Menjarah
Menjarah
Menjarah
Berita

Dokter Hewan Komentari Masuknya Monyet ke Desa di Sukabumi

1079
×

Dokter Hewan Komentari Masuknya Monyet ke Desa di Sukabumi

Share this article
Seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hampir masuk ke rumah warga lewat celah jendela di Desa Cisarua, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Minggu (2/6/2024). | Foto: tangkapan layar video oleh Sukabumi Update
Seekor monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) hampir masuk ke rumah warga lewat celah jendela di Desa Cisarua, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Minggu (2/6/2024). | Foto: tangkapan layar video oleh Sukabumi Update

Gardaanimalia.com – Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) datang secara bergerombol ke Kampung Kubang, Desa Cisarua, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, Minggu (2/6/2024).

Monyet hampir masuk ke dalam rumah melalui celah kaca. Mereka juga sempat mengejar anak kecil dan masuk ke dalam warung warga.

Pihak Petugas Penanggulangan Bencana Kecamatan (P2BK) Nagrak menerangkan bahwa kemunculan monyet diduga dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan Tol Bocimi Seksi 3. Sebabnya, pembangunan tersebut berdekatan dengan Hutan Ciirateun yang merupakan habitat monyet.

Merespons hal ini, pihak Resor Sukabumi BBKSDA Jawa Barat telah datang ke lokasi untuk melakukan pengecekan di lapangan pada Selasa (4/6/2024).

Dari pengecekan, BKSDA mengatakan bahwa pihaknya bersama pemerintah setempat perlu melakukan upaya penangkapan terhadap monyet, khususnya di wilayah perkebunan tempat mereka bersembunyi.

BKSDA juga mengimbau masyarakat agar tidak memberikan makanan kepada monyet ekor panjang yang datang.

Dokter hewan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Janipa Saptayanti mengonfirmasi bahaya memberi makanan pada monyet ekor panjang.

“MEP (monyet ekor panjang) akan terbiasa dan bergantung dengan pemberian makan oleh manusia, dan hal ini membuat monyet menjadi ‘pengemis’,” kata Janipa.

Karena terbiasa diberi makan, monyet akan menjadi agresif ketika makanan tidak lagi diberikan. Mereka akan datang ke perumahan dan warung warga untuk mencari makanan.

Selain itu, risiko kecelakaan lalu lintas juga meningkat karena monyet sering berkerumun di pinggir jalan akibat diberi makan oleh pengendara yang lewat.

Selain mengancam keselamatan manusia dan monyet, interaksi negatif antara keduanya juga berisiko menularkan penyakit-penyakit tertentu (terjadi zoonosis).

“Seperti TBC, kecacingan, penyakit kulit seperti jamur, dan lain-lain,” kata Janipa.

Manusia Masuk ke Rumah Monyet

Janipa berpendapat, tingginya interaksi negatif antara monyet dan manusia seperti yang terjadi di Sukabumi merupakan akibat dari menyempitnya habitat monyet.

“Kasus-kasus yang terjadi saat ini karena kita yang masuk ke rumah mereka,” katanya.

Janipa juga menambahkan, perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap ketersediaan pakan satwa di hutan.

Salah satu hal yang dapat mengurangi jumlah interaksi negatif ini adalah dengan menanam pohon-pohon yang menjadi pakan satwa di sekitar hutan. Ini agar monyet tidak perlu masuk ke permukiman untuk mencari makanan.

Janipa menambahkan, jika memungkinkan, masyarakat dapat berkebun di daerah yang jauh dengan kawasan hutan. Meskipun begitu, Ia paham bahwa hal itu adalah hal yang sulit dilakukan.

“Kita tidak bisa mengontrol monyet yang kelaparan mencari makan di mana. Mereka akan makan apa yang ada di hadapan mereka,” katanya.

Karena dalam kondisi saat ini interaksi negatif kerap tidak dapat dihindari, maka pihak pemerintah perlu menyokong masyarakat dalam melakukan penanganan.

“Memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk tindakan pertama saat bertemu monyet ekor panjang, sediakan hotline yang bisa dihubungi saat ada monyet ekor panjang yang masuk ke permukiman warga,” kata Janipa.

Selain itu, Janipa menekankan, pemerintah perlu melakukan edukasi tentang pentingnya keberadaan monyet ekor panjang di hutan, dan mengimbau agar warga tidak membabat hutan.

Jika interaksi negatif terjadi, hal yang paling penting dilakukan masyarakat adalah untuk tidak melakukan provokasi.

“Jangan berusaha memukul mereka karena mereka akan menyerang balik,” kata Janipa.

Masyarakat juga perlu segera melindungi anak-anak dan warga lansia karena mereka umumnya menjadi sasaran utama para monyet yang merasa terancam.

Terakhir, masyarakat perlu berkoordinasi dengan BKSDA dan Non Govermental Organization (NGO) setempat untuk menggiring satwa kembali ke dalam habitatnya.

“Tentunya harus didampingi oleh BKSDA untuk melakukan relokasi atau penggiringan,” pungkas Janipa.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments