Satwa Liar di Bawah Tekanan Perubahan Iklim

3 min read
2021-12-02 12:08:43
Iklan
Belum ada deskripsim Lorem ipsum dolor sit amet, corrupti tempore omnis esse rem.



Gardaanimalia.com - COP26 (Climate Change Conference of the Parties) merupakan konferensi yang dihadiri oleh pemimpin-pemimpin dunia dengan mengangkat isu iklim sebagai objek bahasan utama.

Pada 1992, PBB menyelenggarakan pertemuan besar di Rio de Janeiro, Brasil yang disebut Earth Summit. Dalam acara tersebut, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) diadopsi. Tahun ini, COP26 diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia pada 31 Oktober-12 November 2021 lalu.

Perubahan iklim telah menjadi masalah nyata dan serius bagi masyarakat global yang mengancam banyak jiwa dalam tiga dekade terakhir. Perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca menyebabkan banyak bencana alam di seluruh bagian bumi.

Menurut sekjen PBB, Antonio Guterres serta ilmuwan di Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menjelaskan ambang batas 1,5 derajat celcius adalah satu-satunya jalan untuk mencegah kerusakan lebih parah di muka bumi.((https://www.icctf.or.id/apa-itu-cop26-dan-mengapa-penting/))

Kenyataan Tidak Semanis Pernyataan


Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen PKTL, Belinda A. Margono menjelaskan, Indonesia mengalami penurunan deforestasi sebesar 75,03 persen pada periode 2019/2020 yang merupakan angka deforestasi netto. Perhitungan deforestasi ini mencakup di dalam maupun di luar kawasan hutan Indonesia.

Pada konverensi COP26, Presiden Joko Widodo mengklaim Indonesia berhasil menurunkan laju deforestasi secara signifikan pada 2021, bahkan terendah dalam dua dekade terakhir serta menurunkan kebakaran hutan sebesar 82 persen dan merehabilitasi 3 juta lahan kritis selama 2010-2019.((https://www.menlhk.go.id/site/single_post/3645))

Namun, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengungkapkan data tersebut tidak dapat menjadi prestasi yang membanggakan Indonesia pada konferensi COP26.

Arie Rompas menjelaskan rincian data deforestasi dalam beberapa tahun terakhir yaitu 629,2 ribu ha pada periode 2015-2016, 480 ribu ha pada periode 2016-2017, 439,4 ribu ha pada periode 2017-2018.

Kemudian, lanjut Arie, pada periode 2018-2019 seluas 462,5 ribu ha, dan periode 2019-2020 sebesar 115,5 ribu ha. Sehingga, jika ditotal luas deforestasi mencapai 2,13 juta ha atau setara dengan 3,5 kali luas Pulau Bali.

Pada akhirnya, deforestasi masih terus berlangsung dalam skala besar hingga saat ini dan belum mengalami penurunan yang signifikan mengingat hilangnya sebagian besar hutan dan lahan hijau di Indonesia hanya dalam kurun waktu beberapa tahun saja.((https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211110173824-20-719349/greenpeace-sebut-luas-deforestasi-era-jokowi-tiga-kali-pulau-bali))

Dalam skala ini tentunya berbagai spesies satwa telah kehilangan habitat dalam jumlah besar. Deforestasi yang masih berlanjut semakin mendesak spesies satwa ke ambang kepunahan.

Ancaman kepunahan yang semakin tidak terkontrol akan menyebabkan hilangnya biodiversitas yang akan berdampak besar pada keseimbangan ekosistem dan akan memperparah kondisi perubahan iklim.

Korban Perubahan Iklim Tidak Hanya Manusia


Dampak perubahan iklim tidak hanya dirasakan oleh manusia dan lingkungan di sekitarnya. Perubahan iklim memengaruhi seluruh bagian ekosistem yang ada di bumi. Satwa liar tidak luput dari efek yang ditimbulkan akibat perubahan iklim tersebut.

Perubahan iklim menuntut sebagian spesies satwa untuk beradaptasi dengan lingkunganya yang mengalami perubahan. Adaptasi ini dapat memengaruhi beberapa hal dalam kehidupan satwa liar seperti morfologi, habitat, migrasi, reproduksi bahkan tingkah laku.

Akibat nyata dari perubahan iklim dialami oleh hampir seluruh spesies satwa di dunia termasuk Indonesia.

Tingginya laju deforestasi di Indonesia mengancam habitat spesies satwa liar terutama dengan status dilindungi. Meningkatnya laju perubahan iklim berbanding lurus dengan tingginya prediksi kepunahan satwa di masa depan.

Pakar Ekologi Univeristy of Connecticut, Mark Urban melakukan riset meta analisis yang menunjukkan bahwa 7,9 persen spesies flora dan fauna akan punah akibat peningkatan suhu.

Angka tersebut akan bervariasi tergantung pada tingkat keparahan pemanasan; kenaikan suhu 2°C (35°F) menghapuskan 5,2 persen dari total spesies, dan 4,3°C (40°F) akan memusnahkan 16 persen dari seluruh spesies di bumi.

Satwa Berada di Bawah Tekanan Perubahan Iklim


Penelitian Sara et.al (2021) mengungkapkan pemanasan global dapat mengubah morfologi spesies satwa berdarah panas seperti paruh, telinga, dan kaki yang lebih besar karena menyesuaikan dengan suhu tubuh mereka dengan iklim yang lebih panas.

Penelitian ini mengamati lebih dari 30 spesies untuk melihat perubahan bentuk tubuh. Salah satu perubahan terbesar ditemukan pada beberapa jenis burung beo Australia yang mengalami perubahan rata-rata 4 persen menjadi 10 persen sejak tahun 1871.

Hal ini memungkinkan hewan untuk mengontrol suhu mereka lebih mudah. Pada saat yang sama, terdapat beberapa spesies yang ukuran tubuhnya cenderung menyusut, karena tubuh yang lebih kecil menahan lebih sedikit panas.

Sara menjelaskan bahwa hal tersebut pertanda spesies tertentu mengalami evolusi, namun bukan berarti mampu mengatasi perubahan iklim.((https://www.mongabay.co.id/2021/09/20/akibat-perubahan-iklim-bentuk-tubuh-hewan-bisa-berubah/))

Contoh lain spesies yang sensitif terhadap perubahan iklim yaitu katak tropis, yang baru-baru ini ditemukan yaitu Microhyla sriwijaya. Katak ini merupakan amfibi tropis yang habitatnya terancam akibat kegiatan manusia dan aktivitas antropogenik.

Dilansir dari Mongabay, Peneliti herpetologi dari Kantor Pusat Riset Biologi-Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati, Amir Hamidy menjelaskan perubahan iklim dan penggunaan lahan dapat mengurangi daerah layak huni bagi katak tersebut.

Katak merupakan hewan berdarah dingin yang mengandalkan sumber eksternal untuk mengatur suhu tubuhnya. Perubahan iklim yang kian siginifikan dapat memengaruhi perilaku reproduksi dan fisiologi spesies ini.((https://www.mongabay.co.id/2021/09/17/katak-kecil-bermulut-sempit-jenis-baru-yang-sensitif-pada-perubahan-iklim/))

Konservasi Satwa dalam Mitigasi Krisis Iklim


Salah satu tema yang disinggung dalam COP26 yaitu pentingnya melindungi habitat dan satwa liar. Tema ini penting dan baik, namun seringkali terabaikan karena peran satwa liar dianggap tidak berhubungan langsung dalam perubahan iklim.((https://www.forestdigest.com/detail/1398/konservasi-satwa-liar-dalam-cop26)) Padahal seperti yang kita ketahui, satwa-satwa merasakan dampak dari perubahan iklim tersebut tanpa perantara apapun.

Selain terdampak langsung, beberapa spesies satwa mempunyai peran dalam mengurangi fenomena perubahan iklim. Paus misalnya, ia merupakan mamalia laut yang diketahui dapat menyerap karbon dalam jumlah besar di atmosfer.

Semasa hidupnya paus dapat menangkap dan menyimpan karbon rata-rata sebesar 33 ton CO2 yang terakumulasi dalam tubuhnya sebelum bangkai paus tenggelam ke dasar laut. Jumlah ini lebih besar dibandingkan sebatang pohon yang hanya menyerap hingga 48 pon CO2 setahun.((https://www.mongabay.co.id/2021/02/21/ini-9-fakta-unik-paus-hewan-penyerap-karbon-terbesar-dunia/))

Tidak menutup kemungkinan banyak spesies lain yang juga mempunyai peran serupa dalam mengurangi emisi karbon. Peran nyata satwa dalam bencana perubahan iklim perlu mendapat perhatian yang sejajar dengan pembahasan layaknya transisi energi yang menjadi salah satu topik utama COP26.

Kehilangan biodiversitas, khususnya spesies satwa akan semakin memperparah keadaan krisis iklim. Hal ini merupakan fakta yang kerap disisihkan.

Daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List menyebutkan terdapat 1194 fauna Indonesia yang berada diambang kepunahan.((https://www.greeners.co/berita/presiden-jokowi-ungkap-mitigasi-perubahan-iklim-indonesia-di-cop-26/))

Punahnya spesies fauna akan memicu bencana besar. Salah satu contohnya yaitu munculnya zoonosis pada manusia akibat hilangnya inang asli penyakit yaitu satwa liar.

Konservasi Satwa adalah Tanggung Jawab Manusia


Sebagian besar faktor dan dampak perubahan iklim terjadi akibat aktivitas manusia seperti pembukaan lahan, konversi hutan, penebangan liar dan aktivitas pertambangan yang diikuti hilangnya biodiversitas sebagai komponen pendukung ekosistem di bumi.

Studi yang dilakukan oleh Dr. Viktoriia Radchuk dari Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research mengungkapkan selama beberapa dekade terakhir satwa-satwa yang ada di bumi ini tidak cukup cepat untuk mengimbangi perubahan iklim, berbagai spesies satwa telah mengalami perubahan kondisi tubuh dan perilaku.((https://forestation.fkt.ugm.ac.id/2019/08/10/bagaimana-dampak-perubahan-iklim-terhadap-satwa-di-sekitar-kita/))

Berangkat dari permasalahan tersebut, kita mengetahui bahwa kesadaran akan pentingnya peran satwa bagi kehidupan di muka bumi haruslah tertanam pada tiap-tiap individu.

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan perlu dengan tegas dan berkomitmen untuk menghentikan segala bentuk kegiatan dan faktor penyebab perubahan iklim terutama konservasi satwa yang sering luput dari perhatian.

Satwa yang punah tidak dapat terlahir kembali di muka bumi, hal terakhir yang akan nampak adalah penyesalan akan suatu kehilangan.

Akankah generasi masa depan dapat menikmati keanekaragaman hayati seperti saat ini? Pertanyaan ini akan terjawab tergantung dengan tindakan yang telah dilakukan dan keputusan yang akan dibuat di masa sekarang ataupun di masa mendatang.

Tags :
kepunahan satwa krisis iklim perubahan iklim
Writer:
Pos Terbaru
Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya
Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya
Liputan Khusus
20/05/25
Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis
Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis
Edukasi
20/05/25
Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan
Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan
Berita
19/05/25
Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL
Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL
Berita
19/05/25
Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?
Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?
Edukasi
19/05/25
Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan
Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan
Berita
18/05/25
Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi
Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi
Berita
18/05/25
Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan
Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan
Berita
16/05/25
Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin
Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin
Liputan Khusus
16/05/25
Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin
Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin
Liputan Khusus
15/05/25
Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah
Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah
Berita
15/05/25
Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa
Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa
Liputan Khusus
14/05/25
FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya
FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya
Edukasi
14/05/25
Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa
Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa
Liputan Khusus
13/05/25
Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede
Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede
Berita
13/05/25
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura
Berita
09/05/25
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan
Berita
09/05/25
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi
Berita
09/05/25
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
Berita
06/05/25
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Ternyata Amir Simatupang Pernah Tawarkan Taring Harimau Seharga Rp50 Juta
Berita
06/05/25