Kekerasan terhadap Lumba-Lumba di Muna dan Pentingnya Edukasi Masyarakat Terkait Satwa Dilindungi

Hasbi
3 min read
2025-03-11 06:49:45
Iklan
Ilustrasi lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus). | Foto: Cloudette-90/Wikimedia Commons

Gardaanimalia.com - Di media sosial viral tentang seekor lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) yang ditangkap warga di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang kemudian disembelih dan dikonsumsi warga.

Menurut Kepala Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Permana Yudiarso, kejadian tersebut disebabkan ketidaktahuan masyarakat bahwa lumba-lumba merupakan satwa dilindungi.

“Benar, alasannya warga belum paham terkait lumba-lumba ini hewan dilindungi,” jelasnya kepada Detik, Sabtu (8/3/2025).

Peristiwa tersebut terjadi di Desa Komba-Komba, Kecamatan Kobangka, Kabupaten Muna, Jumat (7/3) sore. Lumba-lumba tersebut ditangkap di perairan dekat permukiman warga.

Menurut Kepala Polsek Kabangka Inspektur Dua Dahniar, pihaknya telah meminta keterangan terhadap tiga warga yang menangkap dan menyembelih lumba-lumba tersebut, yakni Kasmiruddin (51), Burhan (43) dan Abdullah (41).

Secara kronologis, Kasmiruddin dan Burhan menangkap lumba-lumba tersebut saat memperbaiki kapal ketika air laut surut. Ketika melihatnya, mereka bergegas memukul lumba-lumba dengan parang.

Sedangkan Abdullah turut berpartisipasi menyembelih lumba-lumba tersebut sembari merekam dengan telepon genggam. Beberapa jam setelahnya, rekaman tersebut viral dan beredar di masyarakat.

“Ia ditangkap dan dibawa ke darat. Sebenarnya masih dalam keadaan hidup, tetapi lemas. Kemudian mereka sembelih, dagingnya kemudian dibagikan ke warga sekitar untuk dikonsumsi. Sisanya bagian kepala yang kami jadikan barang bukti,” jelas Dahniar melansir Kompas.

Menurutnya, warga menyembelih dan mengonsumsi berdasarkan ketidaktahuan semata. Selama ini warga tidak mendapatkan informasi dan penyuluhan mengenai jenis ikan atau satwa yang boleh ditangkap dan yang dilindungi.

“Murni ketidaktahuan warga dan tidak ada jual-beli, nanti kami sampaikan lagi hasilnya,” jelas dia.

Pada dasarnya, perairan Muna adalah jalur migrasi dari berbagai satwa dilindungi termasuk lumba-lumba. 

Tangkapan layar dari video viral lumba-lumba disembelih di Muna. | Foto: Dokumentasi warga

Menyibak Kekerasan terhadap Lumba-Lumba dan Pentingnya Edukasi

Campur tangan manusia, termasuk adanya kasus kekerasan, tentunya memengaruhi keberadaan dan status konservasi lumba-lumba sebagai satwa dilindungi. 

Kami mewawancarai Co-founder National Director Jaringan Satwa Indonesia (JSI) Benvika Iben untuk mengetahui mengapa hal ini terjadi.

Menurut pria yang akrab disapa Iben itu, pada dasarnya kekerasan hingga pembunuhan terhadap lumba-lumba jika dilihat dari kasus terbilang jarang, tetapi ada. Justru yang cukup sering terjadi adalah eksploitasi lumba-lumba. Dan di Indonesia, kasus tersebut berulang kali terjadi di beberapa daerah.

Melalui hasil investigasi JSI, terdapat beberapa tempat yang menjadi sorotan karena lumba-lumba menjadi objek perdagangan ilegal satwa liar.

“Dari hasil investigasi kami di Pulau Sumatra, Bagan-siapiapi, Provinsi Riau, lumba-lumba itu dikonsumsi dagingnya. Kemudian, di wilayah timur yang pernah kami investigasi, jika dapat lumba-lumba by catch, dipotong dagingnya untuk umpan hiu,” jelasnya kepada Garda Animalia, Senin (10/3/2025).

Di Sumatra, lumba-lumba dieksploitasi untuk dikonsumsi dan diperdagangkan.

Ia mencontohkan, ketika lumba-lumba tertangkap, nelayan dengan segera mencincangnya di tengah laut, kemudian dikemas dan dagingnya dikirim ke Singapura dan negara-negara yang menggunakan lumba-lumba sebagai santapan mereka.

“Kebutuhannya sebenarnya tidak tinggi. Lagipula agak sedikit sulit karena lumba-lumba bergerak dan tidak diam di satu tempat,” jelasnya.

Sebelum di Mina, kasus tertangkapnya lumba-lumba juga terjadi di Bali. Satwa dilindungi tersebut terjerat jaring. Ia tidak bisa melepaskan diri, kemudian mati. Nelayan yang membersihkan jaringnya harus memotong ekor lumba-lumba tersebut.

Berdasarkan keterangan Iben, Indonesia memang tidak seperti Denmark yang memiliki ritual perburuan massal lumba-lumba dan mamalia laut yang diselenggarakan setiap tahun. Di sini, kekerasan terhadap lumba-lumba hanya terjadi jika tertangkap saja.

Namun, bukan berarti kehidupan lumba-lumba minim ancaman. Ia memiliki tantangan yang cukup banyak mengingat satwa dilindungi di Indonesia seringkali beririsan dengan campur tangan dan eksploitasi manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebagai contoh, di Bali misalnya, ditemukan kasus lumba-lumba yang terdampar dengan luka di sekujur tubuhnya. Kata Iben, hal tersebut bersinggungan dengan interaksi dan lalu lintas kapal yang sangat banyak di sana.

“Seperti terkena baling-baling kapal. Lalu, kemudian ada istilah kami ‘bunuh diri massal’, di mana lumba-lumba mengalami disorientasi, yang kemungkinan disebabkan seismik dari pengeboran minyak, kapal selam atau kapal besar (yang ada di Indonesia),” kata dia.

Belum lagi jika lumba-lumba tertangkap jaring. Nelayan yang terbiasa menggunakan lampu, kemudian menangkap ‘kedoyanan’ makanan mamalia laut, seperti ikan kembung dan cumi-cumi, menyebabkan lumba-lumba tertangkap.

“Itu kan biasanya diambil nelayan. Ya, sebenarnya lumba-lumba bukan merusak jaring. Mereka cuma minta bagiannya saja. 'Itu kan bagian saya', begitu,” jelasnya.

Namun, menurut dia, banyak juga nelayan yang telah teredukasi dan mengetahui bahwa mamalia laut itu tidak boleh ditangkap, termasuk lumba-lumba. 

Tak sedikit nelayan yang menganggap lumba-lumba itu sebagai penolong mereka, sehingga mereka tidak berani membunuh satwa dilindungi tersebut.

Setelah kejadian di Muna ini, pihaknya berharap agar masyarakat pesisir dan nelayan Indonesia dapat lebih teredukasi tentang semua jenis makhluk hidup yang ada di lautan.

“Jika bukan dilindungi, menurutnya, ya, silakan ambil. Tapi jika ada satwa dilindungi, khususnya mamalia laut, kan semuanya dilindungi. Jadi, tidak ada lagi yang dibunuh dan dieksploitasi,” tutupnya.

Tags :
lumba-lumba lumba-lumba hidung botol Tursiops truncatus kekerasan terhadap satwa mamalia laut
Writer: Hasbi