit nampaknya juga tidak sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam UU Penataan Ruang. Dijelaskan dalam UU ini, bahwa prinsip penataan ruang bertujuan untuk menciptakan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.((Mongabay, “Hukum dan Perundangan yang Berhubungan dengan Tata Kelola Hutan dan Lahan”, Diakses pada 4 Juni 2021 melalui website (https://www.mongabay.co.id/hukum-dan-perundangan-yang-berhubungan-dengan-tata-kelola-hutan-dan-lahan/))
Jika pemanfaatan ruang tidak dikelola dengan sebaik-baiknya, tentunya akan berdampak bagi lingkungan. Baik perkebunan kelapa sawit legal maupun perkebunan kelapa sawit ilegal. Keduanya memberikan dampak bagi lingkungan maupun ekologi hingga sosial.
Catatan penting dari bisnis dan ekspansi kelapa sawit adalah dampak negatif terhadap keberlanjutan lingkungan yang sangat mengerikan di masa depan. Peningkatan emisi gas karbon dioksida (CO²), penurunan kuantitas air tanah, deforestasi, serta berkurangnya vegetasi tumbuhan tentunya akan mempengaruhi keberadaan satwa liar. Penurunan kuantitas satwa tidak dapat dihindari. Pada prinsipnya, satwa tidak akan berpindah dari habitat asalnya. Akan tetapi, ekspansi perkebunan kelapa sawit memaksa satwa untuk berkelana keluar habitat asalnya. Sehingga acapkali satwa ditemukan berkeliaran disekitar wilayah pemukiman. Dengan demikian, pergerakan satwa dalam mencari makan dan berkembangbiak akan terganggu.((Rianda Akbari. 2021. Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit Jadi Ancaman Bagi Kehidupan Satwa. Diakses pada 2 Juni 2021 pukul 13.00, melalui website gardaanimalia.com (https://gardaanimalia.com/perluasan-perkebunan-kelapa-sawit-jadi-ancaman-bagi-kehidupan-satwa/)) Hal ini mengakibatkan kuantitas satwa semakin berkurang, dan tak menutup kemungkinan satwa akan terancam punah.
Terlepas dari legalitas perkebunan, maupun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pemerintah ataupun pemangku kepentingan tidak bisa menutup mata terhadap dampak buruk dari bisnis dan ekspansi kelapa sawit. Pemerintah, pengelola serta masyarakat harus saling bekerjasama guna memantau pengelolaan perkebunan kelapa sawit agar sesuai dengan standarisasi yang telah diputuskan sebelumnya. Pihak pengelola diharuskan berkomitmen dengan peraturan yang ada. Tentunya bagi para pelanggar harus ditindak tegas dengan sanksi yang berlaku.

Buntut Konflik di Riau, Harimau Masuk Boxtrap untuk DIevakuasi
22/03/25
Bayi Gajah yang Tersesat di Kebun Sawit Dievakuasi ke PLG Minas
11/03/25
Seekor Beruang Madu Terluka Akibat Jerat di Kawasan Konservasi Riau
11/03/25
Bermula dari Berita Viral, Enam Warga Ditangkap karena Bunuh Harimau Sumatera
06/03/25
Seekor Kukang Sumatera Dilepasliarkan setelah Setahun Dipelihara Warga
03/03/25
Beruang Madu di Perkebunan, BKSDA: Itu Habitatnya
17/02/25
Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon

Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
