Gardaanimalia.com – Tim dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengungkapkan penyebab kematian gajah sumatra di Gunung Salak, Kabupaten Aceh Utara, akibat keracunan zat beracun sejenis pestisida.
Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil uji sampel laboratorium berupa kotoran dan cairan lambung dari bangkai mamalia bertubuh besar itu.
Pemeriksaan kotoran dan cairan lambung dilakukan karena organ vital lainnya seperti hati, limpa, jantung telah mengalami penghancuran sel (autolisis).
“Hasil lab menunjukkan adanya kandungan racun terakumulasi,” kata Kepala BKSDA Aceh Ujang Wisnu Barata, Senin (13/5/2024).
Ujang menjelaskan, besar kemungkinan satwa mengonsumsi makanan yang terpapar sejenis pestisida hingga mengalami keracunan dan berujung pada kematian.
Terkait isu gajah sengaja diracun untuk diambil gadingnya, Ujang mengatakan masih menunggu hasil olah lapangan oleh pihak kepolisian.
“Untuk kemungkinan penyebab lain, kita tunggu hasil dari pihak kepolisian,” ungkap Ujang.
Lanjutnya, hingga saat ini BKSDA Aceh belum menerima informasi terkait analisis lapangan yang ditangani kepolisian terkait.
Berita kematian gajah sumatra itu pertama sekali mencuat pada Maret 2024. Bangkainya pertama kali ditemukan oleh warga di area perkebunan KM 35 Dusun Jabal Antara, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara pada 24 Maret 2024.
Tragis, bangkai gajah sumatra berjenis kelamin jantan itu ditemukan dengan luka robek pada bagian atas mulutnya dan gadingnya hilang. Diduga gading satwa liar tersebut telah diambil oleh pemburu.
Gajah sumatra merupakan salah satu jenis satwa liar dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SUmber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya telah mengatur larangan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
Pelanggar aturan itu dapat dikenakan sanksi maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta rupiah.