Menyelamatkan Hiu Paus dari Kepunahan

Gardaanimalia.com - Hiu paus, disebut demikian karena ciri fisiknya yang besar dan memiliki kepala tumpul seperti paus. Spesies ikan terbesar yang ada di dunia ini memiliki latin Rhincodon typus atau juga biasa disebut hiu tutul karena memiliki bercak tutul putih yang memenuhi tubuhnya. Dilansir dari Conservation.org, ikan ini dapat tumbuh hingga 12,65 meter dengan berat 21,5 ton. Satwa laut ini tidak berbahaya bagi manusia karena makanan utamanya adalah plankton dan krill yang didapat dengan cara menyedot dan menyaring air di sekitarnya.
Keramahan ikan ini dan bentuk tubuhnya yang unik menarik perhatian banyak wisatawan. Bahkan, keberadaannya mampu membuat suatu daerah menjadi kawasan pariwisata yang berkeuntungan besar. Di Maldives, wisata berbasis hiu paus, telah dikembangkan dan terbukti menghasilkan keuntungan sejumlah Rp 130 miliar setiap tahun.
Berdasarkan data kkp.go.ig, spesies ini tersebar di hampir seluruh perairan Indonesia, antara lain Sabang, Padang, Ujung Kulon, Kepulauan Seribu, Probolinggo, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua. Sebagai ikan pelagis atau ikan yang memiliki habitat di perairan terbuka, hiu paus dapat ditemui hampir sepanjang tahun meski kemunculannya musiman.
Sayangnya, jumlah populasinya terus berkurang. KEPMEN-KP No. 18 Tahun 2013 menetapkan hiu paus sebagai spesies yang dilindungi karena eksistensinya yang terancam akibat perburuan liar dan pariwisata yang tidak berkelanjutan. International Union for Conservation of Nature atau IUCN pada tahun 2016 juga menetapkan hiu tutul dengan status endangered (En) atau tengah menghadapi ancaman kepunahan yang serius. Status ini naik satu tingkat lebih tinggi dari tahun 2000, yang awalnya berstatus vulnerable (Vu) atau rentan.
Baca juga: Kumpulan Pertanyaan untuk Para Pemelihara Satwa Liar
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan hiu paus dari kepunahan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah monitoring atau pemantauan keberadaannya. Upaya ini telah dilakukan oleh sejumlah lembaga seperti Conservation International Indonesia sejak tahun 2015 dan Kelompok Masyarakat Sadar Wisata Hiu Paus Botubarani yang telah mengikuti pelatihan dari BPSPL Makassar sejak tahun 2016. Pemantauan keberadaan ikan ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti mengamati kemunculannya, mencatatnya di kalender musim, dan memasang tag penanda di sirip hiu tutul yang mampu bertahan selama dua tahun ke depan untuk mengabarkan keberadaan kelompok hiu paus.
Upaya paling penting yang dapat dilakukan untuk melindungi eksistensinya adalah pengembangan ekowisata. Tak hanya berorientasi pada profit, wisata berbasis hiu paus juga harus mementingkan kesejahteraan satwa itu sendiri. Edukasi pada masyarakat lokal bahwa hiu tutul adalah hewan terancam punah yang harus dilindungi bersama juga harus digencarkan. Salah satu yang telah melindungi eksistensi satwa laut ini adalah kearifan lokal dari daerah Labuhan Jambu, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, yang mengatakan bahwa hiu tutul adalah nenek moyang ikan.
Pengembangan ekowisata penting dilakukan bukan semata-mata meraih profit dan mensejahterakan masyarakat lokal tetapi juga untuk mendukung upaya konservasi bagi kelestarian satwa. Salah satu hal yang dapat dilakukan dalam mengembangkan ekowisata berkelanjutan berbasis hiu paus adalah dengan mengukur daya dukung pengunjung, apakah akan membahayakan eksistensinya atau tidak. Hari Hiu Paus Sedunia yang jatuh pada tanggal 30 Agustus tiap tahunnya menjadi pengingat bagi bahwa kelestarian ikan adalah hal yang penting dan menjadi tanggung jawab bersama.

Hiu Paus Mati Terdampar di Aceh Barat Daya
01/10/24
Hiu Tutul Tergeletak Mati Sekian Kalinya di Kulon Progo
09/11/23
BKSDA NTB Selamatkan Ribuan Satwa
10/01/23
Tragis, Tiga Hiu Paus Ditemukan Mati dalam Sepekan
30/08/22
Diduga Diburu, Hiu Tutul Mati Mengenaskan
28/07/22
Menyelamatkan Hiu Paus dari Kepunahan
01/09/21
FATWA: Dunia Terbalik si Munguk Beledu

Masa Depan Durian Ternate dan Hewan Penyerbuknya

Hutan Hilang, Penyakit Datang: Hubungan Deforestasi dan Zoonosis

Belum Disetujui Kejati, Tuntutan Kasus Penjualan Sisik Trenggiling di PN Kisaran Batal Dibacakan

Di Balik Layar "Lobi-Lobi Lobster", Merekam Kebijakan Tutup-Buka Ekspor BBL

Bagaimana, sih, Kondisi Burung di Indonesia Saat Ini?

Celah Menahun Pelabuhan Tanjung Perak, 19 Elang Paria Gagal Diselundupkan

Ingin Ungkap Penyalahgunaan Elpiji, Polisi malah Temukan 10 Satwa Dilindungi

Seorang Pria di Thailand Ditangkap karena Jual Dua Bayi Orangutan

Tanah Haram untuk Kawanan Gajah di Kebun Ban Michelin

Penjara Gajah di Tepi Kebun Karet Ban Michelin

Kasus Anak Gajah Tertabrak Truk di Malaysia, Pembangunan Tak Boleh Hambat Pergerakan Gajah

Seri Macan Tutul Jawa: Riwayat para Kucing Besar Tanah Jawa

FATWA: Burung Wiwik yang Enggan Menetaskan Telurnya

Seri Macan Tutul Jawa: Gunung Favorit Para Pendaki di Habitat Macan Tutul Jawa

Perdagangkan Siamang, Pelaku Ditangkap di Bojonggede

Tiga Ekor Kanguru Tanah Diselundupkan di Pelabuhan Jayapura

Telaga Paring, Orangutan yang Terjebak Banjir Besar di Kalteng Berhasil Dilepasliarkan

Sebelum Indonesia Merdeka, Ternyata Trenggiling Sudah Jadi Satwa Dilindungi

Tiga Individu Baru Badak Jawa Terdeteksi di Ujung Kulon
